Langit dengan segala cuacanya, Anindya dengan segudang lukanya-tak ada hidup yang benar-benar sempurna. Begitu pun kehidupan Anindya, yang seolah selalu dimarahi langit. Bahkan untuk sekadar menemukan sosok yang bisa menggenggam tangannya hingga tua...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Anindya Candramaya—seorang perempuan berusia 25 tahun, lulusan Sastra Indonesia, kini bekerja sebagai editor di sebuah penerbit di Jakarta. Ia dikenal pendiam namun penuh ambisi, memiliki daftar mimpi yang ia tulis dalam buku catatannya sejak SMA: menjadi penulis, memiliki rumah di dataran tinggi, dan membangun keluarga kecil yang hangat.
Di usianya yang seperempat abad, Anindya semakin giat mengejar satu per satu mimpinya. Ia bekerja keras, mengorbankan waktu, tenaga, bahkan hatinya. Tapi hidup tak selalu berjalan sebagaimana rencana.
Beberapa kejadian datang tanpa permisi—mengubah arah hidupnya, menjungkirbalikkan harapan yang telah lama ia bangun. Cita-cita yang dulu terasa dekat, kini menjauh tanpa jejak. Mimpinya hilang sudah. Yang tersisa hanyalah dirinya, berdiri di tengah badai yang belum kunjung reda.