Chapter 01: Tentang Senja

194 131 39
                                    

Semilir angin malam menerpa wajah seorang gadis cantik yang tengah duduk di teras rumah, tenggelam dalam pikirannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semilir angin malam menerpa wajah seorang gadis cantik yang tengah duduk di teras rumah, tenggelam dalam pikirannya. Ariana Senja Alexander—yang biasa dipanggil Senja—menikmati tenangnya malam sambil merasakan angin sepoi-sepoi yang menyejukkan. Langit gelap dihiasi bintang-bintang kecil yang berkelip seolah menyapanya, membawa ketenangan dalam kesunyian malam itu. Namun, di balik tatapan kosong Senja pada langit, ada kerisauan kecil yang terpendam. Besok ia akan meninggalkan semua yang ia kenal di kota ini dan memulai hidup baru di Jakarta, sesuatu yang membuat hatinya bergetar antara antusiasme dan kecemasan.

Saat sedang menikmati suasana malam, suara lembut namun tegas memanggilnya dari dalam rumah.

"Senjaaa, tidur, sudah malam. Besok kan harus siap-siap pindah ke Jakarta, nak…" Suara itu berasal dari mamanya, Lina.

Senja menghela napas panjang, lalu dengan enggan bangkit dari kursi. "Iyaa, Ma. Senja tidur sekarang, kok," jawabnya dengan nada manja yang terselip kemalasan.

Dia berjalan masuk ke kamarnya dan melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 21.00 WIB. Senja berbaring di tempat tidurnya, berusaha menenangkan perasaannya yang campur aduk. Meski ia tahu kepindahannya adalah kesempatan besar untuknya, perasaan rindu pada kota kecil ini sudah mulai menyelinap di hatinya. Perlahan, Senja menutup matanya dan tenggelam dalam mimpi.

---

04.00 WIB

Kringgg... kringgg... kringgg... Suara alarm ponsel di meja samping tempat tidur berbunyi nyaring, mengoyak keheningan subuh. Senja membuka matanya sambil menguap lebar, lalu menggapai ponsel dan mematikan alarm itu.

“Hoam… sudah pukul empat pagi ternyata,” batinnya sambil menyesap udara pagi yang segar. Ia bangkit dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi untuk mandi dan memulai hari yang baru. Setelah mandi dan mengenakan pakaian yang rapi, Senja merapikan tempat tidurnya, mengatur bantal, dan menarik selimut dengan hati-hati. Semuanya harus tampak rapi, seperti perasaan yang sedang ia coba atur dalam dirinya—perasaan antara rindu, antusiasme, dan sedikit ketakutan.

Sambil menunggu adzan subuh, Senja duduk di tepi tempat tidurnya, menikmati heningnya pagi yang masih remang-remang.

---

04.30 WIB

Terdengar lantunan adzan subuh dari Masjid Al-Ikhlas, masjid yang letaknya cukup jauh dari rumahnya, namun suaranya menggema menenangkan hati.

Senja segera menuju kamar mandi untuk berwudhu, kemudian melaksanakan sholat subuh di kamarnya. Hatinya mulai terasa lebih tenang setelah berdoa dan mengaji beberapa ayat Al-Qur’an. Setiap untaian doa yang ia ucapkan membawa harapan untuk langkah barunya di Jakarta nanti, dan menguatkan hatinya untuk meninggalkan kota kecil ini.

Beberapa menit kemudian, setelah selesai sholat dan mengaji, Senja duduk santai di atas tempat tidurnya. Ia membuka sebuah novel yang baru saja ia beli kemarin, mencoba mengalihkan pikirannya ke dunia fiksi. Namun, pikirannya kembali teralihkan saat mendengar suara lembut ibunya yang memanggil dari bawah.

“Nak, sini turun buat sarapan bareng,” seru Lina, mamanya, dari balik pintu kamar Senja.

“Iyaa, Mah,” jawab Senja, tersenyum kecil. Dia lalu menutup novelnya dan berjalan turun ke ruang makan.

Setibanya di ruang makan, ia melihat kedua orang tuanya sudah duduk di meja. “Pagi, Ma, Pa,” sapa Senja sambil tersenyum.

“Pagi, nak,” jawab Lina, sambil mengangguk hangat. Arifin, papanya, juga tersenyum sekilas, namun tatapannya tampak sedikit sendu. Mungkin ada rasa berat di hatinya melepas Senja untuk tinggal di kota besar.

Mereka mulai menyantap sarapan dalam hening, hanya terdengar suara sendok dan piring yang beradu. Di dalam keheningan ini, Senja merasakan betapa berharganya momen-momen kecil bersama keluarga. Ada banyak yang ingin ia sampaikan, banyak yang ingin ia tanyakan tentang perasaannya saat ini. Namun, kata-kata itu seolah tertahan, terbenam dalam keheningan yang sama-sama mereka rasakan.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Senja Untuk Angkasa ( END✅ ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang