Bab 6

663 88 23
                                    

Tidak ada yang benar-benar berubah selain perubahan itu sendiri

Siang itu, ditengah teriknya hari yang disambut oleh butiran pasir pantai tidak mampu menghangatkan suasana dingin di antara dua anak manusia yang tadi pagi sempat melakukan hal yang menurut mereka adalah sebuah kesalahan.

"Rene,-" Aksara mendekat ke arah Irene yang sedang berkutat di kamar dengan pintu yang dia biarkan terbuka.

"Irene." Aksara memanggil ulang wanita yang masih berkutat dengan pakaian sedang yang dia lipat di atas ranjang.

"Kenapa Sa?" Jawabnya tanpa berbalik, membuat Aksara hanya bisa menghela napas.

"Sorry."

"Nggak usah dibahas Sa. Anggap aja gak pernah kejadian." Ujarnya datar sembari memasukkan beberapa pakaian ke koper miliknya.

"Kamu mau kemana? Kok beresin baju?"

Irene menoleh. "Pulang." Jawabnya singkat sebelum kembali merapikan koper miliknya.

"Kan harusnya masih pulang besok Rene, kalau mama tanya gimana?"

"Aku udah bilang mama kok, dan aku udah kasih alasan yang rasional." Irene berdiri dari ranjang. Kedua tangannya dilipat di depan dada dengan pandangan lurus ke arah Aksara yang sedang berdiri di ambang pintu kamar.

"Kalau kamu mau ikut pulang ya ayo, kalau masih mau disini ya gak masalah."Lanjutnya dengan nada bicara yang terasa sangat dingin.

Lelaki berusia 33 tahun itu terdiam. Selama hampir 30 tahun dia mengenal sosok Irene, baru kali ini dia melihat sosok "dingin" yang selalu dikatakan oleh banyak orang, terutama semua rekan kerjanya di rumah sakit.

"Kamu marah karena masalah tadi?" Tanya Aksara pelan.

"Sa! Aku udah bilang kan gak usah dibahas? Kenapa masih dibahas sih?"

Aksara menghela napas. Lelaki itu menatap istrinya dengan isi kepala yang dipenuhi kebingungan dengan sikap Irene. Ya, mungkin memang tadi pagi mereka berdua melakukan kesalahan, tetapi kalau dipikirkan, itu hal yang wajar dan bahkan seharusnya tidak masuk kategori dosa kalau mereka lakukan mengingat status mereka sebagai suami istri.

"Oke. Kita pulang." Ujarnya tegas dengan tatapan pasrah. Lelaki itu seolah mempertegas bahwa dia tidak ingin memperpanjang masalah yang memang seharusnya tidak perlu dipermasalahkan ini.

Tanpa basa basi, Aksara bergegas turun ke lantai dasar dimana koper dan perlengkapannya memang ada di ruang televisi vila. Di sisi lain, kali ini Irene yang terlihat diam mematung. Tubuhnya tidak merespon, tetapi isi kepalanya beradu saat melihat Aksara hanya menyetujui kemauannya, seperti yang biasa dia lakukan. Entah apa yang salah darinya, tetapi Irene merasa bahwa seharusnya Aksara tidak begitu saja setuju dengan semua keputusannya saat itu.

Sepanjang perjalanan pulang, tentu saja terjadi keheningan di mobil mereka. Bahkan tidak ada pembicaraan kemana mereka akan pulang hari itu. Aksara hanya mengemudi tanpa bertanya lebih jauh karena dia tahu akan percuma berbicara dengan Irene disaat seperti ini.

Setelah hampir tiga setengah jam perjalanan, Aksara menghentikan mobil tepat di garasi rumahnya. Tidak ada protes dari Irene karena yang bersangkutan memang sudah terlelap sekitar dua jam yang lalu. Hal itu juga yang membuat perjalanan mereka menjadi satu jam lebih lama dikarenakan Aksara harus berkendara sedikit lambat agar tidak menganggu tidur sang istri.

Best WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang