01

99 3 0
                                    

Play song: Reuni by Rizky Febian

Enjoy readers!




***

Kota Jogja begitu damai ketika Valeria Gauri tengah membereskan meja yang baru saja ditinggal pelanggan. Gadis dengan kehidupan sederhana yang berada di kota Jogja itu sudah menyelesaikan pendidikannya di sebuah universitas dekat sini dan sedang bekerja di sebuah cafe saat ini.

Sebuah dentingan bel dari pintu kaca cafe tempatnya bekerja berbunyi nyaring. Sontak atensi Gauri menoleh ke arah pintu masuk dan menatap dengan berbinar ketika tau siapa yang mengunjunginya. Gadis dengan kulit eksotis dan senyuman ramah yang terkembang itu segera menghampiri Gauri dan memeluknya layaknya saudari kandung yang terpisah lama.

"Astaga Jina! Kenapa kau tidak mengabariku dulu sebelum kemari?" Ucap Gauri setelah mereka mengurai pelukan masing-masing.

"Astaga ri, aku terlalu excited buat ketemu kamu sampai nggak kepikiran mau mengabari dulu,"sahut Jina senang.

"Iya to? Yasudah aku buatkan minum dulu, kita ngobrol di pojok aja nanti. Sebentar lagi aku ganti shift,"ucap Gauri kemudian pergi ke dapur cafe.

Setelah mengganti seragam waiters nya dengan kemejanya lagi, Gauri kembali menyusul jina dan bergabung dengan gadis itu. Gauri mendudukkan dirinya di hadapan jina yang tampak memainkan ponselnya.

"Jadi ada apa?" Tanya Gauri tanpa basa basi.

Jina menurunkan ponselnya. "Astaga, jadi itu sapaan darimu untuk temanmu yang sudah lama tidak berjumpa? Kasar sekali,"gelak Jina. Gadis itu terkekeh kemudian mengeluarkan dua tiket pesawat dan meletakkannya di meja kopi di hadapan mereka.

"Sepertinya kamu memang sudah menduga aku punya tujuan lain kan?" Ujar Jina menyodorkan tiket itu mendekat pada Gauri.

Gauri sendiri menatap tiketnya dengan bingung. "Apa maksud kamu dengan semua ini?" Tanyanya.

"Aku mengajak kamu liburan ke Bali!" Girang Jina.

Gauri membeliak tak percaya. Dia sempat membaca nama yang tertera di tiket tersebut. Berkali-kali ia baca memang tertulis namanya.

"Hah? Kok bisa? Kenapa?" Tanyanya masih tak percaya.

Jina mengedikkan bahunya. "Simpel aja ri, aku mau kita liburan bareng sebelum aku pergi ke Korea bulan depan,"balas Jina dengan senyum simpul.

"Korea?! Bulan depan!?" Gauri memekik histeris.

Saking kagetnya dia bahkan tidak sadar sudah mengganggu kenyamanan pengunjung yang lain. Gadis itu membungkuk seraya memohon maaf atas keributannya sendiri. Tapi dia benar-benar kaget. Belum lama mereka menjalani wisuda dari universitas tapi Jina sudah mau pergi jauh. Ah, Gauri mengutuki ingatannya. Kebersamaan mereka di hari kelulusan sudah nyaris lima tahun yang lalu. Mungkin Jina memang sudah lama menantikan kesempatan menempuh s2 nya di negeri gingseng seperti yang dia idam idamkan dahulu. Apakah ini saatnya? Tapi Gauri sangat menyayangkan hal itu. Semenjak ia bekerja full time di cafe ini, waktu yang ia dan Jina habiskan memang cukup sedikit. Gauri terlalu sibuk bekerja, dan mencari pekerjaan sampingan sehingga lupa menyisihkan waktu untuk sekedar bertemu sahabatnya.

"Aku diterima beasiswa ri, dan ini adalah mimpiku. Makanya aku mau menghabiskan waktu disini dulu bareng kamu,"kata Jina. Tangannya meraih tangan Gauri yang bergerak-gerak gelisah di meja kopi. "Maafin aku ya, aku terlalu sibuk kerja jadi nggak memperhatikan hubungan kita yang renggang,"sahut Gauri tersenyum tipis.

"Aku ikut senang kamu bisa diterima beasiswa na, jangan lupain aku ya?" Mohon Gauri dengan tulus.

"Tenang aja. Aku ga bakal melupakan kamu, Jogja, Indonesia, atau bahkan geng Ash yang sering menjaga kamu itu,"Jina kemudian terkikik ketika membahas perihal ash.

Gauri seketika melengos. Menarik tangannya secara paksa dari genggaman jina. "Ash itu mirip berandalan yang sering kamu bicarakan,"cebik Gauri.

Jina tertawa. "Ayolah Gauri, jangan panggil mafia itu berandalan. Kau tau apa yang baru ku baca dari internet barusan? Klan Denevont itu punya cowok-cowok kece yang bisa kamu gebet!" Bisik Jina dengan pekikan senang.

"Pfftt. Apa faedahnya suka sama mereka sih na, orang-orang pemabuk suka berantem, dan...ayolah kau pasti tau gaya hidup mereka yang tidak menghormati wanita, anak-anak maupun orang tua. Mereka itu berandal!" Balas Gauri. Dia jelas-jelas tidak setuju dengan segala statement dari Jina jika membahas soal mafia mafia gila ini.

Dari pandangan Gauri sendiri, mereka hanyalah sekelompok berandalan yang suka membuat keributan di pinggir jalan seperti melakukan balapan liar atau sampai yang terparah adalah pengedaran narkoba. Gauri bahkan sering memijit pelipisnya ketika mendengar jina suka membahas klan klan yang entah berapa jumlahnya itu. Yang pada saat Gauri lihat, penampilan mereka di berita infotainment bahkan tak jauh berbeda dengan anak punk yang ada di perempatan lampu merah. Bedanya mereka pasti tidak jarang mandi dan punya banyak uang.

Lagi-lagi Jina tertawa. "Inilah Gauri ku yang dulu. Anti mafia akut! Hahahaa!" Gelak Jina.

Gauri memutar bola matanya. "Jadi kapan kita liburan? Aku mau urus cuti ku dulu,"ucap Gauri.

Jina mengetuk-ngetuk meja kopi. "Kira-kira Minggu depan. Hanya empat hari di sana, meski singkat aku harap moment ini bakal jadi moment yang membekas di ingatan kita,"ujar Jina.

Gauri menganggukkan kepala setuju. Keduanya kemudian menghabiskan waktu dengan mengobrol banyak. Tanpa tahu siapa yang sedari tadi menguping pembicaraan mereka di meja yang posisinya tidak jauh dari Gauri dan Jina.

Laki-laki berkacamata hitam itu menyesap kopi pahitnya dengan nikmat. Dia tidak pernah se tertarik ini pada gadis sebelumnya, meski langkahnya hanya bisa sebatas menguntitnya saat bekerja.

"Bos, ada pesan dari orang itu,"bisik seseorang yang tengah menemaninya duduk di cafe. Penampilannya dibuat sebiasa mungkin meski tak dapat menyembunyikan tato besar bergambar ular di lengannya. Cowok itu langsung bangkit dan disusul si bertato ular. Mereka segera keluar dan meninggalkan area cafe menuju ke mobil Sedan Corolla yang terparkir di pinggir jalan.

"Kenapa Lo harus pakai mobil butut begini dibanding Ferarri yang baru kemarin Lo beli sih?" Sontak saja ada sebuah gerutuan begitu cowok berkacamata hitam ini masuk. Jean.

"Kamu kan paham aku nggak mau menarik perhatian,"ucapnya.

Cowok dengan rambut pirang dibalik stir kemudi memutar bola matanya jengah. "Lo bilang ga mau narik perhatian, terus gimana Lo bisa bikin tuh cewek suka sama Lo?" Sahutnya.

Cowok berkacamata itu diam. "Nih, ada pesan dari Sakazaki buat Aster Bonavide,"cowok pirang itu mengulurkan tangannya, memberikan ponsel i-phone yang kini menampilkan layar email.

Cowok berkacamata—Ash, dia menerima ponsel itu dan membaca pesan nya. Belum selesai semua ia membaca kalimat yang dikirimkan oleh ketua klan Sakazaki itu, gertakan giginya sudah terdengar. "Orang ini suka menguntit ya?" Geramnya.

"Memang kenapa? Kayak Lo ga kenal dia aja,"balas Jean menatap Ash dari kaca spion dalam.

Ash tersenyum mengejek. "Permintaan damai jika aku menyerah untuk mendapatkan Valeria Gauri,"sahutnya.

Laki-laki dengan rambut blonde itu menoleh. "Serius? Gila man, kayaknya dia emang suka sama semua yang Lo suka,"sahutnya sarat mengejek.

Ash membuang ponselnya ke ruang kosong di sebelah tempatnya duduk. "Terserah deh, aku tau dia ga bakal macam-macam. Orang seperti Sakazaki cuma mau main-main,"selorohnya asal. Meski ia harap ucapannya benar-benar bisa ia pegang sebagai alih agar dia tidak kepikiran kemungkinan apa saja yang bisa klan Sakazaki lakukan ke depannya.

"Yeah, gue harap Lo memang benar,"sahut Jean kemudian menyalakan mesin mobil dan melajukannya membelah jalanan padat di kota Jogja ini.

***

See ya!

My Boyfriend Is A Mafia!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang