.
.
.Dengan langkah hati-hati, Jenggala mendekati asal suara yang berasal dari ujung toilet. Ia memegang knop pintu dan membukanya. Ia membelakkan mata saat melihat pemuda seumurannya dengan kondisi berantakan. Seragam yang dikenakannya basah kuyup, wajahnya tampak pucat dengan luka lebam di area pipi dan bibir serta mata yang sedikit membengkak. Banyak pula sampah yang berserakan di lantai.
Jenggala langsung menghampiri dan merasakan dingin saat tangannya tersentuh dengan kulit pemuda itu. Ia segera melepas almamater yang ia melekat di badannya dan memekaikannya kepada pemuda entah siapa namanya agar tidak merasa kedinginan. Ia juga menggosok tangan yang juga sangat dingin.
"Woi! Lo bisa denger gue gak?" tanyanya sembari terus menggosok tangan itu.
Sedangkan yang ditanya tidak memberi respon selain anggukan pelan. Pusing membuatnya tak bisa melihat sosok di depannya dengan jelas, hanya bayangan buram yang terlihat. Matanya tidak lagi mengeluarkan air mata, namun kini terasa amat berat untuk dibuka. Tubuhnya pun mulai menggigil dan lemas.
"Tahan! Jangan tutup mata!" tegur Jenggala saat melihat pemuda berwajah pucat itu menutup mata.
Tetapi, pemuda itu sepertinya tidak mendengar apa yang ia katakan sebab kegelapan sepenuhnya telah menguasai kesadarannya. Jenggala jelas kelimpungan sebab pemuda itu pingsan.
Ia lantas berjongkok dan meletakkan tubuh kurus itu ke punggung meski ia sedikit kesulitan karena tempatnya yang sempit. Segera ia berjalan cepat keluar dari toilet menuju UKS. Pemuda bermata elang itu mengabaikan tatapan heran siswa-siswi yang berpapasan dengannya.
Brakk
Jenggala menendang pintu membuat anggota PMR yang berada di dalam terjingkat kaget. Mereka menatap takut pemuda itu, namun fokus mereka teralihkan pada orang yang dibaringkan di atas brankar.
"Obati dia!" titahnya yang mendapat anggukan ribut dari mereka.
Mereka segera melakukan pertolongan kepada pemuda yang tak sadarkan diri itu. Sedangkan Jenggala beranjak keluar meninggalkan ruangan tersebut.
Ia merogoh benda pipih yang ada di saku celana dan menekan sebuah nomor. Tak lama kemudian, sebuah panggilan terhubung.
"Temui gue di UKS, sekarang!" Pemuda itu lantas mematikan telepon secara sepihak.
Ia berdiri dengan punggung yang bersandar pada tembok. Menatap lurus ke depan dengan pikiran yang melayang entah kemana. Tiba-tiba sebuah notifikasi chat masuk membuat pemuda itu merogoh benda pipih yang ada di saku celana. Menatap sebuah nama pengirim pesan dan jarinya menekan satu chat untuk melihat pesan apa yang dikirim.
KAMU SEDANG MEMBACA
MERANGKUL LUKA
Teen FictionPerihal tujuh remaja yang memiliki luka dan berusaha untuk saling ada dan juga menguatkan satu sama lain. Serta berjuang mencari sebuah kebahagiaan yang tak pernah mereka dapatkan. *** Hai.. Ketemu lagi di cerita kedua aku, maaf juga kalo disini ada...