kuni, bangun sayang..

9 2 1
                                    


raa menangis terisak. tubuh kuni sangat panas di pangkuannya dan dia tidak tahu harus berbuat apa, kazuha bergerak cepat dia menarik raa ke pelukannya, tubuhnya praktis memeluk raa dan kedua anaknya bersamaan.

"coba tenang, katakan padaku apa kamu sudah mengecek suhu tubuhnya?" raa mengangguk cepat. pelukannya pada kuni semakin protektif.

"aku sudah mengeceknya, nafasnya sangat lemah dan tubuhnya panas sekali. aku mengukurnya dengan termometer dan suhu tubuhnya 38,9!!" tubuh raa gemetaran, dia hanya bisa berdiri disana memeluk kuni dengan kepala dipenuhi fikiran fikiran buruk karena terlalu khawatir. kazuha memeluk raa dengan lembuh, mengelus bahu wanita itu dengan perlahan tapi sentuhannya tegas, berusaha mengalirkan rasa tenang dan hangat dengan gerakan kecil itu.

"tenanglah, panik tidak akan menyelesaikan apa apa, sudah berapa lama dia begini?" runi yang mendengar pertanyaan itu angkat bicara. suaranya bergetar menahan tangis tapi dia tau dia tidak boleh menangis saat ibunya seperti itu, semua akan lebih runyam saat dia ikut menangis.

"kuni sakit sejak pagi, tapi dia masih baik baik saja sampai jam 11 tadi dia bilang dia pusing, terus tidur, aku bilang jangan tidur di lantai nanti bunda marah. tapi kuni tidak bergerak, aku takut dan langsung menelepon bunda" mendengar penjelasan runi, kazuha mengangguk, kemudian memperhatikan kuni dengan serius.

"dia tidak sadarkan diri lebih dari 1 jam, sepertinya parah sekali..ayo kita pergi ke rumasakit, dia butuh perhatian medis. terlalu sakit untuk di rawat sendirian oleh kita" kazuha menggenggam tangan raa dan menuntunnya dengan cepat ke arah mobilnya, mendudukan runi di kursi belakang dengan hati hati.

"runi sayang, kamu disini ya, tidak apa apa kan? biar bunda sama om didepan... nanti giliran okay?"

 runi mengangguk saat kazuha memasangkan sabuk pengaman di tubuhnya, lalu menuntun raa duduk di kursi depan, tepat di sampingnya. kazuha memasangkan sabuk pengaman pada raa dan mengelus kepala kuni dengan hati hati dia menatap raa, pandangan matanya tegas dan penuh keyakinan.

"tarik nafas, dan cobalah untuk tenang. kita harus membawa kuni ke rumah sakit secepat mungkin. jangan khawatir, dia akan baik baik saja." 

raa menatap kazuha, mendengar kata katanya dan berusaha melakukannya, dia mencoba menarik nafas di sela tangisan dan air matanya, meskipun sama sekali tidak bisa berhenti gemetar dan memeluk kuni di dadanya dengan protektif. kazuha mengangguk dan menyalakan mesin nya, berusaha untuk tetap tenang  meskipun dia sama paniknya dengan raa.

"okay.... cobalah untuk tidak terlalu khawatir, dia akan segera mendapat perawatan medis yang dia perlukan." kazuha menggenggam tangan raa yang gemetaran dan meremasnya lembut, mencari ketenangan untuk dirinya sendiri sekaligus memberikan ketenangan untuk raa. dia tersenyum dan mengendarai mobilnya ke rumah sakit secepat yang dia bisa.

"dia akan baik baik saja" bisiknya pelan, lebih menyerupai sebuah doa yang dia panjatkan untuk kuni.

perjalanan menuju rumahsakit terasa menegangkan dan penuh kekhawatiran untuk kuni. fikiran kazuha berpacu dengan rasa takut saat dia mengemudi, berusaha untuk tetap mengikuti aturan lalu lintas di saat dia begitu ingin memacu mobilnya di kecepatan penuh. kazuha memandang kuni sesekali, hatinya sakit melihat betapa tidak berdaya nya anak yang biasa menjahilinya itu sekarang, matanya melirik pada raa yang tetap gemetaran dan menahan air matanya sekuat tenaga sepanjang jalan sambil terus melantunkan doa pada putra kesayangannya. kazuha tahu betapa khawatir dan takut raa saat ini. dia juga merasakannya, kazuha meraih tangan raa dan menggenggamnya, meremas jari jari yang kini ikut panas karena terus menerus memeluk tubuh kuni dengan lembut, berusaha meyakinkan raa dan dirinya bahwa semua akan baik baik saja.

The Blind bond.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang