BAB 24

93 72 15
                                    

🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Pada pagi hari saat ayam saja belum berkokok, rumah Agatha telah dipenuhi oleh banyak laki-laki berjaket hitam.

Mereka adalah Atlantis.

Ucapan Skala kemarin malam tidaklah main-main, dia sungguh meminta gengnya untuk berjaga di rumah Agatha sementara waktu sampai keadaan membaik.

“Sorry karena gue minta kalian buat dateng sepagi ini, tapi gue gak bisa nunda-nunda lagi,” ucap Skala membuka percakapan.

Keano, anggota tertua di Atlantis pun menjawab, “Santai, kayak sama siapa aja. Emangnya kenapa lo manggil kita-kita? Ada masalah? Wajah lo serius banget.”

“Gue sama Aca diteror.”

Semua yang ada di sana terkejut, responnya kurang lebih sama dengan respon Arsen dan Ata. “Intinya, peneror itu pengen gue sama Aca mati. Dari dugaan Bang Arsen tadi, si peneror itu musuh almarhum bokap mereka sekaligus musuh gue,” lanjut Skala menjelaskan.

“Maksudnya? Musuh lo bapak-bapak gitu?” tanya Avka.

“Kalo kata Bang Ata, sih, musuh gue itu anaknya. Nah, orangtuanya itu baru musuh bokapnya Aca,” jelas Skala sembari menyandarkan punggungnya pada kepala sofa.

Mendengar penjelasan logis Skala, Keano pun berkata, “Lo ada kepikiran siapa peneror itu gak, Kal? Maksud gue, lo ada masalah sama orang gak akhir-akhir ini?”

Skala nampak berpikir dengan memejamkan matanya sembari bersedekap dada.

Jika saja otaknya tak sedang pusing memikirkan apa pun, mungkin dia akan segera tertidur di atas sofa sekarang.

Sejujurnya, Skala merasa lelah, tetapi karena masalah teror tak diketahui itu, dia jadi tidak bisa tertidur.

“Gak ada. Gue gak ada kepikiran siapa-siapa. Buntu otak gue.”

“Ya udah, gak usah dipikirin dulu kalo gitu. Mendingan kita fokus buat jagain tempat ini. Nah, nanti selagi itu kita nyambi nyari petunjuk. Lo juga harus ngasih kita tugas masing-masing, Kal, biar kondusif,” kata Reyhan, si wakil ketua Atlantis.

Skala tersenyum lembut.

Bahagia sekali rasanya memiliki wakil yang dapat diandalkan seperti Reyhan.

Setiap kondisinya kurang fit dalam memimpin Atlantis, Reyhan selalu membantunya dari belakang, mendukung Skala sepenuhnya dari setiap langkah yang pria itu ambil. “Makasi, ya, Rey. Makasi kalian semua.”

Mereka mengangguk menanggapi ucapan Skala sembari tersenyum.

Mau bagaimanapun, semua anggota Atlantis menjunjung tinggi loyalitas tanpa batas sehingga di saat-sat genting seperti itu, mereka masih bisa bersatu-padu demi menumpas siapa pun dan apa pun yang mengganggu salah satu dari mereka.

“Oh, iya! Gimana kalo kita ajak geng The Queen’s, Kal?” celetuk Dirga.

“Soalnya, agak gimana gitu kalo cowo semua yang jaga di sini. Nggak enak sama Aca, Rora, sama Bibi.”

“Iya juga, ya. Cuma ketuanya The Quern’s itu siapa, sih? Gue bingung mau ngehubungin siapa soalnya, mereka tertutup banget. Ketuanya siapa aja gue gak tau,” jawab Skala seraya menegakkan kembali tubuhnya, serta bertopang siku pada pahanya.

Alva yang sedari tadi diam pun mulai membuka mulut. “Mau siapa aja gak penting, yang penting mereka mau dulu. Gak usah mikirin yang lain, fokus ke keselamatan Aca sama Skala aja.”

“Kalo gitu, gue coba hubungin salah satu dari mereka dulu, ya.” Dirga menjawab sembari mengutak-atik ponsel di tangannya.

“Jangan sekarang lah anjir, masih pagi buta gini. Ayam aja belum berkokok,” sela  Avka menahan pergerakan Dirga, sebab ia berada tepat di sampingnya.

Kembarannya pun—Aksa menganggukkan kepala setuju. “Bener itu. Gak sopan kalo chat jam segini, mereka juga, ‘kan, masih pada tidur pasti.”

“Masuk akal juga. Saran gue jangan lo yang chat, Al. Biar si Skala aja. Maksud gue, kita minta tolong ke mereka sebagai Atlantis, ‘kan? Bakal lebih etis kalo yang minta tolong itu ketuanya,” saran Keano.

“Oke, gue hubungin mereka waktu Aca udah bangun nanti. Sekarang, kita bahas pembagian tugas dulu,” ucap Skala dengan mata sayu karena kantuk yang menyerang.

Meski begitu, dia tidak akan bisa tidur nanti. Rasa waspada terhadap teror yang mengincar dirinya dan Aca membuat Skala tak akan tertidur tenang nantinya.

“Fokus kita ke tiga orang. Aca, Rora, sama Han. Gue sendiri yang bakal ngawasin Aca, tapi kalo gue ada suatu hal yang bikin gak bisa jagain dia, biar diganti in sama Alva.

Jadi, bisa dibilang yang jaga Aca ada dua orang.”

Skala menarik napas. Saking lelahnya, untuk berbicara saja sudah bisa membuatnya lemas.

Akan tetapi, Skala tetap memaksakan diri.

Sebagai ketua, dia harus bisa tampak gagah di hadapan anggotanya. “Terus yang jagain si Rora si kembar dari Atlantis, Avka sama Aksa. Kalian bakal fokus jagain Rora di malem hari kalo The Queen’s bisa bantu kita. Kalo mereka gak bisa, terpaksa kalian ganti jaga. Sesuaiin aja senyaman kalian.”

“Siap, Bos!” seru si kembar bersamaan.

Skala tersenyum tipis. Rasanya sangat lucu kala melihat kembar seiras yang sama kompaknya.

“Setelah itu, Han bakal dijaga Rey sama Keano. Sama kayak si kembar tadi, kalian bakal fokus jagain Han di malem hari kalo emang The Queen’s bisa. Kalo gak, ya kalian atur sendiri mau jaga di malem atau siang. Gantian-gantian pokoknya. Ada sanggahan?”

Keano dan Reyhan menggelengkan kepala tanda setuju dengan arahan Skala. Lagipula, apa yang diucapkan Skala itu tak ada kekurangan. Semua terbagi rata sejauh ini.

“Terakhir lo, Ga. Gue mau lo lacak nomer si peneror. Kalo lo gak nemuin siapa orang ini, setidaknya lo lacak posisi terakhir dia aja. Sebagai hacker dari Atlantis lo gak keberatan, ‘kan?” lanjut Skala membagi tugas.

Dirga tentu menggeleng. Justru dia sangat senang melakukan sesuatu yang memang dia ahlinya. “Sama sekali gak, Kal. Serahin aja ke gue.”

“Bagus. Ntar kalo The Queen’s bisa, gue bakal minta bantuan ke hacker mereka. Gue rasa mereka juga punya, sih.”

“Siap, Kal. Gampang itu, mah.”

Selagi Atlantis berdiskusi, tanpa disadari Agatha tengah menguping pembicaraam mereka dari balik tembok. Niatnya yang hanya ingin minum segera urung kala mendengar gengnya—The Queen’s disebut.

Benar, gengnya. Agatha Claudyne Atmaja, dia adalah ketua dari geng bernama The Queen’s itu. Geng yang dia bentuk saat masih berada di bangku menengah pertama. Saat mengetahui bahwa Atlantis akan meminta bantuan gengnya, Agatha sedikit merasa cemas. Dia takut jika salah satu dari anggotanya akan celaka, tetapi dia juga tidak mungkin meminta yang lain untuk menolak permintaan tolong dari Atlantis.

“Kayaknya, gue harus diskusiin ini dulu sama yang lain. Kalo gak salah, Skala bakal chat mereka nanti waktu gue udah bangun, berarti gue harus manfaatin waktu sekarang dengan baik,” gumam Agatha berbisik agar tak ketahuan oleh segerombolan laki-laki yang ada di sana.

Dengan itu, Agatha kembali lagi ke kamarnya. Bahkan, tujuan awalnya untuk minum sampai dia lupakan hanya demi mengabari teman-temannya lebih dulu. “Semoga aja mereka udah bangun, deh.”

MY BEST ENEMY (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang