Part 2

182 11 0
                                        

Enam tahun kemudian,



"Jen!"

"Jenooo"

"JEN!"

Si pemilik nama mengerjapkan matanya, terbangun dari tidurnya setelah semalaman belajar. Panggilan itu, panggilan yang menjadi alarm bangun tidur bagi Lee Jeno. Panggilan dari neraka yang menyambut pagi Jeno entah sudah yang keberapa kalinya.

"Dimana sarapanku Jeno??"

"Ya Tuhan, dasar anak pemalas, kenapa kau lama sekali?? ada apa denganmu?"

Omelan Ibu Tiri Jeno tidak dapat dihindari saat Jeno terlambat membawakan sarapan padanya. Jeno meletakkan sarapan yang telah ia buat di meja halaman belakang rumah. Ibu Tirinya yang sedang workout pagi itu pun kemudian menghentikan kegiatannya.

"Maafkan aku Ibu, Aku-"

"Sudahlah. Cepat pergi bekerja! Kau sudah sangat terlambat"

"Tapi Ibu, hari ini aku ada ujian, aku ingin pergi ke sekolah lebih awal hari ini"

Ibu Tiri Jeno menghela nafas dan memasang wajah lelah pada Jeno. "Dengar Jeno, orang-orang yang pergi ke sekolah itu untuk bertambah pintar agar mereka mendapat pekerjaan, dan kau itu sudah punya pekerjaan. Berhenti mengeluh dan cepat pergi."

Dengan malas Jeno bersiap dan pergi ke restoran Ayahnya, yang telah menjadi milik Ibu Tirinya. Ia terlalu malas berdebat dengan wanita itu dan memilih untuk tetap patuh padanya.

————————

"Hei, Hei Jeno! Apa yang kau lakukan disini??" Itu Kak Taeyong.

"Kakak tidak lihat? Aku sedang beres-beres. Kakak minggir dulu, aku mau selesaikan ini dengan cepat" Jeno sibuk dengan pekerjaannya mengambil piring kotor dan mengelap meja-meja yang ada.

"Tidak, tidak. sini berikan padaku" Taeyong dengan cepat merebut piring-piring kotor tersebut dari tangan Jeno dan membuat gerakan mengusir dengan tangannya.

"Aku tidak akan membiarkanmu bekerja pada jam segini. Ayolah ini sudah waktunya kau berangkat sekolah. Kenapa kau masih disini??"

"Kenapa kau selalu menaati apa yang Ibu Tirimu katakan?? Apa kau tidak lelah?" Omel Taeyong yang kesekian kalinya setiap wanita yang disebut Ibu Tiri itu terus mempekerjaan Jeno.

"Tapi kak—"

"Sudah, sudah serahkan saja ini padaku. Pergilah aku akan menyelesaikan tugasmu" Jeno tersenyum senang. Kak Taeyong sudah seperti keluarga baginya. Ia selalu dapat membantu Jeno di setiap masalah. Dengan cepat Jeno mengambil tasnya dan tak lupa mengucapkan "Terima kasih Kak Tae, Aku pergi dulu yaa!" sambil pamit dan melambaikan tangan pada pekerja yang lain.

————————

"Good morning peeps, here's your daily reminder. Its alrealy summer! jangan lupa untuk memperbanyak minum air putih di cuaca yang panas ini. Dan hari ini merupakan kesempatan terakhir kalian untuk mendapatkan tiket ke Pesta Dansa musim ini! See you!"

-

“Disana, parkir disana”

Mobil Haechan mendadak berhenti dan tidak dapat parkir di tempat yang Jeno tunjuk. Itu Shelby dan teman-teman geng-nya. Gadis-gadis populer tipikal orang-orang yang selalu menjadi pusat perhatian dan dipuja semua kalangan.

“Orang-orang seperti Shelby dan Mark Lee itu secara genetik dibuat untuk satu sama lain,”

“Bayangkan sebesar apa ego yang mereka miliki terhadap satu sama lain”

Bagi orang-orang populer seperti mereka Jeno maupun Haechan yang tidak memiliki kedudukan apa-apa tidak berarti di sekolah ini. They don't even know that people like them are exist.

Tapi bagi Jeno yang sama sekali tidak populer, itu lebih baik karena dengan begitu ia dapat menjadi dirinya sendiri daripada harus mementingkan ego dan gengsi seperti gadis-gadis itu.

-

Jeno dan Haechan melangkahkan kaki mereka di koridor sekolah, melewati banyaknya siswa maupun siswi yang berlalu lalang.

“Pagi, Jeno,”

“Kau terlihat cantik hari ini, seperti biasa”

“Jangan membual, Kak. But, thank you” Jeno membalas pujian kakak tingkatnya yang seringkali menyapanya. Ia terlihat sibuk dan terlarut dalam game yang dimainkannya dan tidak fokus dengan sekitarnya. Dan detik itu juga ia langsung pamit dan menuju ke kelasnya.

“Ya, seperti biasanya” ucap Jeno

“Menurutku dia sangat aneh,” Haechan yang berdiri disamping Jeno pun memberikan respon.

“Yah setidaknya dia terlihat bahagia” Jawab Jeno.

“Bahagia? Hei, dia sudah seperti hidup di dunia lain,”

“Tapi terkadang dunia maya memang lebih baik dibanding realita,” sambung Haechan.

Dering notifikasi ponselnya membuat Jeno dengan cepat ingin membaca dan merespon pesan yang masuk “Yaa, omong-omong soal itu, aku pergi duluu,”

“I’ll see you later!” pamit Jeno meninggalkan Haechan di tengah keramaian. “Hahh, Lee Jeno dan dunianya” keluh Haechan.

————————————————

Cinderella (Markno)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang