2.

14 1 0
                                    

Happy Reading

.
.
.
.
.

"Aduh, sakit kak." Mahen meringis ketika merasakan kapas basah itu menyentuh lukanya.

"Eh, sakit ya? Maaf maaf." Ucap Kiran sembari melanjutkan mengobati luka Mahen.

Mahen baru saja selesai mengikuti pelajaran olahraga, dan setelah Mahen melakukan kegiatan praktek tadi, tiba-tiba saja ia terjatuh dan menyebabkan lututnya terluka. Hanya luka ringan sebenarnya, memang Mahen saja yang lebay. Dan sebenarnya luka itu disebabkan oleh kecerobohannya sendiri.

"Nah udah"

Mahen turun dari ranjang UKS ketika Kirana selesai mengobatinya, "makasih kak." Ucap Mahen.

Bukan tanpa alasan Mahen memanggil gadis dihadapannya dengan sebutan 'kakak', karena bagaimanapun Kirana lebih tua darinya. Meskipun hanya satu tahun, tapi ayah Mahen mengajarinya untuk tetap sopan pada orang lain.

Mereka berdua berada di satu angkatan yang sama, hanya berbeda kelas saja karena Kirana yang telat masuk sekolah, dan sistem di sekolahnya yang membuat mereka berdua berbeda kelas.

Mahen termasuk dalam kelas unggulan kedua, kepintarannya memang tidak main-main. Tapi sikapnya yang kadang kala membuat guru menghela napas membuatnya berada di kelas unggulan kedua, sementara Kirana masuk  ke kelas unggulan pertama. Kirana selalu berusaha menjaga sikap dan nilainya agar tetap aman, membuatnya tidak pernah keluar dari kelas unggulan pertama sejak awal tahun masuk sekolah.

"Mau ke kelas? Atau mau ke kantin aja?" Tanya Kirana.

"Kantin aja deh, aku laper." Jawab Mahen.

Kirana mengangguk pelan, mereka berdua segera keluar dari UKS dan pergi ke kantin bersama dengan Mahen yang menggandeng tangan Kirana. Hal ini bukanlah pemandangan baru bagi para murid di sekolah, namun tetap saja mereka semua memekik ketika melihatnya.

"Kakak mau apa?" Tanya Mahen ketika mereka sampai di kantin.

Diam-diam Mahen berharap jawaban Kiran akan sesuai dengan ekspektasinya, "terserah." Mahen tersenyum kala mendengar jawaban Kiran, jawaban yang paling tidak ingin ia dengar dari mulut Kiran.

"Gorengan aja gimana?" Usul Mahen.

"Enggak deh, aku lagi gak mau gorengan." Jawab Kiran.

Mahen menghela napas, ia yakin ini tidak akan mudah. "Kalo gitu, cilok deh." Usulnya sekali lagi.

"Enggak ah, aku gak suka cilok." Ucap Kiran.

"Terus apa? Kakak mau apa?" Mahen bertanya sekali lagi.

"Terserah." Jawab Kiran yang membuat Mahen menghela napasnya lagi, ingin sekali ia berteriak dan menjambak rambut gadis dihadapannya. Untung Mahen sayang, jika tidak, sudah dipastikan bahwa ia akan benar-benar menjambak rambut gadis dihadapannya.

"Siomay deh, gimanaa?" Usul Mahen sekali lagi.

"Cimol sama nasi kuning aja gimana?" Kiran malah balik bertanya.

Oke, jika seperti ini hanya satu kata yang harus, bahkan wajib Mahen keluarkan dari mulutnya. "Boleh"

Mahen senang akhirnya ia bisa makan, Mahen sih tidak masalah mau makan apapun, toh dia bukan orang yang suka pilih-pilih makanan. Namun berbeda dengan Kiran, Kiran adalah perempuan, yang mana perempuan itu sulit ditebak dan sulit dibujuk. Ia memilih untuk mengikuti apa kemauan Kiran daripada ia harus beradu argumen hanya karena hal kecil. Apalagi hari ini adalah hari pertamanya datang bulan, kalau kata Kiran sih "datang bintang"

Childhood friendWhere stories live. Discover now