"Bundaa! Baju Satya kena lumpur gara-gara Luna!"
Kalian sebel gak sih kalau punya abang yang comel banget mulutnya? Luna tuh dendam kesumat sama BangSat. Setiap Luna main bareng bunga di halaman belakang, BangSat selalu punya cara untuk gangguin Luna.
"Cil, ngapain Lu? Ngobrol lagi bareng tuh rumput?"
Mendengar suara familiar dari belakang punggungnya, Luna memasang ancang-ancang. Ya, menghalau sosok --yang sayangnya memiliki hubungan darah dengan dirinya-- untuk masuk ke area kebun milik Luna. Kehadiran BangSat tuh selalu bawa kesialan. Apalagi kalau berurusan dengan tanaman reproduksi serbuk sari. Luna trauma kawan-kawan hijaunya kembali dirampas oleh BangSat.
Dulu BangSat pernah diam-diam memetik bunga mawar merah Luna untuk dipersembahkan ke punjangga hatinya. Mendengar kabar kawan hijaunya dirampas BangSat, Luna menangis meraung-raung. Ia memberi ancaman akan mengoyak habis tobot milik BangSat yang tersimpan dalam bupet di ruang tamu. Sayangnya, ancaman ini tidak terlaksana karena mimik wajah BangSat yang terbaca 'Habis ditolak'.
"Ih ini namanya bukan rumput BangSat! Tapi lxora coccinea! Ekstrak bunganya dipakai untuk percepat proses penyebuhan luka. Kalau rumput mah kan buat ngenyangin perut mbe sama moo aja."
BangSat berjalan mendekati Luna sambil berkacak pinggang meskipun mendapat pantangan mendekat dari si empu.
"Dan aku lagi kasih afirmasi ke bunga-bunga aku. Di televisi aku lihat cara ini efektif biar bunga tumbuh sehat dan cantik. Karena dia makhluk hidup yang bisa paham bahasa manusia." tambah Luna ikut berkacak pinggang.
BangSat memicing mata, menyelaraskan tinggi dengan adiknya, "Tapi kamu kayak orang gila ngomong sendiri."
Tanpa jeda, wujud bersih BangSat langsung ternodai pupuk organik racikan Luna. Kepergian bocah berusia 10 tahun itu memberikan rasa puas bagi pelaku. Lagian siapa suruh recokin Luna?
Tapi teman-teman, yang namanya lemes tuh emang suka bikin Luna darah tinggi. Beruntung Luna mewarisi kesabaran seluas samudra milik Ayah. Kalau ngga, udah Luna bejek tuh BangSat.
"Ayo Luna, minta maaf sama abang mu itu."
Bunda menarik lengan Luna tuk diulurkan ke arah BangSat. Dengan laga belagu berhias cemong pupuk diwajahnya, BangSat menaikkan dagu setinggi-tingginya dan bersedekap tangan. Biarin aja biarin, Luna sumpahin kecengklak itu leher.
"Maaf bang."
"Dih jutek banget. Yang ikhlas kalau minta maaf tuh."
Oke! Luna tersenyum manis ke BangSat meskipun enggan. Memberi kode mata mengarah ke lengannya yang tak kunjung dijabat oleh abang laknatnya ini, "Luna minta maaf ya Bang Satya. Gak lagi-lagi deh Luna siram Bang Satya pakai pupuk. Lagian, capek juga kalau Luna harus buat pupuk organik tiap pulang sekolah. Nanti tangan Luna gak cantik lagi nih liat nih Bang."
Selayaknya habis manicure pedicure, Luna memamerkan jari-jemari kuku pendeknya. Satya mencomot telapak tangan Luna dan berlalu menjauh, "Dah pergi, alay kamu."
Luna memutar bola mata malas sedangkan Bunda menggeleng terhibur melihat pertengkaran anaknya. Drama kecil kakak beradik Satya dan Luna memang selalu berhasil menghangatkan suasana rumah.
Rina membalikkan badan Luna menghadap dirinya. Mengusap pelan pucuk rambut kepang dua Luna.
"Bunda kenapa?"
"Bunda gapapa kok sayang."
Radar Luna menganalisis mimik wajah dan gestur Rina. Bundanya sedang tidak baik-baik saja. Tapi mengapa?
"Oh iya hampir lupa! Luna bisa bantu bunda berikan kue pisang ke rumah kosong sebelah rumah Budeh Tina gak?"
"Rumah Budeh Tina?"
Luna mengerjapkan matanya berkali-kali seperti tak percaya apa yang baru saja dikatakan oleh Rina.
"Iya? Kamu ingatkan rumah besar yang kosong disamping rumah Budeh Tina? Hari ini keluarga pemilik rumah besar itu datang berkunjung. Bunda denger dari tetangga sih sampai liburan musim panas ini selesai. Bunda kenal dengan eyang dari keluarga itu, gak enak sebagai tetangga kalau gak kasih apa-apa. Tapi bunda lagi sibuk masak dikit lagi ayah kamu pulang. Kamu yang antar ya Lun?"
Luna memproses keras yang didengarnya . Rumah kosong? Rumah yang sering dibicarakan oleh Mira dan Ebot karena makhluk halusnya? Rumah yang ia lewati sambil membaca ayat kursi? Bunda suruh Luna untuk ke rumah itu?
"Bunda..."
"Ayolah tolong bunda Luna. Abangmu ada les setelah ini, ya?"
"Bantu bunda ya Luna sayang." final bunda sebelum akhirnya beranjak pergi ke dapur dan kembali membawa kresek penuh berisi kue basah.
Okay, Luna pasrah. Sekarang apa yang harus dirinya lakukan? Memanggil Mira dan Ebot untuk menemaninya ialah ide yang bagus. Sayangnya, sekarang sudah pukul 4 sore dan Luna pastikan kedua sahabatnya ini tidak ada di rumah. Luna menghela nafas panjang, apapun itu jalan saja deh. Luna akan pikirkan solusinya setidaknya tidak di dalam rumah.
5 menit, 10 menit, 15 menit, dan sampai. Luna memperhatikan seksama rumah antik nan klasik yang Luna dengar tak berpenghuni semenjak dirinya belum lahir. Luna akui, rumah ini sangatlah mewah dan megah. Terutama, Luna sering salah fokus dengan aneka macam bunga yang tersebar cantik di halaman rumah itu. Tapi tetap saja, reputasi rumah besar ini tidak sebaik dengan rumor yang beredar.
Ebot bilang, rumah kosong itu dihuni hantu penasaran yang tidak terima dirinya meninggal atau semacam sedang mencari tahu alasan mengapa mereka meninggal? Luna sebenarnya tidak terlalu paham dengan cerita yang disampaikan bocah pendek dan berisi itu. Luna hanya mengangguk-angguk antusias karena Ebot semangat bercerita. Setidaknya yang dapat ia garis bawahi, rumah ini berbahaya.
Satu langkah, dua langkah, lalu pagar terbuka lebar secara otomatis. Luna tersentak dan hampir menjatuhkan kresek pemberian bunda. Kenapa tiba-tiba pagarnya terbuka?
Angin dingin seketika menusuk seluruh badan Luna. Ini bahaya, perasaan Luna tidak enak. Perlahan, Luna berjalan mundur. Hingga tubuhnya berakhir menabrak benda keras, tinggi, dan mendorong Luna?
Ia mendarat mengenaskan terdampar aspal ditengah jalan. Begitu sadar dengan kondisinya, Luna bangkit dan menatap nyalang siapapun yang berani mendorong dirinya. Tidak peduli jika itu hantu sekalipun, karena berani sekali ia mencelakai Lunaya.
"Eh kamu gapapa?"
Loh, kok hantu ngomong?
03/08/24