Hari yang dinantikan akhirnya tiba, namun Rena merasa seperti berada di tengah badai yang penuh dengan ketidakpastian. Semua persiapan dan rutinitas yang padat selama beberapa minggu terakhir membuatnya tak sempat benar-benar memahami atau merenungkan undangan pernikahan yang diterimanya. Tanpa waktu luang yang cukup, ia hanya berkomunikasi dengan pihak wedding organizer (WO) lewat WhatsApp, yang hanya memberikan rincian acara tanpa pernah memberitahu detail pernikahan lainnya.
Pagi-pagi sekali, Rena sudah tiba di rumah tempat acara pernikahan berlangsung. Tujuannya sederhana-dia ingin melihat mempelai perempuan terlebih dahulu, hanya sekedar ingin mengenal. Namun, begitu sampai, harapannya langsung pupus ketika petugas WO memberitahunya bahwa tak ada seorang pun yang boleh masuk ke ruang pengantin perempuan kecuali para pendamping yang dipilih oleh pihak pengantin perempuan itu sendiri, mereka memiliki tanda sendiri dengan bross yang dikenakan di gaun sedangkan Rena tidak mendapatkannya.
"Tapi saya juga pendamping pengantin," Rena mencoba menjelaskan dengan suara bingung "Maaf, Mbak. Pendamping dari pihak pengantin cowok nggak bisa masuk ke ruangan pengantin cewek. Ini aturan dari pihak mereka." jawab petugas WO dengan sopan karena mengetahui Rena adalah adik dari atasannya.
Rena menarik napas dalam-dalam, berusaha meredakan kegelisahan yang perlahan-lahan mulai merayap di hatinya. Dia merasa aneh dan sedikit terasing, tak memahami sepenuhnya perannya dalam acara ini. Dia pun mendekati salah satu anggota WO yang sibuk dengan daftar tugas di papan dada yang di pegangnya.
"Mbak, boleh tanya nggak? Pendamping dari pihak cowok itu siapa aja sih yang diundang?" tanya Rena, mencoba mencari petunjuk, anggota WO itu menoleh dengan ekspresi bingung "Nggak ada, Mbak. Setau saya pihak cowok nggak undang pendamping, kok. Paling cuma teman dekatnya aja yang ikut bantu."
Jawaban itu membuat Rena terdiam. Kalau begitu, kenapa dia ada di sini? Pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan yang tak bisa ia jawab sendiri. Merasa tidak nyaman, Rena memutuskan untuk keluar sejenak dari dalam rumah dan berdiri di dekat bagian penerima tamu yang dijaga oleh petugas WO lain. Ia ingin menenangkan pikirannya yang mulai kalut, berharap udara segar bisa membantu.
Beberapa menit kemudian, sebuah mobil pengantin pria tiba. Suasana di sekitar gedung mendadak riuh dengan persiapan menyambut kedatangan pengantin pria. Para tamu undangan dan petugas WO bersiap-siap, membuat Rena semakin tegang. Jantungnya berdegup kencang saat pintu mobil terbuka, dan pengantin pria turun.
Dan saat itu dunia Rena seketika terhenti. Yang turun dari mobil itu bukan Ilyas seperti yang ia bayangkan. Disana Ibnu berdiri -seseorang yang selama ini selalu Rena coba untuk dekati, namun tak pernah ia duga akan berada di posisi ini. Sejenak, Rena merasa tubuhnya kehilangan kekuatan. Pemandangan itu seolah menusuk hatinya dengan kenyataan yang tak pernah ia bayangkan.
"Kenapa?" Rena bergumam tak percaya, matanya menatap kosong ke arah sosok yang kini berdiri gagah dengan jas pengantin putih. Di sebelahnya, Ilyas berdiri dengan hanya mengenakan pakaian keluarga, tersenyum tipis seperti biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Akan Bersuara
Teen FictionBahkan sampai akhir pun masih Rena yang mengucapkan selamat [1] Seri Lembaran Mimpi Tak Akan Bersuara (Selesai ☑) piwuuxzy © 12 Agustus 2024