bab 2

12 3 1
                                    

Selamat pagi!!
Jangan lupa vote dan komen ya guys, author seneng kalau ada yang baca terus ninggalin jejak dengan cara vote dan komen!🦋
.
.
.
.
"Air terjun adalah sebuah kenangan yang tidak bisa aku pertahankan dan bukti bahwa dulu ada sebuah keluarga berfoto dengan air terjun itu."
.
.
.
.

Air yang mengalir dengan deras dari atas ke bawah, menimbulkan suara dengan kesan tertentu. Di bawah air terjun yang memanjakan mata, sebuah keluarga lengkap tengah bermain di sana. Anak gadis yang paling besar tengah menemani kedua adiknya, sedangkan orang tuanya tengah mengawasi ketiga anak mereka.

"Mama, coba lihat Azka!" adu seorang gadis yang cemberut menunjuk ke arah anak laki-laki yang tengah berdiri di bawah air terjun yang mengalir.

Kedua orang tua itu hanya tersenyum menatap mereka bertiga, "Lihat, Mas, anak-anak terlihat sangat bahagia," ujar sang istri menatap penuh sayang ke arah sang suami.

"Kamu benar, rasanya baru kemarin kamu melahirkan Ala, kini mereka sudah bisa saling menjaga walaupun si bungsu baru bisa berjalan," jawab sang suami membuat sang istri langsung menyenderkan kepalanya ke bahu sang suami.

"Alika, ayo kita ke sana," ajak sang suami pada istrinya yang bernama Alika yang langsung disetujui olehnya.

Mereka bersama-sama berjalan menuju ketiga anak mereka yang masih bermain dengan fokus dan bahagia, senyuman yang tulus dan tidak memikirkan beban mereka. Terutama Ala, dia sungguh bahagia di suasana dan posisi seperti ini, dia ingat, ini kedua kalinya mereka bertamasya di taman yang sama dan di bawah air terjun yang sama.

Setelah bermain-main dengan puas dan mengganti baju yang basah akhirnya mereka melangsungkan makan siang yang diam-diam ada seseorang yang memotret mereka untuk dijadikan sebagai kenangan. Selesai makan siang yang harmonis dan penuh rasa bahagia, mereka berlima juga melakukan foto keluarga di bawah air terjun.

"Aku ingin terus memiliki keluarga yang seperti ini, jangan pernah berubah ...." lirih Ala membatin, dia tersenyum sembari menyimpan baik-baik kenangan ini yang bisa jadi suatu saat nanti tidak akan bisa terulang kembali. "Semoga keluarga kita terus bersama, tanpa ada perubahan dan semoga kedua adikku tidak merasakan apa yang aku rasakan, cukup aku saja yang mengalami berbagai hal yang menyerang mental ku." Namun sepertinya harapan Ala hanyalah akan menjadi angan-angan belaka saja.

🦋

"Aku pergi dulu guys," pamit seorang gadis yang tengah merapikan barang-barangnya yang ada di atas meja.

"Hati-hati, Ala, jangan lupa kabarin kami di grup kalau kamu udah sampai, oke?" jawab gadis lain yang satu ruangan dengan Ala.

"Pasti, itu sudah menjadi rutinitas kita semua bukan?" tanya Ala dengan terkekeh yang juga disambut dengan tawa dari beberapa orang yang satu ruangan dengannya.

Setelah selesai merapikan barang-barangnya, Ala langsung keluar dari ruangan itu dengan senyuman yang tiada henti, dia jadi ingat kalau bulan lalu saat dia tengah menunggu untuk wawancara pekerjaan, dia bertemu dengan seorang gadis yang sama-sama tengah menunggu untuk diwawancarai.

"Halo, aku Wulan, kamu siapa?" tanya gadis itu menyodorkan tangannya.

Ala yang saat itu tengah meneliti kembali berkas-berkas yang telah dia bawa langsung menoleh, dia melihat ada gadis yang memakai baju hitam putih dan kerudung segiempat warna hitam tengah tersenyum ke arahnya sembari tangannya yang terulur ke depan. "Aku Ala, kamu juga lagi nunggu wawancara kerja?" jawab Ala menjabat tangan Wulan.

Wulan mengangguk dan berkata, "iya aku lagi nunggu wawancara kerja, kalau boleh tau kamu masuk bagian apa? Aku bagian pemasaran," tanya Wulan yang sepertinya tertarik untuk mengobrol dengan Ala.

"Oh, aku bagian editor. Semoga kita bisa diterima di sini," jawab Ala diiringi doa.

"Aamiin." Wulan menyahut dan setelahnya mereka terdiam, bingung apa yang ingin diobrolkan.


Beberapa saat kemudian Ala dipanggil masuk untuk melakukan wawancara kerja, dia merapihkan penampilannya, mulai dari krudung, rok, baju serta berkas-berkas yang dia bawa. Sekitar dua puluh menit berlalu akhirnya Ala keluar dengan wajah sedikit cerah, dia melihat ke arah Wulan yang ternyata sedang menatap dirinya, Ala berkata pelan dan tanpa suara, "semoga berhasil!"

🦋

Naura Carla Amelia, gadis berusia sembilan belas tahun lebih delapan bulan yang terlahir sebagai anak perempuan pertama dengan berbagai luka yang hinggap di jiwanya. Naura yang kerap dipanggil dengan nama Ala oleh orang-orang sekitar sekaligus keluarganya itu tetap tersenyum meskipun di dalam hatinya tengah terjadi perdebatan alot antara hitam dan putih.

Di permukaan memang dia seperti tidak punya beban dan selalu ceria, tapi mereka tidak tahu jika dia sedang berada di kamar, dia pasti akan menangis dan menumpahkan segala keresahan serta hal yang mengganjal hatinya.

Seperti saat ini, Ala tengah tengkurap dengan menangis tanpa suara. Dia sungguh pandai menyembunyikan lukanya, dia pandai memberi saran dan nasehat pada orang lain, bahkan Ala juga menjadikan dirinya sebagai rumah bagi orang-orang yang seperti dia. Tetapi sayangnya dia lupa, bahwa dia tidak setegar saat dia berada di luar.

"Kenapa? Kenapa harus Ala yang selalu disalahkan sama Mama? Kenapa ya Allah?" lirihnya dengan suara yang serak dan sedikit keras, dia tahu di rumah tengah tidak ada orang makanya dia berani berbicara sedikit keras walaupun tengah menangis.

"Apa salah Ala? Ala sudah melakukan apa yang Mama minta, Ala hanya ingin diapresiasi aja, tapi kenapa Mama malah nyalahin Ala?" sambungnya kembali menenggelamkan kepalanya di antara kedua tangannya. "Padahal sedari dulu Ala hanya ingin ucapan selamat yang diucapkan oleh Mama dan Papa, tapi apa? Apa yang Ala dapatkan? Yang ada Ala malah selalu salah dan salah!"

Waktu terus berjalan, tanpa sadar Ala tertidur setelah puas menangis, di wajahnya masih ada sisa-sisa air mata bahkan masih ada air mata yang mengalir dari sudut matanya. Seberat itu menjadi Ala, anak pertama yang seharusnya mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya, tapi itu tidak bisa didapatkan olehnya. Dia memang mendapatkannya, tapi itu hanya sebentar, dia ingin seperti orang lain yang bisa mencurahkan segala isi hatinya pada kedua orangtuanya tapi itu tidak mungkin. Ada dua adiknya yang masih kecil, dia diharuskan menjaga mereka dan yang paling parah dia tidak boleh mengeluh. Sekali mengeluh cacian dan makian yang biasa dia dengar akan terus terlontarkan padanya.

"Aku lelah, aku lelah dengan semua ini yang seperti tidak ada habisnya. Bisakah aku bahagia walaupun sebentar?"
– Naura Carla Amelia

🦋









Hai guys, terima kasih sudah membaca bab ini!

Sampai jumpa di bab selanjutnya!

Jangan lupa vote dan komen ya!

Siapa yang sedih pas baca bab kali in?

Menurut kalian bagaimana bab ini?

Bye-bye guys! 👋🏻🫶🏻

Bayangan Cantik Butterfly Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang