---Nasya dan Tika berjalan beriringan. Mereka berbagi cerita-cerita random yang sesekali di timpali gelak tawa, kadang juga umpatan-umpatan kata yang tidak enak di dengar. Celotehan dan cibiran terasa seperti memakan begitu banyak cabe.
Pasalnya, Tika memang setan kalo ngomongin orang. Nasya terlihat polos dan lugu tapi lama-lama makin setan kalo dipancing Tika.
"Aku tau Sya, makanya aku ga gitu dekat sama Dira. Kemaren pas aku lewat, mukanya sinis kek gitu, benci bnget deh pokok ny aku sama Dira. "
"Aku mah kalo muka orang judes atau sinis sama aku, aku bakalan gtu jga."
"Iy, tapi lebih baik ga usah di hiraukan aj Sya. Aneh bnget orang kayak gtu. Pandangan kayak gtu kan, bikin gak enak bnget, " Ujar Tika.
Lalu seseorang dari arah depan berlari, menghampiri Nasya dan Tika. Keduanya saling melirik bingung.
"Nasya kan?, " Tanya pria itu memastikan.
"..i-iya, "
"Bole minta nomor WhatsApp kamu nggak?, " Tanya pria itu meminta izin,
"Adrian yang minta. " Sambung pria itu sebelum Nasya menyahut.
Nasya menautkan alis sebelahnya, saat nama orang itu disebutkan lagi. Rupanya orang itu masih tak menyerah, karena kemarin Nasya tidak peduli saat orang itu yang katanya ingin bertemu dengan Nasya.
Belum menyahut, Nasya malah melirik Tika sebentar, "aku gak kenal orang itu, " Nasya menyahut dengan lirih acuh tak acuh
Tika menyenggol lengan Nasya, "kasih aja sya, " Bisiknya,
"Ak ngga kasih nomor pribadi ke sembarangan orang Tika,"
"Kasih aja Sya, mungkin dia ada perlu atau perlu ngomong gtu, "
Nasya sempat terdiam sejenak. Tiga detik setelah ny, akhirnya Nasya memberikan nomor WhatsApp nya.
Jam istirahat kedua sudah berakhir. Suasana kelas sepi, tak ada yang bersuara. Semua murid di kelas 11 ips 1, kini di sibuki oleh beberapa lembaran kertas putih. Ujian dadakan.
Matilah Nasya. Sejak setengah jam yang lalu, Nasya masih mengutuki dirinya. Zonk. Otak Nasya kosong. Tak satupun pertanyaan di lembaran itu yang Nasya tau jawabannya.
Hahh!. Hanya helaan nafas berat, dan pukulan-pukulan kecil di dahinya Nasya.
Nasya tak mampu berpikir.
"Cap, cip, cup, kembang kucup, pilih yang mana, yang aku kucup. "
Yapp!. Tak ada pilihan. Jika benar harus memilih, Nasya memilih untuk menggunakan mantra lamanya, yang sudah jadi turun temurun dari kakek buyut nya. Menghitung kancing baju seragam nya, seperti orang bodoh.
Tak hanya Nasya,
"Ngapain Tik?, " Nasya bertanya pelan saat melihat Tika membelah beberapa rambutnya yang kemudian membagi rambutnya beberapa helai. Bibirnya seperti membaca sebuah mantra, tanpa suara.
"Aku hanya perlu percaya pada pilihan jawaban ku." Tika melirik datar, "Jika menurut nenek dari nenek moyang ku, keajaiban itu bisa datang dalam sekejap, jika kamu melafalkan beberapa mantra. Seperti, menghitung seluruh helaian rambut mu tanpa sisa maka, pilihan jawaban di lembar ujian mu akan benar. " Kata Tika menjelaskan panjang lebar sebelum akhirnya Tika mendapat teguran dari gurunya. Ternyata guru nya mendengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck With You
Teen Fiction____ "Kesalahan terbesar ku bukanlah jatuh cinta kepada mu, tapi berfikir bahwa mungkin kamu juga jatuh cinta kepada ku. " -Nasya Setelah kematian ibunya, Nasya dan nenek nya pindah keluar kota. Disana Nasya memulai kehidupan sekolah nya yang baru...