Pov Nanon Korapat

30 4 2
                                    

Namaku Nanon Korapat. Aku sekarang memasuki awal semester perkuliahan. Aku tinggal bersama abangku. Bukan abang kandung tapi dia adalah orang yang paling dekat denganku. Dari kecil aku bersamanya.

Namanya Ohm Pawat. Dia tinggal didepan rumah kami. Sejak papa meninggal, mama membawaku ke kampung halamannya dan bekerja disana. Tapi dia sering bepergian sehingga aku selalu dititipkan pada temannya.

Temannya memiliki dua orang anak dan salah satunya abangku. Hampir setiap hari aku dititip bersama dia, pulang dan pergi sekolah biasanya juga bersama. Ibu dan ayahnya juga sudah ku anggap keluargaku. Aku sering menghabiskan waktu bermain bersama abang. Kami tinggal dikomplek dan hanya beberapa saja anak seusia kami. Tapi aku hanya bermain bersama abangku. Ia juga mengajari aku cara bersepeda. Ia juga mengajariku belajar membaca. Hal-hal yang tak bisa aku dapatkan dari papa yang sudah meninggal dan ibu yang sibuk bekerja, semua kudapat dari dia.

Orang ini begitu beharga bagiku. Aku suka tidur bersamanya. Aku suka cara dia mengelus kepalaku. Aku suka kasih sayang yang ia berikan. Kata mama abang begitu peduli denganku jadi aku harus menghormatinya. Jika ada hal yang ia larang, maka jangan lakukan. Kata mama semua demi kebaikanku. Jadi aku selalu menuruti permintaan abangku dan tak ingin membuatnya marah.

Jika teman-temanku disekolah membahas orang tuanya, aku selalu membanggakan abangku. Ia sudah seperti idola bagiku. Abang keren, abang yang serba bisa, abang yang pintar. Abang yang mengajariku banyak hal. Aku tak perlu malu karna tak punya papa atau mamaku yang sibuk. Abangku terlalu sempurna dan aku suka membanggakan. Walaupun sesekali ada yang bertanya apakah abang kandungku, atau berkata 'kan bukan abang kandungmu, nanti dia juga punya pacar dan gak perduli kamu. Contohnya abangku sendiri, kalau punya pacar dia gak akan perduli lagi padamu.'

Karna kata-kata alah satu temanku, aku mencoba mendapatkan pacar. Beberapa temanku juga punya pacar. Aku ingin tau rasanya pacaran sebelum abang tak lagi perduli padaku dan memilih pacarnya sendiri. Setelah aku mendapatkan pacar, gadis itu mengajakku untuk jalan-jalan sepulang sekolah. Sepulangnya ia berkata ingin tau rumahku dimana. Tapi saat didepan rumah, ia malah ingin menumpang buang air. Dan aku mengajaknya masuk ke dalam rumah. Dengan cara kesopanan menerima tamu, aku membuatkannya minum dan mempersilahkannya untuk duduk. Tak tau mau bicara tentang apa, akhirnya kami hanya bermain. Satu jam sudah dia dirumahku. Tapi dia tidak ada niat untuk pergi.  Bosan dengan bermain, ia mendekat seperti ingin membisikkan sesuatu padaku. Tapi tiba-tiba abang datang dan menarik lenganku. Kami berdebat karna aku membawa gadis kedalam rumah. Sejujurnya tak ada niatku seperti itu. Sejujurnya ini hanya kebetulan. Tapi itu membuat abang marah padaku. Dia tak mau mendengar pembelaanku dan itu membuatku kesal. Aku juga jadi terpancing marah dengannya. Kami berdebat sehingga dia pulang. Melihat abang pulang, gadis itu izin pulang padaku. Malamnya aku bicara pada mama bahwa abang marah. Alasannya karna aku membawa pacarku ke rumah. Bukannya mendapat pembelaan, mama juga ikut marah padaku dan mengomel sepanjang jam. Aku bahkan tidak berpikir untuk memegang tangannya. Apalagi lebih dari itu. Aku tak mau. Mama tak berhenti ngomel dan aku rasanya ingin tidur di kamar abang. Jadi aku pergi kesana. Meminta maaf dan abang dengan tenang menyuruhku tidur dengannya. Aku juga tak marah lagi. Aku tidur dengan nyenyak disamping abang. Rasanya nyaman.

Aku terbangun karna gerakan mendadak abang yang membuat kasur jadi bergerak. Mungkin abang kebelet pipis. Aku memejamkan mata kembali. Tapi sayup-sayup kudengar suara dari dalam kamar mandi. Aku memang masih kecil tapi aku sudah mendengar dari teman-temanku tentang coli. Walaupun aku belum pernah mencoba. Tapi biarkan saja, karna itu wajar bagi laki-laki.

Suatu hari abang tak ingin tidur bersamaku. Aku marah padanya, biasanya juga ia setuju saja. Bahkan ia lebih memilih tidur disofa dibandingkan dikasur hangat denganku. Kesal sekali aku pada saat itu. Dia tak tau apa aku dirumah sendirian dan ada bayangan hitam dari jendela kamarku. Entah apa tapi tiba-tiba saja aku takut. Awalnya berharap abang mau datang kerumahku, tapi karna setengah sepuluh mungkin abang sudah tidur atau sedang belajar. Maka aku yang datang kerumahnya. Aku sempat mendengar abang tak mau kerumahku, dia bilang aku cukup besar untuk tidur sendiri. Kupikir memang iya, aku sudah bisa tidur sendiri walaupun masih sering ditemani mama. Jadi kupikir hari itu ingin jadi hari terakhir aku minta temankan untuk tidur. Tapi ternyata abang lebih memilih tidur disofa. Dan ibu menemaniku tidur. Walau aku tau setelah terlelap sebentar, ibu kembali ke kamarnya.

Adik bukan AdikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang