ontmoeten

98 15 2
                                    

Audi merah metalik berhasil terparkir di lantai dasar bangunan apartemen. Pukul 19.00 Janis baru merampungkan pekerjaannya, sisa 1 hari lagi besok maka dia akan langsung terbang ke Solo seperti biasanya.

Ibu
Dek minggu ini pulang tah?

Pesan singkat yang berasal dari Ibu mengundang rasa damai pada gadis bermata hazel itu, setidaknya dia masih benar-benar memiliki tempat untuk pulang.

Pulang Bu, jemput aku ya!

Jika Mita selalu mengeluhkan kepulangan Janis ke Solo, berbeda dengan Ibu yang membuka tangannya lebar-lebar untuk menyambut Janis. Ibu seperti mendapat teman setelah bertahun-tahun ditinggal Romo, anak pertamanya sudah berkeluarga dan tinggal di Jakarta. Sebenarnya masih ada Mas Gusti di Solo tapi karena kesibukan beliau sebagai pimpinan keraton Ibu jadi lebih sering sendiri dan kesepian.

Janis menarik kopernya menuju lantai 4, tempat di mana unitnya berada. Apartemen yang menjadi hunian Janis tidak terlalu banyak memiliki unit setiap lantainya dan lebih sepi. Uang yang harus dikeluarkan jelas lebih besar nominalnya, tapi demi ketentraman hidup, Janis tidak masalah, orang-orangnya sudah sibuk dengan urusan masing-masing dan tidak akan sempat mengurusi kehidupan orang lain, itu adalah poin penting bagi Janis.

Dentingan lift berbunyi, ruang kotak itu hampa tanpa makhluk hidup. Janis berdiri sendirian di dalamnya, menekan tombol angka lantai 4 setelahnya bersandar pada dinding lift yang dingin.

Iris berkilau Janis memandang lurus layar ponsel yang sedari tadi menampilkan halaman berita dengan berbagai macam judul berbeda setelah mengetik satu baris nama.

Sosok Nathaniel Onelio, Pemain Timnas Indonesia yang Menjadi Pusat Perhatian di Debut Pertamanya.

Fakta Menarik Nathaniel Onelio yang Mungkin Tak Banyak Diketahui.

Ting!

Bel lift sudah berbunyi yang artinya Janis sudah harus kembali melangkah. Layar ponsel kembali redup setelah Janis menekan tombol power. Tekadnya untuk melangkah maju dan meninggalkan masa lalu sangatlah besar, tapi sampai detik ini belum ada pergerakan apapun dari gadis itu.

Meninggalkan hubungan yang sudah terjalin lama tidaklah mudah, hampir separuh hidupnya dia jalani bersama sosok itu. Sosok yang sekarang berada dalam radius terdekat dari tempat Janis berdiri.

Mata gadis itu terpaku melihat pemilik nama yang sempat Janis intip di internet tengah bersandar di bingkai pintu unit depan Janis.

Perawakan laki-laki setinggi 1,82 meter itu menatap Janis sekilas sebelum kembali pada kegiatannya mengelus-elus buntalan bulu berwarna oren dalam gendongannya.

Wajah yang lelah berubah tegang, bola matanya bergerak tak beraturan. Di dalam sana jantung gadis itu sudah tak terkira jarak detaknya.

“Mbak?”

Gadis yang kalut itu terperanjat saat seseorang menepuk bahunya. Beberapa orang berseragam jasa pindahan tersenyum saat memasuki lift yang sama.

“Kami mau turun Mbaknya di lantai ini kan?” Seorang bapak-bapak bertanya dengan sopan sambil menunjuk tombol angka menggunakan ibu jarinya.

Mengangguk samar Janis mencuri pandang tempat berpijak Onelio. Harusnya Janis paham bencana sekecil apapun tidak pernah terkira datangnya kapan, apalagi bencana sebesar bertemu dengan mantan seperti ini.

Apakah dosanya pada Mas Kevin dibayar kontan melalui Onelio yang tengah mematrinya tanpa ekspresi saat ini?

Janis berjalan ragu-ragu menuju pintu unitnya. Sebisa mungkin tidak beradu pandang dengan Onel yang menyerongkan tubuh dengan sengaja agar bisa lebih jelas mengintimidasi Janis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Simbiosis Mutual-Ex Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang