BAB 23

98 73 14
                                    

🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Pada malam hari di tengah keramaian jalanan kota yang padat tak dapat menginterupsi kesunyian yang ada di dalam mobil Skala.

Tak ada pembicaraan dari keduanya. Rasa takut akibat teror tadi masih menyelimuti mereka.

Ditambah oleh Agatha dengan kecemasannya dan Skala dengan kebingungannya, menyebabkan keduanya larut dalam pikiran masing-masing.

Gue gak bisa diem aja, ini bukan cuma menyangkut keselamatan gue, tapi juga keselamatan Skala.

Dan bisa aja peneror itu juga ngincer saudara-saudara gue. Kayaknya, gue harus nemuin geng The Queen’s, batin Agatha sembari menatap keramaian kota dari dalam jendela mobil.

Sebenarnya, Agatha sudah mengingat kembali ingatan yang sempat hilang.

Hanya saja, tak ada satu orang pun yang mengetahuinya, termasuk Skala dan saudara-saudaranya.

Hanya gengnya, The Queen’s yang sudah mengetahui kesembuhannya itu. Agaknya, dia akan terus merahasiakannya sampai teror yang menimpanya terpecahkan.

Di satu sisi, Skala yang tengah fokus menyetir sesekali melirik ke arah pacarnya.

Jujur saja, daripada keselamatan diri sendiri, Skala lebih khawatir akan keselamatan Agatha. Kayaknya, gue bakal minta bantuan Atlantis buat masalah ini, pikirnya.

Tak lama, mereka sampai di rumah Agatha. Akan tetapi, saat akan turun, Agatha merasa tak kuat menopang tubuhnya. Kakinya masih tampak sedikit bergetar karena rasa takut yang tak kunjung hilang.

“Tunggu, Ca, biar gue bantu.” Secepat kilat Skala menghampiri pintu samping.

Membukanya selebar mungkin dan berjongkok di bawah, membelakangi Agatha. “Dah, cepet naik.”

“Emangnya lo kuat, Kal?”

“Banyak nanya lo, cepet!”

Agatha berdecak kesal sembari naik ke atas punggung Skala. “Iya-iya. Galak bener lo kayak anjing.”

Skala tak mengindahkan hal itu.

Terlalu banyak hal yang dia pikirkan sehingga mau tak mau Skala harus cepat dalam bergerak atau nyawanya dan pacarnya akan terancam.

Skala berdiri di depan pintu dan Agatha pun mulai berteriak serak, “Alva! Buka pintunya cepet! Tolong, gue nggak kuat, Al!”

Mendengar teriakan dramatis itu Alva pun lari tergopoh-gopoh dan segera membuka pintu rumah lebar-lebar.

Raut paniknya pun tercetak jelas di wajahnya kala melihat Skala yang menggendong kembarannya.

“Ca, lo kenapa? Terus kok mata lo sembab, sih? Skala juga kenapa lo gak pake sepatu anjir?”

MY BEST ENEMY (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang