Setahun sudah berlalu sejak Senja dan Angkasa memutuskan untuk bersama. Hubungan mereka berjalan dengan lancar; mereka saling mendukung, memahami, dan tumbuh bersama dalam segala hal. Namun, kehidupan tidak selalu semulus yang diharapkan. Sebuah tantangan besar muncul ketika Senja mendapat kabar bahwa ia harus pindah keluar kota mengikuti kedua orang tuanya yang mendapatkan pekerjaan baru.
Senja duduk termenung di balkon kamarnya, menatap kosong ke arah langit. Ponselnya tergeletak di sampingnya, menampilkan pesan dari Angkasa.
*Angkasa: “Kamu baik-baik aja? Mau ngomongin ini?”*
Senja menghela napas panjang sebelum membalas, *“Aku baik, Ka. Tapi jujur, aku masih bingung. Kita bisa call nanti malam?”*
Pindah keluar kota bukan keputusan yang mudah bagi Senja. Meski berat, ini adalah permintaan orang tuanya yang harus ia hormati. Papa dan mama Senja sudah menjelaskan bahwa pekerjaan baru mereka membutuhkan mereka untuk tinggal di luar kota, dan Senja harus ikut karena keluarganya tak ingin ia tinggal sendiri.
Ketika malam tiba, Senja dan Angkasa akhirnya melakukan panggilan video. Wajah Angkasa yang biasanya ceria kini tampak serius. Senja tahu bahwa keputusan ini akan menjadi ujian besar bagi hubungan mereka.
“Jadi, kamu beneran harus pergi?” tanya Angkasa, suaranya terdengar datar, mencoba menyembunyikan kesedihannya.
Senja mengangguk pelan, menahan air mata yang ingin tumpah. “Iya, Ka. Papaku sudah terlanjur menerima tawaran kerja di sana. Aku nggak bisa tinggal di sini sendirian, dan mereka butuh aku untuk ikut.”
Angkasa terdiam sejenak, memikirkan situasi ini. “Kita bisa coba LDR, Sen. Kita tetap bisa komunikasi, kan? Aku tahu ini bakal berat, tapi aku yakin kita bisa melewati ini.”
Senja tersenyum tipis, walau hatinya dilanda keraguan. “Aku juga mau kita tetap bersama, Ka. Tapi aku takut, takut kalau kita jadi renggang atau ada halangan lain yang gak bisa kita atasi.”
Angkasa menatap Senja dengan mata penuh keyakinan. “Kita udah melalui banyak hal, Sen. Setahun ini kita udah buktikan kalau kita bisa saling dukung dan memahami. Aku janji, aku akan tetap ada buat kamu, walau kita berjauhan.”
Senja terharu mendengar kata-kata Angkasa. Ia tahu bahwa Angkasa tulus dan benar-benar ingin mempertahankan hubungan mereka. “Kamu yakin kita bisa, Ka?”
Angkasa mengangguk mantap. “Yakin. Selama kita saling percaya dan komunikasi, jarak bukan masalah.”
Hari-hari sebelum kepindahan Senja diisi dengan pertemuan terakhir bersama teman-temannya. Mereka mengadakan makan malam perpisahan di kafe favorit mereka, tempat yang penuh kenangan selama masa-masa kuliah. Vanya, Lexxa, Gisell, dan teman-teman lainnya datang untuk memberikan dukungan dan semangat kepada Senja.
“Aku tau ini berat buat kamu, tapi kita semua yakin kamu pasti bisa melalui ini,” ujar Vanya sambil memeluk Senja. “Kamu dan Angkasa juga pasti bisa, kok. Jangan menyerah.”
Lexxa menambahkan dengan nada bercanda, “Jangan lupa kita, ya! Jangan lupa kabarin kita tentang segala hal yang seru di sana.”
Senja tersenyum, matanya berkaca-kaca melihat dukungan dari teman-temannya. “Kalian semua akan selalu ada di hati aku. Terima kasih udah jadi support system terbaik buat aku.”
Ketika hari keberangkatan tiba, Angkasa datang ke rumah Senja untuk mengantarnya ke bandara. Di dalam mobil, suasana terasa hening. Senja memandangi jalan yang semakin lama semakin jauh dari tempat-tempat yang familiar baginya. Sesekali, Angkasa mencuri pandang ke arah Senja, mencoba menangkap ekspresi di wajahnya.
Di bandara, mereka berjalan berdampingan, berusaha memanfaatkan setiap detik yang tersisa. Senja merasa jantungnya berdegup lebih cepat, sementara waktu terus berjalan tanpa henti. Sesampainya di pintu keberangkatan, mereka berhenti. Senja menatap Angkasa, mencoba menghafal setiap detail dari wajahnya.
“Angkasa,” panggil Senja dengan suara yang sedikit bergetar. “Aku takut.”
Angkasa meraih tangan Senja dan menggenggamnya erat. “Kamu nggak sendiri, Sen. Aku ada di sini. Kita hadapi ini bareng-bareng, ya?”
Mereka berpelukan erat, seolah enggan untuk melepaskan. Senja bisa merasakan hangatnya pelukan Angkasa, dan itu memberinya sedikit keberanian untuk melangkah ke depan. Akhirnya, mereka harus berpisah.
Angkasa tersenyum tipis, meski hatinya berat. “Kita pasti bisa, Senja. Tetaplah percaya.”
Senja mengangguk, air matanya jatuh namun senyumnya tetap terlihat. “Aku akan selalu ingat kata-kata itu. Sampai jumpa, Angkasa.”
Angkasa melambaikan tangan saat Senja melangkah menjauh, memasuki gerbang keberangkatan. Di sana, mereka berpisah dengan janji untuk tetap berjuang demi hubungan yang telah mereka bangun dengan susah payah.
Selama perjalanan ke luar kota, Senja terus memikirkan Angkasa. Meski jarak kini memisahkan mereka, ia merasa lebih yakin bahwa cinta mereka cukup kuat untuk menghadapi ujian ini. Dia menarik napas panjang, menatap ke luar jendela pesawat, dan dalam hati berjanji untuk melakukan yang terbaik.
Sementara itu, Angkasa berdiri di bandara, menatap ke arah pesawat yang membawa Senja pergi. Ia menggenggam ponselnya erat, mengirimkan pesan singkat yang sederhana namun penuh makna.
*Angkasa: “Aku akan selalu di sini, Sen. Jaga diri, ya.”*
Perjalanan mereka mungkin baru dimulai, dengan jarak sebagai ujian baru yang harus mereka hadapi. Namun, baik Senja maupun Angkasa, keduanya percaya bahwa cinta mereka akan menemukan jalannya, tidak peduli seberapa jauh jarak memisahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Untuk Angkasa ( END✅ )
RomanceAriana Senja Alexander. cewek yang periang, cantik dan baik hati. Seorang Senja mampu memikat semua orang dengan ketulusan hatinya. Akankah seorang Ariana Senja Alexander mampu meluluhkan bongkahan es yang ada dalam diri seoarang Angkasa Lavendra Bi...