five

170 16 1
                                    

Suatu pagi di rumah rol kiri. Suara deburan ombak dan beberapa burung menyapa pagi seluruh penghuni rumah. Satu persatu orang mulai bangun dari tidurnya, duduk di ruang tengah, ke dapur, ke belakang rumah, bahkan ada yang masih tidur.

Rion tidak biasanya bangun pagi-pagi. Atau... dia belum tidur? bisa jadi.

Matahari semakin naik, jam dinding menunjukkan pukul 8 pagi, waktunya sarapan bagi mereka. Tapi tak biasanya sarapan belum tersedia di dapur.

"mami kemana pih? kok tumben belum bangun?" Kata Mako yang mulai dilanda lapar. Rion baru keluar dari samping rumah, habis mengopi dan merokok kelihatanya. "loh? belum bangun?" tanya Rion balik. "ditanya malah nanya balik si bapak" timpal Key. "yaudah papi cek dulu".

***

Rion langsung pergi menaiki tangga menuju kamarnya. Sedikit merasa cemas akan kasihnya. Jarang sekali Caine bangun siang begini. Mana lah Rion meninggalkan ponselnya di kamar.

Dibukanya pintu kamar, menampilkan gundukan selimut tebal di sebelah kiri ranjang. Menghadap kanan, terlihat membelakangi orang yang ada di pintu saat ini. Awalnya Rion hanya memanggil lembut dari daun pintu, tapi tak ada jawaban dari si surai merah. Akhirnya Rion mendekat. Mencoba membuka selimut yang menutupi wajah paripurna sang istri.

"sayang... kamu kenap—hey? kok nangis? caine? kenapa?" Rion panik melihat kesayangannya tiba-tiba menangis. Kemudian ia pindah duduk ke sebelah kanan Caine menghadap. Mengusap lembut pipinya. Terasa panas?. Lantas Rion Mengecek dahinya. Panas juga. "caine... kamu demam? kenapa ga bilang atau panggil yang lain siih?" Ucap Rion dengan lembut. "ya orang kamu /snif tiba-tiba gaada /snif. kamu kira aku ada tenaga buat ke meja itu ngambil hp/ht?" Caine akhirnya membuka suara. Bergetar, lirih, sesenggukan, seluruh wajahnya semakin merah. Rion malah tersenyum melihat pemandangan ini. Makin 'cantik' katanya.

"aduh, iya maaf ya sayang. aku abis ngopi sambil bahas kerjaan sama granpa sama anak-anak, jadi ngobrolnya panjang. ga sadar kalo kamu belum turun. maaf yaaaa cantik" Begitu penjelasan Rion untuk menenangkan si cantiknya. "peluk" kata Caine lirih dan singkat. "apa?" Rion pura-pura tak mendengar. "iish! peluk!" Caine dengan susah payah mengumpulkan tenaga untuk meladeni Rion. "hahahah iyaa sayang sini sini~". Ia berpindah posisi jadi tiduran sembari memeluk caine sekarang. Mengusap lembut surai merahnya. Memberikan ketenangan. Membuat Caine kembali menutup matanya yang berat.

Rion mencoba mengambil ht di sampingnya, bermaksud menghubungi anak-anaknya.
"halo cek radio"
"masuk"
"yo"
"masuk"
"tolong ambilin plester kompres di ruangan pak sui. sama obat demam sekalian."
"okee"
"itu key udah lagi ambilin pii"
"siapa yang sakit pih?"

Pertanyaan terakhir tak dijawab papii, membuat seisi rumah bingung. Namun memilih untuk menunggu Key turun saja.

***

/toktoktoktok
"ini saya pak" Ucap Key yang berada di luar pintu kamar. "masuk aja" Rion memberikan izin. "ini pak saya taro sini yaa" Key meletakkan nampan di nakas. "iya makasih Key". Key manatap Rion bingung penuh pertanyaan. Rion yang peka pun menjawab. "mami demam. jagain adek-adeknya dulu ya. jangan ngerusuh. jangan berisik" pesan Rion dengan lirih supaya tak mengganggu Caine. "iyaa siaapp. tapi pak, mami kan belum makan, lebih tepatnya semua orang di rumah ini belum sarapan sih. masa udah disuruh minum obat?" Key benar juga, karna tak tahu maminya sakit, ia tak tau harus memasak. "yaudah pesen makan aja kalo gitu, ambilin dompet sama hp sekalian dong itu di meja" perintah Rion. Key mengambilnya dan memberikannya. Rion memberikan salah satu black card nya. "nih, belinya buat mami yang ngga pedes yak. beli cemilan sekalian juga gapapa yang penting jangan ada yang ngerusuh sampe mami sembuh." Key membalas Rion dengan mengangkat tangannya memberikan hormat dengan senyum lebar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

short story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang