Kini sudah tandas dua kaleng minuman berkafein tinggi membasahi kerongkongan pemuda berkacamata. Kaleng ukuran kecil bekas minum dilemparnya ke tong sampah, berharap semua penat terbawa bersama sampah-sampah itu.
Dilepasnya secara paksa lanyard yang seharian ini menggantung di leher. Bunyi mesin otomatis menjadi pertanda kartu akses telah berhasil membawa pemuda itu keluar dari gedung tinggi pencakar langit.
"Kayaknya dua kaleng kopi masih kurang ya, Gi."
Gideon atau Gi, itu panggilan cowok jangkung dengan tinggi 177cm selama di lingkungan kantor. Dia tidak lagi memperkenalkan dirinya dengan sebutan Deon. Seakan ingin menjadi kepribadian baru yang lebih dewasa.
"Eh Nadia, kirain siapa." sapa Deon kepada orang yang kini menjajarkan di samping dirinya "haha iya, harusnya segalon aja nggak sih biar kerja, kopi, kerja, kopi, terus tipes."
"Hahaha bisa aja lo, Gi."
Iya, Gideon dan Deon adalah dua orang yang berbeda. Gideon mudah sekali berbaur menimpali obrolan remeh seperti ini, sedangkan Deon adalah sosok yang kaku, membalas lawan bicara sekadarnya, dan dingin. Kalau kalian penasaran, Deon adalah sosok hidup dari Hotaro Oreki.
"Lo balik naik apa?" Tanya Deon basa-basi.
"Gue lagi nunggu ojol, sih. Kenapa, Gi?"
"Nggak, nggak apa-apa. Kalau naik MRT sekalian bareng gue jalannya." Jawab Gideon sambil tertawa meremehkan hal bodoh yang baru saja ia katakan. Sejak kapan Deon bisa sok akrab seperti ini.
"Eh, iya lagi mode Gideon kalau di kantor." Batin Deon menyambung ucapannya.
"Sorry ya Gi, gue nggak naik MRT."
"Eh, ngapain minta maaf. Gue cuma nanya doang kok. Jangan ngerasa ngga enak gitu."
"Hahaha, iya Gi. Santai aja. Btw, gue duluan ya ojol gue udah sampe depan halte." Ucap Nadia sambil berjalan menjauh dari tempat ia berdiri semula.
Deon menghela nafas lelah begitu ia mulai mengambil langkah menyusuri trotoar yang membawanya ke stasiun MRT terdekat.
Pikirannya melayang kembali ke obrolan tempo hari dengan beberapa teman kuliahnya dulu. Tentang rencana liburan ke Singapore.
Tawaran itu bagai angin segar bagi Gideon yang memang butuh healing, melarikan diri sementara dari rutinitas yang membuatnya stress.
Tanpa pertimbangan yang lebih jauh, Ia menyutujui ajakan Dika, si ketua angkatan. Semua berjalan baik-baik saja sampai fakta bahwa Dika bersahabat baik dengan Dean, dan Dika berencana ingin mengajak cewek itu untuk ikut liburan bersama.
Entah, ia senang bisa bertemu lagi dengan Dean secara langsung tapi juga ada rasa mengganjal yang Ia yakini bahwa Dean tidak akan senang melihat dirinya.
Deon begitu ingin kembali menghubungi Dean tapi akalnya selalu mencari alasan yang tepat mengapa Ia harus melakukannya. Namun, bertahun-tahun terlewati Ia tak kunjung mendapat jawabannya.
Bahkan jarak di antara keduanya semakin jauh.
Deon terlalu membentengi dirinya begitu kuat namun di saat yang bersamaan dia juga secara terang-terangan memberi celah untuk Dean masuk ke dalamnya.
Dia sudah terlalu jahat pada Dean. Mungkin namanya sudah masuk ke daftar hitam bagi cewek scorpio itu.
Semua kontaknya sudah diblok oleh Dean. Seharusnya ia tidak ambil pusing bahwa dia akan aman di dalam bentengnya. Namun, yang Deon rasakan malah sebaliknya.
Sibuk dengan segala pemikirannya sampai tak sadar dirinya sudah sampai di dalam stasiun MRT.
Kacamata dilepasnya, tangannya perlahan memijit pelan pangkal hidung mencari sensasi rileks.
KAMU SEDANG MEMBACA
D(i) Antara
FanfictionDeon dan Dean membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyadari perasaanya. Tak pernah disangka pula Dika akan terseret ke dalam persoalan dua sejoli yang tengah terikat oleh benang kusut. Haruskah masing-masing menurunkan ego untuk mengurai benang...