Bab-2

8 0 0
                                    


BAB-2

Lonceng pernikahan dibunyikan, suaranya yang bergema semakin membuat perasaan gugup ini kian parah.

Aku kini sedang berjalan dengan digandeng oleh ayahku yaitu Baron Vogart untuk melangkah ke altar dimana pendeta dari kuil dan juga calon suamiku menunggu.

Kami mengadakan upacara pernikahan di katedral paling besar di wilayah keluarga Baron Vogart dan selanjutnya akan mengadakan pesta sederhana di taman kediaman keluarga Baron Vogart.

Setiap langkah, dada ini berdetak dengan sangat kencang.

Setiap langkah, nafas ini seolah tercekik karena rasa gugup yang seolah ingin menenggelamkanku dalam rasa takut akan masa depan setelah upacara pernikahan selesai.

Aku menundukkan kepala dengan dalam karena rasa khawatir. Aku yang wajahnya bakhan tertutup oleh veil putih masih saja tidak berani bahkan untuk mendongk sedikit agar bisa mengintip wajah lelaki yang akan menjadi suamiku itu.

Mungkin terdengar bodoh, tapi memang benar aku tidak pernah melihat wajah calon suamiku, bahkan dalam bentuk lukisannya sekalipun. Itu karena aku yakin jika keluargaku tidak akan mungkin membuat keputusan yang akan membuatku sengsara.

Aku kini akhirnya berdiri berdampingan dengan lelaki yang dipanggil Count Evant di hadapan pendeta dari kuil yang sering dipanggil dalam proses pernikahan sepasang anak manusia.

Aku bisa mendengar pendeta yang mulai memberikan nasehat-nasehat pernikahan dan yang mana akhirnya aku bisa mendengar suara pendeta yang lembut itu bertanya apakah lelaki yang meminangku itu bersedia menerimaku sebagai istri dan hidup bersama selamanya dalam suka dan duka.

"Saudara Carl Evant. Apakah saudara bersedia menerima Aluna Vogart sebagai istri dan bersedia menempuh suka dan duka bersama sebagai sepasang suami istri."

"Saya bersedia."

Aku bisa mendengar suara pendeta yang bertanya akan janji suci dan lelaki yang menerima sumpah suci. Lelaki yang kini sedang menikahiku.

Jujur saya kini perasaanku tak karuan karena menunggu suara suamiku yang mengucapkan sumpah pernikahan dan ketika telingaku mendengar suara berat dan dalam membuat darah ini berdesir. Jadi itulah suara lelaki yang mengikat sumpah suci denganku.

"Saudari Aluna Vogart. Apakah saudari bersedia menerima Carl Evant sebagai suami dan bersedia menempuh suka dan duka bersama sebagai sepasang suami istri."

Untuk sejenak suaraku tercekat karena gugup. Namun, setelah menarik nafas dan akhirnya tenang aku pun berkata jika bersedia.

Setelah bertukar sumpah suci, selanjutnya saling bertukar cincin. Untuk hal ini aku tidak terlalu gugup karena baik tanganku maupun tangan lelaki ini menggunakan sarung tangan sehingga kulit kami tidak bersentuhan secara langsung.

Aku yang wajahnya masih tertutup veil masih bisa melewati hal ini dengan tenang. memang ada rasa gugup, tapi aku masih bisa mengatasinya dengan baik.

Namun, untuk selanjutnya ketenangan yang aku pertahanan dengan susah payah itu meleleh dengan begitu cepatnya.

"Silahkan mempelai pria untuk mencium mempelai wanita."

Aku yang mendengar pendeta kembali gugup setengah mati.

Ciuman? Dan ini adalah ciuman pertamaku.

Sungguh demi Tuhan aku gugup setengah mati.

Aku akan berciuman dengan lelaki yang bahkan baru saja aku temui untuk pertama kali seumur hidupku.

Iya memang sih ini ciuman janji suci dan menciumku adalah lelaki yang sudah resmi menjadi suamiku yang artinya lelaki ini berhak atas tubuhku.

Aku berusaha untuk tenang, tapi usahaku sia-sia saja saat tangan lelaki yang telah mengucap sumpah sucinya itu membuka veil yang menutupi wajahku.

BERTAHAN ATAU MENYERAH (DRAMA HISTORICAL, ROMANSA, ANGST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang