Mengasah Kecerdasan

6 1 0
                                    

#Just historical fiction of the Amerta kingdom. It has nothing to do with real life. If there are similarities in the names of characters, events and places of events. Just a coincidence.
.
.
.
.

Harjuna kini tumbuh menjadi seorang remaja yang cerdas. Dengan tubuh yang tinggi serta otot yang mulai keluar. Paras ayu yang membuat dirinya digemari banyak orang.

Di sekolah, Harjuna selalu menjadi bahan pujian para guru dan siswa lainnya. Sekolah yang memang didirikan untuk para anak bangsawan menuntut ilmu, Harjuna dan Janu belajar bersama di sana.

Harjuna yang terkenal akan kemampuannya di bidang akademik membuat siapa saja merasa kagum. Didampingi oleh sang kakak, Janu yang mampu mengimbangi kecerdasan akademik Harjuna membuat keduanya disegani dan diberi julukan "Kembar Amerta".

Di sekolah, Harjuna sering diminta untuk membantu teman-temannya yang kesulitan dalam pelajaran. Dia selalu bersedia membantu dengan sabar, menjelaskan konsep-konsep yang sulit dengan cara yang mudah dimengerti.

"Harjuna, bisakah kamu membantuku dengan tugas sejarah ini? Aku benar-benar tidak mengerti bagian ini." Intrupsi dari bangku sebelahnya membuat Harjuna menoleh ke arahnya. Ia adalah Wira, sahabat Harjuna anak dari salah satu ksatria Amerta.

Harjuna tersenyum dan duduk di sebelah Wira. "Tentu, Wira. Mari kita lihat bersama-sama."

Dengan sabar, Harjuna membantu Wira memahami materi sejarah dan menyelesaikan tugasnya. Wira merasa sangat terbantu dan berterima kasih kepada Harjuna. "Terima kasih, Harjuna. Kamu benar-benar teman yang baik dan cerdas."

Harjuna hanya tersenyum, merasa senang bisa membantu temannya. Dia menyadari bahwa kecerdasan bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi juga untuk membantu orang lain.

Selain kecerdasan akademiknya, Harjuna juga menunjukkan kemampuan luar biasa dalam strategi dan pemecahan masalah. Di bawah bimbingan Sang Ayah serta bantuan dari Satria, Harjuna belajar tentang seni perang dan strategi sejak usia muda. Setiap akhir pekan, Arya mengadakan sesi latihan khusus di halaman belakang rumah mereka.

Pada suatu hari, Arya memutuskan untuk menguji kemampuan Harjuna dalam merancang strategi. Dia mengatur sebuah skenario perang kecil-kecilan dengan menggunakan miniatur tentara dan peta.

"Harjuna, bayangkan kamu adalah seorang panglima perang. Musuh kita lebih banyak dan memiliki posisi yang lebih tinggi. Bagaimana kamu akan menyusun strategi untuk mengalahkan mereka?" Pertanyaan Arya diberikan kepada sang putra. Dengan tangan yang menunjukkan Medan pertempuran yang telah ia buat.

Harjuna memandangi peta dengan seksama, memikirkan setiap kemungkinan. Setelah beberapa saat, dia mulai mengatur miniatur tentara di peta, menunjukkan rencana serangannya kepada Arya. "Ayah, kita akan mengalihkan perhatian musuh dengan serangan kecil di sisi kanan, sementara pasukan utama kita akan menyerang dari sisi kiri yang lebih lemah. Dengan begitu, kita bisa mengepung mereka dan mengambil alih posisi tinggi."

Arya mengangguk, kagum dengan pemikiran putranya. "Strategi yang sangat cerdas, Harjuna. Kamu benar-benar memiliki bakat dalam seni perang."

Latihan strategi ini tidak hanya mengasah kemampuan Harjuna dalam berpikir kritis dan analitis, tetapi juga memperkuat ikatan antara ayah dan anak. Arya selalu mengajarkan Harjuna untuk berpikir beberapa langkah ke depan dan mempertimbangkan semua kemungkinan sebelum mengambil keputusan.

.
.
.
.

Hari ini adalah hari Minggu, jadwal yang pas bagi Harjuna membantu sang Ayah menyusuri pasar. Setelah menyelesaikan latihan di halaman belakang rumah, Harjuna, bersama dengan Sang kakak, Janu, dan Arya, ayah mereka, bersiap-siap untuk menemani Prabu Wijaya Amerta menyusuri wilayah pasar dan pemukiman warga. Mereka berjalan tanpa pengawalan mencolok, meskipun para prajurit tetap mengawasi dari kejauhan sambil menyamar.

Harjuna Prabu Amarta (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang