Pov Ohm Pawat

73 4 4
                                    

Namaku Ohm Pawat. Aku sekarang sudah hampir lulus SMA, hanya tinggal menunggu waktu kelulusan. Aku belum memutuskan akan kuliah dimana. Akan kupikirkan nanti. Karna saat ini pikiranku dipusingkan oleh seseorang.

Aku tinggal di suatu komplek yang jarak rumah ke rumah sangat dekat. Memiliki orang tua yang punya jiwa sosial tinggi membuat kedua orang tuaku banyak dikenal dikomplek. Ayahku bekerja kantoran sedangkan ibuku hanya ibu rumah tangga. Aku punya kakak yang bekerja di luar kota setelah dia menyelesaikan kuliahnya.

Sifat yang berbeda dari kedua orang tuaku, aku tidak suka keramaian. Tidak suka banyak orang. Tidak suka bergaul. Aku lebih suka belajar atau bermain game sendirian. Selain teman di sekolah, teman satu komplek hanya anak tetangga. Nanon namanya.

Dari kecil Nanon selalu dititipkan pada ibuku. Ia anak tunggal yang juga punya orang tua tunggal. Ayahnya sudah lama tiada. Ibunya sibuk bekerja. Semasa SD, ibuku yang selalu menjemputnya sekolah bersama denganku. Kami satu sekolah.

Kami terpaut usia tiga tahun. Aku kelas empat SD dan Nanon baru masuk SD. Ibuku bilang Nanon sudah seperti anaknya sendiri. Dan aku harus menjaganya, mengajaknya bermain, mengajarinya belajar. Aku juga menikmati pada saat itu aku benar menganggapnya sebagai seorang adik dan bermain bersamanya.

Saat aku mulai SMP dan punya beberapa teman di sekolahku, aku mulai jarang bermain bersamanya. Walau kadang dia ada dikamarku dengan stik PS ditangannya. Tapi karna aku janji dengan teman sekolahku, aku mengabaikannya dan pergi keluar rumah.

"Bang, buka. Aku mau mandi juga" ucapnya kala senin pagi mengetuk pintu kamar mandi."

"Sabar. Aku belum selesai."

"Tapi aku nanti telat bang. Buka lah, mandi sama-sama."

Aku membuka pintu kamar mandi dengan kepala penuh sampo. Nanon masuk dan membuka bajunya sembarangan bahkan hingga basah.

"Kenapa gak pulang sih, mandi dirumahmu. Biar cepet."

"Males nyebrang. Bajuku juga disini. Mana sini gayungnya." Ia merebut gayung yang sudah berisi air siap kupakai untuk membilas busa yang ada dikepalaku.

"Non, abang belum bilas ini. Matanya perih kena sampo." Mataku masih terpejam dan hanya mendengar guyuran air yang Nanon pakai untuk membasahi badannya. Ia kemudian dua kali menuangkan air di atas kepalaku dan hilang sudah busa-busa itu.

"Nih gayungnya." Iya memberikan gayung dan mulai menggosok badannya dengan sabun yang berbusa.

Nanon membelakangiku. Tapi melihat tubuhnya yang dulu bagai bayi, yang dulu dibedak sampai seluruh badan, yang dulu masih kecil kini ada didepanku. Mulus dengan busa busa yang menempel pada tubuhnya. Ada sesuatu yang membuat aku merinding.

"Bang. Kenapa belum mandi?  Nanon mau cepet. Kalau abang belum, aku dulu lah."

"Ohh iya, abang dulu." Tergagap aku dan mulai mengguyurkan air ditubuhku.

"Wahh punya abang udah besar... Punya ku kecil. Kalau sudah esempe punyaku bakalan kayak punya abang kah ya.." ucapan Nanon membuat aku melihat ke arah juniorku yang memang besar saat ini. Berdiri tegak. Otomatis tanganku menutupnya. Aku malu, sangat malu. Untung saja aku selesai mandi dan segera keluar kamar mandi dengan handuk. Cepat-cepat aku bersiap ke sekolah.

Setelah beberapa saat meneliti dan dari pembicaraan teman sekolah, wajar jika junior kami laki-laki berdiri pada pagi hari. Tapi kala itu membuatku tak ingin mandi bersama Nanon karna malunya masih kurasakan.

Tidak setiap saat Nanon menginap di rumahku. Karna ibunya bekerja dari pagi hingga sore. Hanya waktu-waktu tertentu saja biasanya Nanon menginap. Seperti hari ini, lagi-lagi dia dikamarku bermain game saat aku pulang dari bermain bersama teman sekolah.

Adik bukan AdikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang