BAB V

35 19 0
                                    

HALO SEMUANYA! SELAMAT MEMBACA DAN SEMOGA SUKA!

AAMIIN!

KAWAL CERITA INI SAMPAI AKHIR!✨

---

PLAK!

"Mau sampai kapan Elina? Mau sampai kapan?"

Elina terjaga dari lamunannya saat sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. Suara benturan tangan dengan kulitnya menggema di ruangan sempit itu, membuatnya terhuyung mundur. Matanya berkaca-kaca menahan sakit, namun ia tidak berani menatap langsung wajah ayahnya yang kini berapi-api.

"Berapa kali harus kukatakan, Elina?" Suara ayahnya bergetar dengan amarah yang meluap. "Kamu harus mematuhi perintahku! Apa susahnya untuk menjadi anak yang penurut?"

Elina terdiam, merasakan panas yang membara di pipinya yang memerah. Hatinya bergejolak antara takut dan marah. Sudah bertahun-tahun ia hidup dalam bayang-bayang kekerasan ini, tapi setiap kali tamparan itu datang, rasa sakitnya tak pernah berkurang.

"Ayah, aku..." Elina mencoba berbicara, namun kata-katanya terhenti di tengah jalan saat melihat sorot mata ayahnya yang penuh ancaman.

"Tidak ada tapi-tapian! Dunia ini bukan tempat untuk orang-orang yang keras kepala sepertimu!"

Ayahnya melangkah mundur, menatap Elina dengan tatapan dingin yang membuat bulu kuduknya merinding. Tanpa berkata apa-apa lagi, ayahnya melangkah keluar dari kamar tersebut. Namun, sebelum ia menutup pintu, ia sempat berbalik dan berkata dengan nada mengancam, "Kamu tidak akan keluar dari kamar ini sampai kamu belajar menghormati ayahmu."

Dengan itu, ia menutup pintu dengan keras. Suara dentuman pintu yang menutup menggema di telinga Elina, menambah ketakutan yang sudah mencekam dirinya. Tak lama kemudian, terdengar suara kunci diputar dari luar, mengunci Elina di dalam kamar itu. Ia tahu bahwa ia akan terkunci di sana, sendirian, hingga ayahnya memutuskan untuk membebaskannya.

Elina jatuh berlutut di lantai, air mata mengalir deras di pipinya. Untuk perihal membenci ia tak akan pernah membenci ayahnya, sampai kapanpun. Dibalik segala kekerasan yang ia terima, ia menyadari satu hal yang selalu ia pegang teguh: ia tidak pernah benar-benar membenci ayahnya. Kebencian yang ia rasakan hanyalah pada sifat ayahnya, pada amarah yang meluap dan kekerasan yang tanpa henti.

Dibalik pintu, jelas terdengar suara tangisan ibunya sembari meminta agar Elina tidak dikurung untuk kesekian kalinya.

"Ini yang terbaik untuknya!"

🛵✨🛵

Rumah Zara dan Zayd yang megah perlahan sepi ketika senja mulai menjelang. Suara riuh rendah tawa dan obrolan yang mengisi setiap sudut ruangan sore tadi mulai mereda. Di ruang tamu, Amel, Adam, Kesya, Reyhan, Ela, Najwa, dan Bobby berdiri dengan perasaan campur aduk.

"Terima kasih banyak, Zara, Zayd. Hari ini benar-benar menyenangkan," kata Amel dengan senyum lebar. Matanya berbinar-binar, tak mampu menyembunyikan kegembiraannya.

Zara tersenyum ramah. "Sama-sama, Amel. Kami juga senang bisa mengundang kalian semua ke sini. Kapan-kapan kita kumpul lagi ya," jawab Zara sambil mengangguk.

Amel melirik ke arah Najwa, Ela, dan Bobby serta Iqbal yang berdiri di sebelah Zara dan Zayd. Pertemuan singkat hari ini membuatnya merasa lebih akrab dengan teman-teman baru. Meski awalnya agak canggung, obrolan ringan mengenai materi UTBK yang mereka lakukan bersama mampu mencairkan suasana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NERVOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang