SYAQILA ANATASYA [1]

91 41 7
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

*

"𝐾𝑖𝑡𝑎 ℎ𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑏𝑖𝑎𝑠𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑙𝑢 𝑚𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑙𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎ℎ𝑎 𝑘𝑢𝑎𝑠𝑎"

*

Syaqila Anatasya, mahasiswi bercadar yang saat ini tengah menatap bayang-bayang dirinya didepan cermin kamarnya. Sore ini adalah jadwalnya mengajar dipanti asuhan milik almarhum ayahnya. Ya, dia adalah mahasiswa sekaligus guru panti.

Tok..tok...tok...

Perempuan itu menoleh pada sumber suara dan segera membukakan pintu.

"Qila...kamu udah siap?" Tanya wanita paruh baya yang sama memakai jilbab besar namun tidak memakai cadar. Ia memeluk beberapa buku tebal. Asyah Antasari.

"Udah, mi" Jawab Syaqila.

Keduanya lalu bergegas menuju panti asuhan yang sekarang dikelola oleh Syaqila. Bukannya karena apa, ibunda Syaqila tidak boleh kelelahan dan harus banyak beristirahat karena ia memiliki riwayat penyakit jantung.

Sudah bertahun-tahun setelah ayahnya meninggal Syaqila sering banting tulang untuk kebutuhan sehari-harinya. Bahkan ia sempat ingin berhenti kuliah tapi Asyah melarang dengan alasan sebentar lagi akan wisuda. Syaqila yang tak bisa menolak hanya bisa pasrah dan selalu mencari cara agar hidupnya tercukupi.

Syaqila memang bukan terlahir dari kalangan orang kaya tapi kebutuhannya selalu tercukupi bahkan untuk memberi kebutuhan anak-anak pantipun selalu ada.

Itulah, Alloh maha adil. Setiap ada kekurangan pasti ada kelebihan. Syaqila selalu mensyukurinya.

"Qila..umi mau langsung aja ya! Biar cepet selesai"

Syaqila mengangguk "Iya umi".

Setelah Asyah berlalu, perempuan itu lalu beranjak menuju kelasnya. Kelas anak-anak yang seumuran SD mungkin. Dengan bersenandung sholawat Syaqila melangkah anggun, entahlah Syaqila tidak pernah bisa menghentikan sholawat 'Laukaana' yang sangat ia sukai.

Duk...

Brukh!

"Ya Alloh!" Kaget Syaqila karena tiba-tiba ia tersandung membuat buku-buku yang ia dekap berjatuhan.

"Astaghfirulloh..bukunya..." Syaqila bergegas memunguti buku-bukunya. Namun atensinya teralihkan kala melihat tangan lain memungut bukunya juga. Tangan besar dan berurat. Tapi Syaqila tidak peduli, ia tetap fokus memunguti buku-bukunya.

"Kamu gak papa?" Tanya laki-laki itu sambil menyerahkan buku milik Syaqila.

Perempuan itu menggeleng sambil menerima bukunya "Aku gapapa, makasih" Ucapnya tanpa menatap laki-laki dihadapannya. Dia Fahri Abimana.

"Sama-sama"

"Aku duluan kak, Assalamu'alaikum" Ucap Syaqila.

"Wa'alaikum salam" Jawab Fahri seraya memberi jalan untuk Syaqila. Perempuan itu berlalu dengan setia menundukan kepalanya.

Laki-laki itu tersenyum. Ia sangat menghormati perempuan yang selalu menjaga akhlak dan auratnya itu. Perempuan yang berhasil memenuhi kriteria seorang istri untuknya. Meskipun ia tak pernah melihat wajahnya, tapi ia pernah sekali menatap manik Syaqila. Warnanya coklat terang. Warna mata yang mampu menyejukan hatinya. Namun sayang, Fahri belum pernah berani mengungkapkan isi hatinya. Bukannya malu, tapi ini bukanlah waktu yang tepat. Fahri hanya bisa berdo'a kepada Alloh disepertiga malamnya.

Skenario TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang