Prolog

19 3 0
                                    

Hello semuanya!!!
Sebelumnya aku mau berterima kasih kepada kalian semua yang sudah berkenan untuk membaca cerita ini.

Semoga cerita ini memuaskan dan semoga juga kalian suka.

Selamat membaca!!!!


◇♧◇

Prolog

Katanya rumah adalah tempat berpulang, tetapi apakah semua orang memilikinya?

• Mahes untuk Ayla•

◇♧◇

"Aku mau cerai!"

Suara Luna menggema di seluruh penjuru rumah bahkan terdengar hingga ke luar. Ini bukanlah pertengkaran pertama atau kedua, pertengkaran seperti ini selalu berulang dan tidak pernah menemukan keputusan yang memuaskan kedua belah pihak.

Atmosfer ruangan luas yang berisikan pasangan suami istri itu mulai terasa panas nan tegang, lantai yang senantiasa bersih pun kini dipenuhi dengan pecahan kaca dan barang-barang yang berserakan tak beraturan.

"Permintaan bodoh itu lagi? Sampai kapan pun aku nggak akan ceraikan kamu! Kenapa kamu nggak pernah ngerti?" balas Bagas tak kalah lantang.

"Kamu yang nggak ngerti! Aku nggak ada lagi alasan untuk pertahankan semua ini," ucap Luna kembali, ia menatap tajam kepada suaminya. Ia meraih beberapa lembaran kertas yang ada di atas meja dan menyerahkannya kepada Bagas

"Tanda tangan sekarang juga!" ucap Luna.

Tidak seperti yang Luna harapkan, Bagas justru merobek lembaran kertas itu tanpa rasa bersalah sedikit pun, ia merobeknya tanpa membacanya, satu kata pun tidak. Lembaran kertas yang telah dirobek pun ikut berserakan di lantai.

"Kamu gila?! Pernikahan kita udah dua puluh tahun, untuk apa bercerai?" tanya Bagas penuh emosi.

"Iya! Iya, aku gila! Aku gila karena udah milih kamu! Aku gila karena bertahan sampai sekarang! Aku gila karena nggak pernah berhasil cerai dari kamu!"

Plak

"Jaga mulut kamu, Luna! Aku ini suami kamu!" Bagas kembali membentak Luna.

Luna tertawa kencang, tangan kanannya menyeka keringat di pelipisnya. Lihatlah lelaki yang mengaku sebagai suaminya itu, ia tampak gila hormat tanpa pernah becermin sedikit pun untuk melihat kelakuannya selama ini.

"Kamu nggak cuma sakiti hati aku, tapi kamu juga sakiti fisik aku, Bagas! Dan kamu masih sebut diri kamu sebagai suami?" Luna kembali tertawa hambar seraya mengarahkan telunjuk kanannya ke arah Bagas.

"Suami mana yang lupa sama keluarganya? Suami mana yang berkali-kali selingkuh? Suami mana yang nggak tau diri seperti kamu, Bagas!"

"Itu karena kamu sendiri! Aku suruh kamu untuk gugurkan janin kamu waktu itu, tapi apa yang kamu lakukan?" ucap Bagas.

Pria itu bercak kesal, ia menatap Luna dari ujung kepala sampai ujung kaki lalu berkata, " ... lihat akibat dari ulahmu sendiri, tubuh kamu dirusak Ayla," ujar Bagas dengan nada meremehkan.

"Gila kamu, Bagas," lirih Luna.

"Apa kamu bilang?!" tanya Bagas setengah berteriak.

"GILA! KAMU GILA! KAMU NGGAK TAU MALU, NGGAK TAU DIRI, LELAKI BRENGSEK!"

Plak

Satu tamparan yang begitu nyaring kembali terdengar dengan sangat keras. Suasana kembali sunyi, tetapi hawa panas di dalamnya semakin membara, selayaknya kobaran api yang semakin membesar kala kayu ditambahkan ke dalamnya.

Luna membuka kedua matanya yang tadi sempat ia pejamkan. Kepalanya masih menunduk, ia meraba pipinya, tetapi tidak terasa rasa sakit sedikit pun di kulitnya itu.

"Pergi atau aku kasih tau Kakek sekarang!"

Suara gadis yang terdengar begitu tegas mengembalikan kesadaran Luna. Di depannya kini tengah berdiri seorang gadis yang sedikit pendek darinya, rambutnya yang panjang nan halus yang sangat Luna kenali pemiliknya.

"Jangan ikut campur, Ayla!" Bagas kembali bersuara, memberikan perintah agar gadis di depannya diam.

Sebenarnya Ayla sudah diam sejak tadi. Ia tadinya hanya ingin mendengar di balik pintu utama, karena pertengkaran orang tuanya adalah hal yang biasa. Namun, ia tidak tahan ketika sang ayah tidak pernah mau kalah dan ia juga merasa pertengkaran ini semakin memanas, akhirnya ia memutuskan untuk ikut serta ketika melihat tanda-tanda pergerakan tangan Bagas

"Cerai. Ibu cuma mau cerai. Ayah tinggal tanda tangan, Ibu yang urus sisanya. Apa susahnya itu, Yah?!"

Ayla Salsabila, itulah namanya. Gadis yang kehilangan figur ayah di hidupnya. Selama tujuh belas tahun hidup, ia tidak pernah merasakan kasih sayang dari Bagas, orang yang mengaku sebagai ayahnya itu. Ayla merasa bahwa orang tuanya hanya Luna, hanya Luna yang memberikan kehangatan kepadanya, hanya Luna yang selalu menemani setiap langkahnya. Hanya Luna, tidak dengan Bagas.

Bagas bukan pengangguran, ia sudah lama bekerja di sebuah perusahaan terkenal, bahkan posisinya pun bisa dibilang cukup tinggi, latar belakang keluarganya pun cukup terpandang. Namun, sifat angkuh dan egois dalam dirinya tidak bisa dihilangkan dengan uang, sebanyak apa pun uang yang dimilikinya. Bagas memang mencukupi keuangan rumah, tetapi perannya tidak lebih dari itu.

Sebenarnya Luna dan Bagas dulu memang sepasang kekasih, tetapi pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang diharapkan, mereka menikah karena lahirnya sosok Ayla, pernikahan itu dilaksanakan dua hari setelah Ayla lahir.

Sehari setelah pernikahan digelar, Bagas menghilang entah ke mana. Luna yang sempat depresi karena mengasuh Ayla juga ditinggalkan oleh suaminya tanpa alasan. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali bekerja di sebuah restoran, dengan harapan pekerjaan itu mampu mengembalikan akal sehatnya.

Selayaknya istilah habis jatuh tertimpa tangga pula, Luna mendapati suaminya tengah bermesraan dengan seorang wanita di tempat ia bekerja. Sejak kejadian itu, Luna meminta berpisah dengan Bagas, tetapi pria itu justru berusaha memperbaiki keadaan dengan tinggal bersama Luna. Ia selalu memohon maaf dan meminta Luna untuk tidak membocorkan perselingkuhannya, juga meminta Luna untuk tidak berpisah dengannya.

Luna sudah bersabar selama dua puluh tahun, Luna menjaga semua aib suaminya, tetapi apa yang ia dapat? Ia hanya mendapati suaminya mengulangi perbuatan yang sama, entah berapa kali Bagas selingkuh dan melakukan kekerasa fisik, baik kepada Luna maupun Ayla.

Sebenarnya Bagas sudah tidak terlalu mencintai Luna sejak Ayla lahir, karena menurutnya tubuh Luna tidak secantik dulu-sebelum Luna hamil, tetapi ia tetap mempertahankan rumah tangganya demi menjaga reputasi keluarganya, terutama ayah Bagas. Sebelum pernikahan, mereka sempat membuat perjanjian dengan ayah Bagas, inti dari perjanjian itu tercatat bahwa jika Luna dan Bagas berpisah, maka Bagas tidak akan mendapatkan warisan dari sang ayah. Itulah mengapa Bagas tidak ingin bercerai.

"Pergi sekarang juga!" Ayla kembali bersuara.

"Aku akan ke sini lagi nanti," ucap Bagas yang akhirnya pergi. Namun, ia pergi bukan karena mendengarkan perkataan Ayla, melainkan karena seseorang menelponnya.

Dalam ruangan yang sedikit redup itu kini hanya tersisa sosok ibu dan anak yang saling menguatkan satu sama lain. Luna sadar bahwa dirinya tidak mempunyai kekuatan yang cukup untuk mengalahkan keluarga Bagas, ia hanya seorang wanita yang ingin mendapatkan keadilan, tetapi yang ia dapatkan selama ini hanyalah kesengsaraan.

◇♧◇

Update setiap Kamis dan Senin.

Mahes untuk AylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang