12

1.1K 117 2
                                    

Pagi itu, Nyi Branang menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk ritual mandi bunga tujuh rupa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi itu, Nyi Branang menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk ritual mandi bunga tujuh rupa.

Jamal dan Wahyu berdiri di depan wadah besar berisi air yang telah dicampur dengan berbagai bunga harum.

Jamal melepas pakaiannya, bertelanjang dada, sementara Wahyu mengenakan jarik batik untuk menutupi tubuhnya, demi menghindari hal yang tidak diinginkan seperti kemunculan pria berbaju hitam semalam.

Nyi Branang mulai menuangkan air bunga ke tubuh Jamal, memijat lembut bahunya dan menyiramkan air dengan penuh ritual.

Setiap gerakan tangannya disertai dengan doa dan jampi-jampi.

Aroma bunga tujuh rupa memenuhi udara, menciptakan suasana sakral dan menenangkan.

Kemudian giliran Wahyu. Nyi Branang dengan hati-hati menyirami tubuh Wahyu yang terbungkus jarik batik.

Wahyu merasakan kehangatan dan ketenangan mengalir melalui tubuhnya seiring air bunga membasahi kulitnya.

Ritual ini bukan hanya membersihkan tubuh mereka, tetapi juga memberikan perlindungan spiritual untuk perjalanan mereka.

Setelah mandi bunga, Jamal dan Wahyu duduk bersila di hadapan Nyi Branang.

Nyi Branang mengambil beberapa daun dan bunga dari wadah, lalu mengoleskannya ke dahi dan tangan mereka.

Dia mengucapkan mantra-mantra pelindung dengan suara tenang namun penuh kekuatan.

Cahaya lilin yang redup di sekitar mereka menciptakan bayangan yang bergerak-gerak di dinding gubug.

"Nek.." Jamal bertanya dengan rasa ingin tahu. "Apakah ini benar-benar akan melindungi kami?"

Nyi Branang mengangguk dengan tegas. "Percayalah, anak-anak. Mantra dan ritual ini akan memberikan kalian kekuatan dan perlindungan yang kalian butuhkan."

Dengan perlengkapan yang telah diberikan dan perlindungan spiritual, Nyi Branang mengantar Jamal dan Wahyu keluar dari gubug.

Mereka mulai berjalan kaki menuju pintu gaib yang akan terbuka pada malam satu suro.

Perjalanan itu sekitar lima kilometer, melewati hutan yang lebat dan jalan setapak yang tersembunyi.

Di sepanjang perjalanan, mereka melihat beberapa orang yang tampak seperti manusia. Jamal dan Wahyu saling berpandangan dengan cemas.

"Apakah mereka manusia?" tanya Jamal.

Nyi Branang mengangguk. "Ya, mereka manusia."

[BL] Mati Matian | END✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang