"Permisi, Tuan."
Bunyi pintu mesin otomatis terbuka saat sang pemilik ruangan mengizinkan masuk. Bertumpuk-tumpuk berkas dan layar komputer menyala semenjak 3 jam lalu, jangan ditanyakan sesibuk apa dia.
"Ini dokumen yang perlu anda tanda tangani."
Mata tajamnya melirik dokumen itu sekilas. Kop surat dengan stempel perusahaan saingannya yang sangat dia kenal.
Haruto tanpa keberatan membubuhkan tinta hitam diatas kertas yang bernilai miliaran tersebut. Ia memberikan kertas itu pada sekretarisnya dalam diam.
"Winter."
Wanita berambut sebahu itu berdiri tegak kaku. Menatap Haruto tanpa mengurangi rasa hormatnya sebagai atasan. "Iya, Tuan?"
"Bagaimana sejauh ini kau menelusuri datanya?" Tatapan Haruto tak melihat ke arah wanita tersebut. Tapi, Winter tahu, bahwa ia disidang dan Haruto hanya ingin mendengar jawabannya yang terbaik.
"Sejauh ini bisa saya dapatkan dengan mudah, Tuan."
"Sedetail mungkin?" tanya Haruto dengan nada menyelidik. Bibirnya mengulas senyum sangat tipis melihat Winter mengangguk.
Setelah sekretarisnya pergi, ruangan kembali senyap, dingin dan terasa mencekam meskipun ada lampu yang menerangi.
Tatapan Haruto beralih pada layar komputernya. Ada 16 kotak bidang dengan menampilkan view kamera yang berbeda-beda.
Memilih abai dengan berkasnya, Haruto lebih tertarik memperhatikan Junkyu.
Dibawah pengawasannya.
🍀🍀🍀
Beberapa hari ini, Junkyu merasa lelah karena disibukkan dengan kegiatan kuliahnya. Tubuhnya tak sabar ingin berkencan dengan kasur dan bantal.
"Ugh!" Junkyu meringis pelan. Memijat punggung dan bahu yang terasa pegal. Matanya terpejam sejenak.
Ia tak menuntut banyak pada kekasihnya untuk diantar pulang. Junkyu tahu, Travis juga sedang sibuk dengan tugas yang jauh lebih banyak darinya.
Baru saja Junkyu mikir kekasihnya, nama Travis terpampang jelas di layar handphonenya.
"Halo?"
"Sayangggg!"
Junkyu reflek menjauhkan jarak telinga dengan handphonenya. Suara bising yang seperti tengah berada di tengah lautan manusia.
"Kenapa? Fokus saja pada tugasmu, jangan pikirkan aku," jawab Junkyu alih-alih membalas sapaan Travis.
Travis mencebikkan bibirnya sedih walaupun Junkyu tak bisa melihat ekspresinya sekarang.
Teman-temannya yang kebetulan bersamanya hanya mengernyit jijik. Dasar pasangan lovebird.
"Aku sudah fokus!" Travis memasang wajah sungguh-sungguh. "Tapi, otakku selalu memikirkanmu terus. Aku rindu~"
"Ewhh! Enyahlah Travis bajingan!"
"Ada kah plastik disini? Aku ingin muntah."
Junkyu terkekeh mendengar umpatan jengah dari teman-teman Travis. "Kau ada dimana? Ramai sekali sepertinya."
"Aku sedang ada di cafe, kerja kelompok."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Piece of You
RandomBagaimana cara Travis memberitahu kakaknya jika itu semua hanyalah khayalan semata? Sedangkan Haruto bersikeras bahwa ia tak gila dan kejadiannya ia rasakan dengan keadaan sadar. "Seharusnya kau tak menjadi pengkhianat bagi kakakmu!" teriak Haruto m...