Saat ini Caroline sedang berada di sebuah rumah yang tergolong cukup sederhana, yang dimana rumah ini ia dapat dari upahnya sebagai kesatria di Kerajaan Harrington. Caroline hanya bisa termenung sambil melihat ke arah jendela, yang langsung menyuguhkan pemandangan Kerajaan Harrington dari jauh, dan bertanya - tanya. Apakah Lady Victoria baik - baik saja? Apakah Anna sudah tidur? Dan Henry aku belum sempat berpamitan dengannya apakah dia tau kalau aku sudah pergi? Pangeran Orlando juga, dia tidak bertengkar dengan Lady Victoria lagikan?
Pertanyaan demi pertanyaan muncul dan terus mengalir seperti rintihan air matanya saat ini. Namun, tak ada jawaban sama sekali dari pertanyaan itu. Caroline menarik napas panjang, merasakan dinginnya udara malam yang merambat masuk melalui celah-celah jendela. Suara angin yang berhembus seolah menjadi teman sepinya. Dalam hati, ia tahu bahwa keputusannya untuk meninggalkan istana adalah demi kebaikan semuanya, namun tetap saja rasa rindu dan kekhawatiran itu tak bisa diabaikan. "Untuk Lady Victoria, untuk Anna, untuk Henry, dan untuk Pangeran Orlando," bisiknya pelan. "Aku harus tetap kuat dan melanjutkan perjalanan ini."
Dengan tekad yang semakin menguat, Caroline memutuskan untuk meninggalkan semua kekhawatirannya di malam itu dan bersiap menghadapi hari esok dengan keberanian yang baru. Pertanyaan-pertanyaan itu mungkin belum terjawab, tapi ia percaya bahwa suatu saat nanti, semua akan terjawab pada waktunya.
Di bawah sinar lembut matahari pagi yang mulai mengintip dari balik tirai, Caroline perlahan membuka matanya. Kesadaran mulai meresap ke dalam dirinya, membawa serta ketenangan dan kehangatan yang dibawa oleh awal hari yang baru. Dia menghela napas panjang, merasakan kesegaran udara pagi yang menyelinap melalui jendela kamar, mengajak dirinya untuk sepenuhnya bangun dan memulai hari dengan hati yang tenang dan pikiran yang jernih. Ia pun langsung bangkit dari ranjangnya itu dan memutuskan untuk sedikit berjalan - jalan di luar. Ketika sedang melihat - lihat pusat kota tiba - tiba saja, Caroline melihat ada sebuah kerumunan di tempat itu. Lantas Caroline pun dengan penasarannya menghampiri kerumunan warga itu, dan terlihat ada sebuah poster yang bertuliskan, "Turnamen Kekaisaran akan diadakan seminggu lagi, dan yang memenangkan turnamen tersebut akan diangkat sebagai Kesatria Kekaisaran, boleh diikuti dari kalangan pria atau pun wanita, dan minimal berumur 13 tahun." Setelah melihat poster tersebut, Caroline dengan sigap mencari tempat pendaftaran dari turnamen tersebut. Ketika sudah mendaftar Caroline pun langsung membeli barang - barang yang ia perlukan dan langsung kembali ke rumah untuk berlatih dengan giat.
Setibanya di rumah Caroline segera menyusun rencana latihannya. Ia tahu bahwa waktu seminggu bukanlah waktu yang panjang, jadi ia harus memanfaatkan setiap detik dengan baik. Caroline mengeluarkan pedangnya, yang selama ini ia gunakan selama menjadi kesatria di Kerajaan Harrington.Dia memfokuskan latihan pada kekuatan, kecepatan, dan ketepatan dalam setiap gerakan. Hari-hari berlalu dengan cepat. Setiap pagi, Caroline bangun sebelum matahari terbit untuk berlatih dan baru berhenti saat matahari tenggelam.
Seminggu kemudian, hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Pusat kota berubah menjadi arena besar yang dipenuhi penonton. Di tengah keramaian itu, Caroline merasakan detak jantungnya berdegup kencang, campuran antara kegugupan dan semangat. Ia melangkah ke tengah arena, bersiap untuk menghadapi tantangan yang akan datang. Turnamen dimulai dengan serangkaian pertarungan eliminasi. Caroline berhasil melewati babak demi babak dengan keuletan dan tekad yang kuat. Setiap pertarungan memberinya pelajaran baru dan semakin memperkuat keyakinannya.
Pada akhirnya, hanya tinggal dua orang yang tersisa di arena: Caroline dan seorang pria bertubuh besar dengan wajah yang keras. Pertarungan final ini akan menentukan siapa yang akan menjadi Kesatria Kekaisaran. Dengan sorak sorai penonton yang mengelilinginya, Caroline memegang pedangnya dengan erat, mengingat semua latihan dan pengorbanan yang telah dilakukannya. Pertarungan dimulai dengan serangan cepat dari lawannya, tetapi Caroline berhasil menghindar dengan lincah. Mereka saling serang, saling tebak langkah lawan, dan adu ketangkasan. Caroline memusatkan pikiran dan tubuhnya, menggunakan semua yang telah dia pelajari.
Di saat kritis, Caroline menemukan celah dalam pertahanan lawannya. Dengan satu gerakan cepat dan presisi, dia berhasil melumpuhkan lawannya dan memenangkan pertarungan. Sorak sorai penonton meledak, dan Caroline berdiri di tengah arena dengan napas terengah-engah, merasakan kebanggaan yang luar biasa. Pangeran yang juga ikut melihat turnamen itu pun terus tersenyum sambil menatap Caroline selama pertandingan, "Ternyata tak hanya bersuara merdu kau juga sangat tangguh." Sang ibu yang menyadari kalau putra semata wayangnya ini sedang jatuh cintah pun berkata. "Asher... lagi - lagi kau memperhatikan wanita itu lagi."
Asher yang malu pun mengelak perkataan ibunya. "Ah tidak itu tidak benar aku hanya sedang memperhatikan pertandingan."
Raja Byron yang merupakan ayahnya pun bertanya. "Ada apa ini? Kenapa kalian bertengkar?"
"Yang Mulia putramu saat ini sedang jatuh cinta tapi ia malah mengelak dari perkataan ibunya." Jawab sang Ratu.
Raja Byron pun menoleh dan menatap putranya yang sedang malu - malu itu dan berkata. "Jika kau menyukai Lady Caroline sebaiknya kau perjuangkan wanita itu, ingat kesempatan tidak datang dua kali."
Pangeran Asher yang masih bingung dengan perasaannya pun hanya bisa menyaksikan dari tribun kehormatan. Ia telah mengikuti seluruh jalannya turnamen dengan penuh perhatian, dan sekarang, saat Caroline berdiri di tengah arena sebagai pemenang, Asher merasakan perasaan campur aduk yang sulit dijelaskan. Di satu sisi, dia merasa bangga dan kagum atas keberanian dan ketangguhan Caroline, namun di sisi lain, ada rasa tak menentu yang mengusik hatinya. Setelah upacara penghargaan selesai, Pangeran Asher memutuskan untuk bertemu dengan Caroline secara pribadi. Dia berjalan melewati kerumunan yang bersorak-sorai, menuju tenda tempat para peserta turnamen berkumpul. Caroline sedang membersihkan pedangnya ketika Asher tiba. Dengan sedikit canggung, Asher mendekat dan berkata, "Selamat, Caroline. Pertarunganmu luar biasa. Kau benar-benar pantas mendapatkan gelar Kesatria Kekaisaran."
Caroline tersenyum, masih terengah-engah tapi jelas sangat bahagia. "Terima kasih, Yang Mulia. Saya hanya berusaha melakukan yang terbaik." Asher mengangguk, tapi ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, sesuatu yang lebih dari sekadar ucapan selamat. "Caroline, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu. Aku... aku merasa terinspirasi oleh keberanianmu. Aku ingin kau tahu bahwa keberanian dan semangat juangmu telah membuka mataku tentang banyak hal." Caroline memandang Asher dengan rasa ingin tahu. "Apa maksud Anda, Yang Mulia?"
Pangeran Asher menarik napas dalam-dalam. "Selama ini, aku selalu merasa terikat oleh kewajiban dan tradisi. Melihatmu berjuang dengan begitu gigih dan berani, aku menyadari bahwa aku juga ingin membuat perubahan. Aku ingin melakukan sesuatu yang berarti, bukan hanya untuk diriku, tapi juga untuk kerajaan kita." Caroline tersenyum hangat. "Yang Mulia, perubahan dimulai dari hati. Jika Anda sudah memiliki tekad itu, saya yakin Anda bisa melakukannya. Saya akan selalu mendukung Anda."
Percakapan itu memberikan Asher kekuatan baru. Ia merasa bahwa dengan dukungan Caroline dan inspirasi yang dia bawa, ia dapat menghadapi segala tantangan yang akan datang. Bersama-sama, mereka berdua berjanji untuk bekerja demi masa depan kerajaan yang lebih baik, di mana keberanian, keadilan, dan semangat juang menjadi dasar bagi setiap tindakan mereka. Dengan semangat baru, Asher dan Caroline melangkah maju, siap menghadapi segala tantangan dan perubahan yang akan datang. Pertemuan mereka bukan hanya membawa kemenangan dalam turnamen, tetapi juga awal dari sebuah perjalanan yang penuh dengan harapan dan kemungkinan baru.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Cantaible Carolline
General Fiction"Sienna" seorang penyanyi lagu klasik terkenal dan paling tersohor, tak hanya memiliki suara yang indah, ia juga ahli dalam seni bela diri berkat didikan sang ayah. Ia sudah tampil diberbagai acara opra diberbagai negara. Namun, ketenaran itu runtuh...