1.1

146 21 4
                                    

"Ibnu, Tunggu!" Anak berusia 6 tahun bernama Renalia Dwinta itu berlari mengejar anak lelaki yang nampak tidak peduli dengan teriakan Rena dan hanya terus berjalan menuju taman sekolah dengan menenteng buku dan kotak pensil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ibnu, Tunggu!" Anak berusia 6 tahun bernama Renalia Dwinta itu berlari mengejar anak lelaki yang nampak tidak peduli dengan teriakan Rena dan hanya terus berjalan menuju taman sekolah dengan menenteng buku dan kotak pensil.

"Kenapa Ibnu gak nungguin Rena?" Rena mendudukan dirinya di tanah mengatur nafasnya sedangkan Ibnu duduk di kursi putih taman.

"Jangan duduk di tanah, kotor." Ucap Ibnu sibuk dengan buku tesnya, mendengar ucapan itu Rena kembali berdiri dan duduk di sisi kosong kursi.

"Ibnu lupa ya? Rena 3 hari lalu ulang tahun loh yang ke enam, Ibnu gak akan ngasih ucapan selamat ulang tahun ke Rena?" Rena memerhatikan Ibnu yang tetap diam "ih Ibnu nyebelin, padahal Zaki sama Pangeran ngucapin loh bahkan Migo kasih Rena hadiah sekotak jepit rambut warna pink!"

"Yaudah sana main aja sama mereka." Jawab Ibnu tetap terfokus pada buku tes perkaliannya.

"Gak mau mereka ribut mulu Rena cape lihatnya," Rena memperhatikan Ibnu yang mulai mengisi bagian-bagian kosong di buku "kok? Ih Ibnu udah mau perkalian 12 ya? Bentar lagi kolom bintang namanya dikelas penuh dong, padahal kan baru di tes sampe perkalian 8 sama ibu."

Nyatanya Rena terus berbicara walaupun tidak di hiraukan oleh Ibnu "Yaudah lah Ibnu nya diem doang, gak kasih Rena ucapan ulang tahun." Rena mulai membuka tas jinjing yang sedari tadi hanya di peluk "Rena aja yang ucapin sekarang, selamat ulang tahun Ibnu yang ke tujuh ya? Rena ngga pelupa loh kaya Ibnu, terus ini buna ada buatin cookies buat Ibnu." Rena mengeluarkan satu kotak bening dari tas.

Ibnu berhenti dengan pensilnya lalu menatap tangan Rena disampingnya yang menyodorkan kotak cookies yang dibawa "Makasih." Ibnu menerima kotak itu dan hanya menyimpan nya di dekat kotak pensil, Rena tersenyum manis.

"Dicobain dulu dong, Rena bantuin tau waktu buna bikin cookies nya." Rena menangkup wajahnya dengan satu tangan dimeja menatap Ibnu dari samping.

Ibnu terlihat menghela nafas, mulai memasukkan pensil ke tempatnya dan membereskan barang yang dibawa, Ibnu berdiri "Lain kali gak usah repot-repot bawain makanan lagi, nanti gak bisa ngemil kan dirumah?" Ibnu berbicara pada Rena dan pergi.

"Eh?" Rena menegakkan badannya, dia ketauan? Memang sekotak cookies itu adalah bagian untuknya dirumah, bukan benar-benar untuk diberikan pada Ibnu, lagipula tanpa Rena tau Bunda Ibnu sudah diberikan sekotak cookies yang sama oleh buna Rena kemarin sore.

***

"Buat bendahara udah mulai buat laporan pengeluaran pemasukan acaranya ya biar nanti kalo diminta ngga keteteran diakhir."

Rena hanya mengangguk kala ketua osis berbicara padanya sebagai bendahara, walaupun bukan sekertaris Rena terlihat mencatat poin-poin penting dari seluruh rangkaian rapat hari ini.

Rapat berjalan damai tanpa ribut, ketua osis telah menutup rapat, Rena membereskan barang barangnya yang ada dimeja kedalam tas punggungnya.

"Rena kamu pulang sekarang? Mau bareng aku?" Ketua osis bertanya sambil berjalan kearah kursi Rena.

"Eh ngga deh kali ini Pangeran, aku ada les dulu." Rena memakai outer rajutnya.

"Ya Udah mau aku antar? Aku bawa sepeda biar cepat." Pangeran masih berusaha mengajak, sedangkan Rena melihat Ibnu di sana telah berjalan keluar ruangan.

"Gapapa aku jalan aja, makasih loh tawarannya, aku pergi duluan ya!" Rena dengan cepat pamit berniat hati mengejar pangeran impiannya, bukan Pangeran Erlangga yang tadi, tapi IBNU SIDQI!!

Walaupun di lorong sekolah sudah tidak nampak, Rena tau kemana Ibnu pergi "Ibnu!" Teriak Rena melihat Ibnu yang sedang membuka gembok di roda sepedanya "aku nebeng ya? Kamu juga ada les kan?"

"Ngga terima tebengan." Ibnu mendorong pelan sepedanya.

"Ih jangan gitu! Kitakan satu tempat les, bareng aja aku ikut." Rena memegang stang sepeda Ibnu.

"Kamu kan ada kakak yang bawa motor."

"Kak Reina kan SMA pulangnya jam 5 nanti kesorean telat, les kita kan jam 4, kurang dari setengah jam lagi." Rena menggerak-gerakkan kakinya sebal.

"Ya Udah sama Erlan sana, minggir aku mau pergi." Ibnu melewati Rena.

"Dasar waketos pelit! Erlan gak ada jadwal les hari ini, ngerepotin dia. Kan aku bisa telat gini gegara ada rapat acara osis, kalo gak ada rapat aku udah pulang dari jam 1 tadi terus lesnya dianter mami, belum lagi nanti aku harus ngerjain tugas dari ketos tadi kalo sampe aku nanti di marahin Miss di tempat les terus malemnya keteteran dan gak fokus buat tugas tadi nantinya malah gak bagus laporannya, nanti kamu juga yang bakalan bingung—"

"Berisik! Dasar cerewet, ya udah ayo!"

Rena tertawa senang berlari kearah Ibnu yang sudah lebih dulu naik ke sepeda "Hehe makasih Ibnu," Rena menaiki stand kaki di sepeda Ibnu "Rok aku gak akan kena angin kan ya?" Tanya Rena karena posisinya berdiri bisa saja roknya terkena angin sore yang cukup kencang.

"Mikir lah, turun." Rena turun sesuai perintah, Ibnu membuka tsnya mengeluarkan jaket yang ia bawa "Lilitin di pinggang." Setelah jaketnya di Terima Rena, Ibnu kembali bersiap di sepeda.

"Makasih lagi lagi lagi Ibnu," Rena kembali naik ke sepeda setelah memakai jaket Ibnu untuk menutupi rok birunya "YUHU AYO BERANGKAT!" tangan kiri Rena memegang pundak Ibnu dan yang kanan terangkat ke atas.

"Diem jangan petakilan nanti oleng, jatuh." Ibnu mulai menjalankan sepedanya keluar gerbang, tidak lupa keduanya juga berpamitan memberi salam kepada satpam yang telah membukakan gerbang untuk lewat.

***

Di sebuah kelas di sekolah menengah atas, Rena yang kini sudah duduk di bangku SMA, berjalan dengan percaya diri menuju meja Ibnu, orang yang dianggapnya sahabat sejak kecil yang kini telah menjadi lebih dari sekedar teman sekelas walaupun tak pernah dihiraukan oleh Ibnu. Meski Ibnu sekarang sudah punya pacar, Rena tidak pernah merasa gentar sedikit pun.

Ibnu sedang duduk di mejanya, mengerjakan sesuatu di laptopnya, Rena mendekat dengan senyum lebar di wajahnya, membawa kotak makan yang telah ia siapkan sejak pagi "Ibnu, aku bawain bekal buat kamu." katanya dengan nada ceria, sambil meletakkan kotak makan itu di depan Ibnu.

Ibnu menatap kotak makan itu sejenak sebelum menoleh ke arah Rena "Rena, gue nggak bisa terima ini," jawabnya dengan nada serius "gue harus jaga perasaan Camila, lo sendiri tau itu."

Rena hanya tertawa kecil, tak terpengaruh oleh penolakan Ibnu "Oh ayolah, Ibnu. Kamu pasti lapar kan? dan aku yakin pacar kamu itu gak akan marah hanya karena kamu terima makanan dari aku," katanya "Lagipula, suatu saat nanti kamu pasti bakalan jadi pacar sehidup aku juga. Jadi apa salahnya sekarang aku mulai rawat kamu?"

Ibnu menghela nafas, menutup laptopnya, dan menatap Rena kesal "Rena, lo tau Ini gak bener. Apa kata orang-orang yang liat?" Rena menyilangkan tangannya di dada, tampak tidak peduli dengan kata-kata Ibnu "Ya ya, aku tahu. Tapi aku juga serius, Ibnu. kamu pasti nggak bisa nolak masakan buatan aku kali ini. Jadi, makan ya. Aku juga nggak peduli apa kata orang!"

Ibnu merasa bingung dengan sikap keras kepala Rena yang tidak mengerti "Rena, ini bukan tentang masakan atau apapun, ini tentang menghormati hubungan. Lo gak bisa terus terusan lakuin ini."

Namun, Rena hanya tersenyum lagi, Ia menepuk pelan pundak Ibnu dan berkata "Kamu kebanyakan mikir, Ibnu. Nikmati saja, oke? Aku pergi sama Lala ke kantin dulu, sebelum si Kamila itu datang." Dengan itu, Rena berbalik dan berjalan menjauh, meninggalkan Ibnu yang masih duduk di mejanya, menatap kotak makan di depannya dengan tak minat.

Tak Akan BersuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang