Bab 2 [Lala Nggak Sendirian, Kok]
Jangan merasa sendiri.
Selalu ada orang yang selalu memerhatikanmu dari jauh, menjagamu dan senantiasa mencintaimu tanpa kamu ketahui.•Mahes untuk Ayla•
◇♧◇
Ayla tiba di rumah ketika langit hampir berubah warna, ia berdiam sejenak tepat di depan pintu masuk, kedua telinganya ia fokuskan agar bisa mendengar sesuatu dari dalam.
Aman, batinnya berkata.
Ia memang begitu, itu rutinitasnya sebelum memasuki rumah. Ayla melakukannya bukan tanpa sebab, melainkan karena di rumah dua lantai ini sering terjadi pertikaian antara kedua orang tuanya, ia selalu menyiapkan diri dengan memfokuskan telinganya sebelum masuk ke rumah.
"Lala pulang," ucap Ayla sedikit lantang.
Mungkin kalian heran, tetapi itulah panggilan yang Ayla miliki. Di rumah, sekolah, lingkungan sekitar, semua mengenal sosok Lala. Nama Lala sendiri diambil dari belakang suku kata dari nama panjang Ayla, yaitu Ayla Salsabila. Keduanya mempunyai akhiran La, hingga akhirnya terbentuklah panggilan Lala.
"Sore banget pulangnya, La," ucap Luna. Wanita itu menyambut Ayla dengan wajah yang menampilkan kekhawatiran.
"Ada kumpulan dulu tadi," jelas Ayla dengan perasaan menyesal.
Gadis itu tidak berbohong. Sepulang sekolah, kepala sekolah mengumpulkan semua kelas sebelas dan dua belas IPA dan IPS untuk mengumumkan akan diadakannya program kerja sama antar masing-masing dua kelas, kelas sebelas dan dua belas yang satu jurusan. Sebenarnya perkumpulannya belum selesai, tetapi Ayla memilih pulang duluan karena takut ibunya khawatir dan benar saja itu terjadi.
"Kok, nggak kabari Ibu dulu?" Luna menuntun Ayla melangkah menuju meja makan, di sana sudah terlihat berbagai macam menu masakan yang sangat menggoda perut Ayla.
"Hp Lala mati, habis baterai," jawab Ayla, ia tersenyum lebar menampilkan deretan gigi putihnya.
"Kebiasaan," ucap Luna, " ... makan dulu, setelah itu kamu mandi."
Ayla mengangguk, ia mengambil nasi dua piring, untuk dirinya dan juga untuk sang ibu. Rumah ini seharusnya diisi tiga orang, tetapi yang dijuluki kepala keluarga tidak pernah datang. Kedatangan lelaki itu hanya membawa amarah pada sang ibu, selalu membawa api pertikaian ke rumah yang sunyi ini.
"Kapan kamu ke rumah Kakek?" tanya Luna memecah keheningan.
"Pekan ini kayaknya, Bu. Harusnya akhir bulan, tapi Kakek minta cepet-cepet," ucap Ayla sedikit mendengus kesal.
"Kakek sayang banget sama kamu," lirih Luna, ia menyuapkan nasi ke mulutnya dan mengunyahnya perlahan.
"Seenggaknya ada Kakek yang bersikap baik, Ibu jadi nggak terlalu khawatir kalau nggak ada nanti," lanjutnya tanpa rasa bersalah.
"Ibu mau pergi ke mana?" tanya Ayla dengan cepat.
"Nggak kemana-mana, tapi Ibu nggak akan ada di sisi kamu selamanya." Luna menatap Ayla lamat-lamat, begitu tulus dan mendalam, "Kalau masa itu udah datang, jangan segan-segan minta bantuan sama Kakek, beliau pasti turutin apa yang kamu mau," lanjutnya diakhir dengan senyuman.
"Ibu jangan aneh-aneh kalau ngomong, aku cuma punya Ibu, loh," lirih Ayla, suaranya sedikit bergetar.
"Banyak yang sayang sama kamu, termasuk Cyla dan Dio, jaga mereka baik-baik juga, ya."
"Kok, jadi melow gini, sih." Ayla kini tidak lagi menahan air matanya, ia menyeka tetesan bening di pipinya, "Ibu pokoknya sama Lala terus, nggak boleh kemana-mana, ya," ucap gadis itu kembali yang dijawab anggukan oleh sang ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahes untuk Ayla
Jugendliteratur"Orang yang paling gue percaya pun tetep khianatin gue, siapa lagi yang harus gue percaya?" ucap Ayla begitu putus asa. "Gue. Masih ada gue, Ay." ◇♧◇ Memiliki ayah yang 'gila perempuan' membuat Ayla mudah jatuh hati, hingga ia memilih melabuhkan ha...