Cinta Pertama sang Anak Perempuan

9 0 0
                                    




Seandainya Bapak tahu, kalau DNA Bapak yang kuwarisi itu membuat kita kadang mirip, seperti objek yang sedang bercermin. Ah, Bapak pasti tahu kalau aku sering tak satu isi kepala dengan Bapak, makanya aku sering membantah. Meskipun hal itu membuatmu tentu saja marah.

Namun, sejujurnya masih banyak hal yang juga Bapak belum tahu, kalau Bapak menyadarinya. Masih membekas di ingatan tentang amarah Bapak yang teganya menenggelamkan aku yang menangis tersedu-sedu ke dalam bak mandi. Diiringi raungan tangisan Ibu yang menusuk hati. Ada ketakutan hebat yang setelahnya Bapak tetap mendekapku erat merapalkan kalimat penuh maaf.

Tapi lagi-lagi aku tak pernah menyangka bahwa lidah manusia bisa setajam belati dan jika kalimat itu keluarnya dari manusia yang harusnya kuhormati, terasa lebih tajam, dua kali. Barangkali caraku menyayangimu dan menunjukkannya memang salah.

Bapak, aku sebetulnya tak ada maksud untuk membangkang, aku hanya ingin jujur pada diriku dan orang lain. Meski dengan cara terbaik pun di mata Bapak akan selalu salah. Sejujurnya, aku juga ingin seperti anak perempuan lainnya yang bisa menyanjungmu sebagai cinta pertama. Mempersembahkan ruang megah di dalam hati untuk kau tinggali selamanya.

Namun, ada banyak cinta yang akhirnya terkubur kekesalan. Sekeras apa pun aku berusaha melupakan, tapi hati yang telanjur patah berkali-kali ternyata tak akan lagi sama seperti saat baru dilahirkan. Aku tak membenci Bapak, tapi aku juga belum lagi sanggup untuk mangatakan sayang.

Aku harap kelak ada waktu di mana kita bisa duduk bersama bukan seperti cermin, tapi seperti mulut dan
telinga yang bergantian peran. Aku harap kelak ada waktu dimana kita bisa meminum kopi tubruk kesukaan kita bersama dan saling mencintai dengan cara yang lebih tepat.

Bapak, aku masih mau menjadikanmu cinta pertama sebelum semuanya jauh terlambat.






















Poems Of ProblemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang