Sasmita Budiawanti

94 17 0
                                    

“Ada gitu orang kayak lo, kerja blusukan tapi pulang pergi naik Audi? Narasumber aja minder liat lo”

Sasmita Budiawanti, mbak-mbak wartawan tukang komentari semua keajaiban dunia yang enggak ajaib-ajaib banget karena pasti ada aja kekurangan yang Mita temukan mendelik melihat Janis baru keluar dari mobilnya.

Selain dunia, Mita juga tidak pernah absen mengomentari Janis yang menurutnya adalah bentuk dari ketidakadilan takdir.

Melirik Mita malas, Janis urung menutup pintu mobilnya, mempersilahkan Mita melihat isi dalam mobil dengan tangannya.

Mita sedikit membungkuk untuk melihat ke dalam. “Sis! Bisa-bisanya lo bawa kucing mentah mentah tanpa kandang ke dalem sini! Jelek banget anjir jadi ada bekas cakarannya!” Mita mengusap-usap permukaan kulit jok mobil Janis yang bertekstur.

“Enggak jadi dah gue naik mobil bagus ke Bandung,” gerutu Mita kembali berdiri tegak.

“Mit, ini serius nih kita pergi jam satu malem banget?” Janis bersuara, masih dengan pakaian tidurnya sempat mengendarai mobil ditemani rasa kantuk, syukur-syukur dirinya selamat tanpa menabrak trotoar.

“Cius Nis, kata Mas Kevin kita harus kejar narasumber, emang agak lain ini orang, udah kayak belut aja susah ditangkap.” Seperti biasa ucapan Mita selalu dibaluti kenyinyiran.

Dua gadis itu tengah menunggu anggota tim yang lain di basement. Mita duduk di koper milik Janis yang lebih terjamin kualitasnya daripada koper miliknya sendiri.

“Kita di Bandung berapa hari sih? Tiga hari? Satu minggu?” Janis berjongkok di samping Mita.

“Sehari doang! Lo pikir kita mau liburan?” Mita menyahut sewot, memang enggak ada santai-santainya Sasmita Budiawanti ini.

“Tadinya gue pengen mampir ke Ranca Upas. Kasih makan rusa seru kali ya?”

“Ngasih makan rusa doang di ragunan juga bisa Nis.”

“Takut.” Banyak makna lain yang terkandung dari ucapan Janis barusan dan Mita mampu memahaminya.

Mita menatap Janis dalam diam. Mereka berteman bukan setahun atau dua tahun, dari kecil Mita sudah menjadi bagian dari hidup Janis. Semua perjalanan Janis, Mita selalu ikut menyertai. Bahkan saat Janis harus pergi dari Indonesia dan menata kembali hidupnya di Belanda juga Mita tetap terlibat. Dari Indonesia ke Belanda dan kembali ke Indonesia Mita tetap ada untuk Janis.

“Dunia itu luas Nis, enggak semua tempat ketemunya sama orang yang sama.”

Angin berhembus pelan, kesunyian yang tercipta seolah mendukung untuk keduanya terdiam sejenak, terpaku dalam pikiran masing-masing. Keheningan melanda dalam beberapa menit, tidak ada jawaban apapun dari mulut Janis, artinya dia tidak mau mengangkat topik yang akan menyangkut pautkan orang di masa lalunya.

“Nanti, lo pulang lagi ke Solo?” tanya Mita hati-hati, pasalnya sudah hampir 6 bulan setiap hari libur Janis memilih menghabiskan waktu liburnya di Solo daripada di Jakarta seperti biasanya.

Janis tidak menjawab, kepalanya tenggelam di lipatan tangan, rasa sedih, bingung dan perasaan gamang lainnya sudah terlalu lama dia rasakan.

Mita meringis saat Janis menatapnya dengan wajah kusut dan hidung memerah.

“Mas Kevin mana Mit? ngantuk gue pengen lanjut tidur aja.” Janis terus beralih topik.

“Tau tuh, lo tidur dulu aja di mobil.”

“Gue enggak mau dibangunin buat pindah tempat ya Mit.”

Mita mengibaskan tangan “Gampang! tinggal digendong aja sama si Baskara Ali.”

Simbiosis Mutual-Ex Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang