Bab 1

417 56 8
                                    

°°°

°°°Naruto & Hinata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°
Naruto & Hinata

Seseorang mungkin mendapatkan keberuntungan secara kebetulan.




“Paman, ini masih siang bolong, tapi Paman mau bunuh diri?”

Tenggorokan Hinata Hyuuga terasa sangat kering. Dompetnya hilang dan dia sudah berjalan lebih dari tiga puluh menit sambil berharap bisa bertemu dengan seseorang yang dikenalnya agar dia bisa minta dibelikan minum barang sebotol saja. Namun, keputusasaannya berujung pada pertemuan dengan seorang pria dewasa yang tampak akan segera melompat dari jembatan sepanjang 150 meter yang ada di Kota Berlin.

Gadis yang memiliki mata sewarna bunga lavendel itu menghela napas sekali lagi tanpa melepaskan genggamannya pada tangan pria berusia 30 tahun tersebut, lalu menoleh ke bawah untuk melihat sedalam apa sungai yang membentang. Alhasil, bulu kuduknya merinding.

“Tolong pikirkan sekali lagi, Paman,” rayu Hinata sambil bergidik ngeri. “Terjun ke dalam air hanya akan membuat Paman sengsara karena selama beberapa detik saja, Paman seperti sudah di neraka.”

Pria bermata biru kristal itu hanya diam mendengarkan celotehan Hinata, membiarkannya banyak bicara padahal didengar dari suaranya saja sudah jelas jika tenggorokan gadis itu kering. Belum lagi ucapannya yang terlalu mengada-ada seolah sudah pernah berada di neraka.

“Begitu Paman melompat ke air, ada tujuh tahapan yang harus Paman lalui sebelum Paman benar-benar mati dan itu sangaaat menyakitkan!” Hinata melanjutkan bicaranya dengan yakin seolah dirinya sudah melewati ketujuh tahapan yang disebutkan tadi.

“Pertama, Paman bakal merasa panik dan bergerak acak mencoba muncul ke permukaan. Kedua, Paman bakal spontan menahan napas dan berpikir bisa selamat, tapi itu adalah bagian untuk bisa ke fase tiga. Kesadaran Paman bakal ….”

“Apa kau ada di atas gedung untuk bunuh diri? Kau mengikat tali di atap untuk gantung diri? Atau apakah saat dirimu memegang pisau, artinya kau akan mengiris pergelangan tanganmu sendiri?”

Hinata tiba-tiba melepaskan pegangannya pada pergelangan tangan Naruto Uzumaki –pria bermata biru tersebut, setelah menyadari maksud dari apa yang barusan didengarnya. Dia kini memeluk tangannya sendiri dan menelan ludah dengan susah payah.

“Paman sedang tidak berusaha bunuh diri?”

Naruto mengelus pergelangan tangannya dan membuang muka ke arah lain, menghadap sungai yang membentang di hadapannya. “Tidak sama sekali. Terlalu banyak hal yang akan aku tinggalkan jika mati sekarang.”

“Iya, ‘kan?” Hinata tertawa kaku, memecah rasa canggungnya sendiri setelah menyalahpahami seseorang karena pikirannya yang terlalu dangkal. “Orang seperti Paman tidak cocok untuk mati bunuh diri dan omong-omong ….”

Serendepity [NARUHINA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang