12. Sakit

660 52 43
                                    

"Gua gak mau liat muka Lo lagi! Pergi Lo dari sini dan jangan pernah tunjukan muka Lo lagi di depan gua! Saat Lo berpikir kalau gua akan luluh dengan semua yang Lo lakuin jawabnya adalah GAK AKAN! Gua gak akan balik ke rumah itu, gua gak akan sudi tinggal sama Lo dan keluarga Lo yang udah buang gua di panti! Setelah kalian buang gua ke panti gua udah anggap kalian MATI, Jadi jangan usik hidup gua dan enyah dari sini!"

Kata-kata itu terasa sangat menyakitkan, meski ini bukan kali pertama Langit mendengar dari mulut kembaranya, tapi entah mengapa rasanya masih sama seperti saat kali pertama mendengarnya. Entah mengapa, kata terbiasa itu seperti tidak akan pernah ada untuk bisa menerima kalimat menyakitkan yang Angkasa ucapkan.

Setelah seorang dokter keluar dari ruang IGD dan menghampiri Angkasa, Langit memutuskan untuk pergi dari sana. Dia sudah tidak tahan lagi, hatinya terlalu sakit untuk bisa tetap berada di dekat Angkasa dan bersandiwara bahwa dia kebal dengan semua sikap bukur Angkasa terhadap dirinya. Nyatanya meski Langit selalu tersenyum dan bersikap baik-baik saja setelah dia diperlakukan buruk oleh Angkasa, sebenarnya jauh dari kata itu dia tidak baik-baik saja. Sama seperti orang lain saat diperlakukan buruk, mereka akan merasa sakit hati dan Langit pun merasakan perasaan yang sama. Tapi saat itu Langit berusaha kerasa menahanya, dia berusaha untuk bersikap baik-baik saja supaya bisa mengambil hati Angkasa. Supaya kembarannya itu mau ikut denganya pulang ke rumah. Namun sepertinya, semua yang Langit lakukan tidaklah berguna. Karena sialnya, sampai saat ini pun Angkasa tetap membenci Langit.

Jadi apakah saat ini semua sudah tidak ada gunanya? Lalu untuk apa Langit berjuang kerasa?? Tak taukah seberapa sulitnya Langit berusaha bertahan di dunia ini untuk bisa kembali bertemu dengan Angkasa. Meski terlihat baik-baik saja tapi sebenarnya hidup Langit tidak jauh lebih baik dari hidup Angkasa.

Langkah kaki Langit terhenti, sesak yang mengisi dadanya terasa semakin menyesakkan, lalu beberapa detik kemudian air mata yang terus dia tahan pun akhirnya mengalir dari pelupuk matanya. Seperti anak kecil, tanpa bisa menahanya, Langit pun terisak di sana, mengeluarak emosi yang selalu dia sembunyikan dan berharap bahwa hal itu dapat membuat hatinya terasa lebih lega.

Dengan sorot mata sendu dan perasaan sedih seorang pemuda yang terus mengikuti Langit secara diam-diam pun kini memutuskan untuk mendekati Langit. Meski pada awalnya dia tidak mau menunjukan diri dan membiarkan Langit mengatasi perasanya sendiri tapi entah mengapa dia tidak pernah bisa tega saat melihta Langit sedang terpuruk. Rasanya terlalu menyakitkan. Seseorang yang sudah dia anggap seperti keluarga, dia tidak bisa melihatnya terluka.

Tangan hangat milik seseorang yang kini berdiri tepat di belakang Langit itu pun mengelus pucuk kepala Langit. Menyuruh Langit secara tidak langsung untuk bisa lebih tegar. Saat itu, Langit tidak menoleh dan meski dia ingin orang yang sedang menghiburnya adalah Angkasa tapi Langit tau siapa orang itu.

"Kalau gua tau lo akan di perlakukan buruk seperti itu sama kembaran Lo, gua pasti gak akan kasih izin Lo datang ke panti. Gua pasti gak akan kasih tau Lo tentang di mana keberadaan kembaran Lo." Ucap seseorang itu. Namun tak di respon oleh Langit, dia masih bergulat dengan perasaanya. Berusaha menengakan dirinya. Hingga seseorang itu pun memberitahu Langit bahwa kondisi Raka sudah membaik. "Dia bisa langsung pulang."

Setelah mendengar kabar baik tersebut seketika Langit langsung menoleh pada seseorang yang memiliki umur di atasnya satu tahun itu. Seperti seorang adik kecil yang di beri hadiah permen oleh kakaknya saat sedang sedih, wajah sedih Langit langsung menghilang. Mata sendu nya menjadi berbinar, Membuat seulas senyum tipis terukir di bibir seseorang yang kini berdiri di hadapan Langit itu. Ini lah hal yang dia suka dari Langit, meski umurnya tak berbeda jauh darinya tapi Langit sangatlah polos seperti anak kecil. Mungkin karena dia tak pernah bergaul dengan orang lain selain dirinya hal itulah yang membuat Langit berbeda. Ya... Langit adalah anak rumahan. Selain denganya langit tidak memiliki teman.

Langit untuk AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang