3. Rasa Tersirat

120 7 122
                                    

Itu pagi yang cerah di Sanctuary. Beberapa suara yang berasal dari kegiatan para saint sudah terdengar, seperti teriakan semangat para taruna yang berlatih di colosseum. Namun, di keempat belas kuil suci, suasana tampaknya lebih tenang dan damai. Seperti di Kuil Aquarius contohnya.

Menata buku pada rak perpustakaan, ekspresi Degel terlihat serius. Saint emas itu mengkatalogkan buku-buku itu sesuai abjad, judul, dan isi. Sebagai seorang pecinta buku hingga dijuluki kutu buku oleh kamerad kurang ajarnya, Scorpio Kardia, mata Degel seakan iritasi melihat buku-buku itu tak tersusun sebagaimana mestinya. Jiwa perfeksionisnya meronta-ronta dan berakhir dengan ia yang membongkar dan menata ulang perpustakaan kuil.

Remaja 16 tahun itu mulai menyesali kenapa ia harus melakukan ini di pagi hari, mengingat betapa banyaknya buku di perpustakaan pribadi kuil. Ingin sekali ia membuang beberapa buku tidak berguna yang entah berisi apa. Yah, bukan salah Degel jika ia tidak tahu apa isi buku itu, apalagi dengan sampul yang lepas, halaman yang sobek, dan tinta yang memudar. Buku ini terjatuh ke air atau bagaimana.

Kegiatan menata buku-buku itu diinterupsi sebuah cosmo yang memasuki kuilnya. Degel mengerutkan kening. Apa yang Pisces lakukan di kuilnya? Meletakkan buku di atas meja baca, ia keluar dari perpustakaan, segera mendapati sosok ramping Penguasa Kuil Kedua Belas. Mata biru gelap itu menatapnya dengan raut datar.

"Ada yang bisa saya bantu, Albafica? Ada gerangan apa Anda ke kuil saya?"

Dalam balutan kemeja biru tua dan celana hitam, Sang Pisces terlihat lebih mudah didekati daripada ketika ia memakai cloth emasnya. Rambut birunya diikat dengan pita hitam di belakang tengkuk. Penampilan tak biasanya membuat Degel mengangkat kedua alisnya terkejut.

"Aku diminta Paus untuk memanggilmu menghadap sekarang. Ada sesuatu yang ingin beliau sampaikan kepada seluruh saint emas." Jawaban itu datang dengan suara datar.

Degel sama sekali tak terkejut. Kameradnya yang satu itu memang datar dan jauh. Bukannya ia tak mau bersosialisasi dengan tetangga kuilnya, tetapi Albafica selalu mengisolasi diri dari saint emas lainnya. Apabila aroma harum demon rose tidak menguar di Sanctuary saat-saat bunga mematikan itu mekar, maka semua orang tidak akan menyadari bahwa Saint Pisces ada di antara mereka.

"Baiklah, terima kasih sudah memberitahu saya."

Albafica mengangguk dengan wajah tenang.

"Saya akan mencuci tangan sebentar. Tolong tunggu saya, Albafica."

Degel tersentak ketika mata biru dalam itu sedikit melembut. Jika bukan karena ia yang jeli, ia tidak akan menyadarinya. "Tentu saja. Aku akan menunggu." Balasannya datang setingkat lebih lembut.

Tersenyum tipis, Degel masuk ke dalam kamar dan segera ke kamar mandi. Ia mencuci tangannya sebentar, sebelum kembali keluar untuk menemui kameradnya yang menunggu. Tampilannya masih tampak rapi seakan ia belum mengobrak-abrik perpustakaan dari pagi buta.

"Baiklah, mari."

Dengan itu, kedua saint emas muda berjalan menaiki beberapa anak tangga untuk sampai ke Kuil Paus. Keduanya berjalan beriringan dengan jarak aman yang membuat Albafica nyaman. Sesampainya di aula, Degel mendorong pintu kembar itu untuk terbuka, segera mendapati beberapa kameradnya yang telah menunggu.

Paus Sage duduk di singgasananya. Di sebelahnya berdiri sang saudara kembar, Altar Hakurei. Keberadaan tetua satu itu membuat Degel mengerutkan kening. Tidak biasanya melihat beliau berada di Sanctuary.

Semua saint emas telah hadir. Mulai dari Taurus Hasgard, Gemini Aspros, Cancer Manigoldo, Virgo Asmita, Scorpio Kardia, Sagitarius Sisyphus, Capricorn El Cid, Aquarius Degel, dan Pisces Albafica. Tiga posisi lainnya—Aries, Leo, dan Libra—kosong. Dua di antaranya masih dalam tahap pelatihan dan saint emas Leo sedang entah berada di mana sekarang.

The Frozen Blue Moon [Saint Seiya: The Lost Canvas]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang