Malam itu, Rena duduk termenung di kamar kostnya, matanya menatap kosong pada layar laptop. Pekerjaannya telah di ganggu oleh ibu kost yang memanggilnya bahwa ada paket dibawah, sebuah kotak merah berlapis emas dengan tulisan 11/3 yang samar terlihat telah diterima rena, terlihat begitu mencolok di tengah kesibukan Rena. Rena kini akan menuju semester akhir di tengah kesibukannya dengan tugas-tugas, praktikum, hingga pekerjaan yang membuat harinya selalu penuh.
Namun, malam ini pikirannya sedikit teralihkan oleh kotak yang baru saja ia ambil dari kurir yang mengantar. Dengan hati-hati, Rena membuka kotak itu. Di dalamnya, ia menemukan selembar surat yang terlipat rapi di atas selembar kain beludru berwarna merah tua. Rena membuka surat itu dan membacanya perlahan.
Kepada Nona Renalia yang terhormat,
Dengan penuh kebahagiaan, kami ingin mengundangmu untuk menjadi bagian dari momen istimewa dalam hidup kami. Kami akan segera melangsungkan pernikahan pada tanggal yang telah tertera dan tidak ada yang lebih kami inginkan selain memiliki orang-orang terdekat di sisi kami pada hari bahagia tersebut.
Kami sangat berharap kamu bersedia menjadi salah satu pendamping pengantin pada pernikahan kami, menemani kami dalam perjalanan menuju hari yang penuh kebahagiaan ini. Kedatanganmu akan sangat berarti bagi kami, dan kami tahu bahwa kehadiranmu akan membuat hari itu semakin spesial.
Di dalam kotak ini, kami sertakan selembar kain yang nantinya akan dijahit menjadi gaunmu, buatlah gaun dari kain yang kami berikan sesukamu. Kami juga telah menyiapkan beberapa hadiah kecil sebagai ungkapan terima kasih dan harapan bahwa kamu akan menerima undangan ini.
Kami menantikan kabar baik darimu dan berharap bisa merayakan hari ini bersama.
Dengan penuh rasa hormat dan kasih,
I & N
Surat itu berisi permohonan agar Rena bersedia menjadi seorang bridesmaid dalam sebuah pernikahan yang akan datang, Rena mengerutkan keningnya mencoba menebak siapa yang mengirimkan paket dan surat ini.
Sambil memikirkan hal tersebut, Rena mengeluarkan kain dari dalam kotak. Kain itu terasa lembut di tangannya, dengan warna dan tekstur yang menunjukkan bahwa ini adalah kain yang dipilih dengan sangat baik. Selain kain, ada juga beberapa perlengkapan dan hadiah sesuai yang tertulis.
Tiba-tiba, dering teleponnya memecah keheningan malam. Rena tersentak, meletakkan kain itu di sampingnya dan mengangkat telepon yang bergetar di atas meja "Halo, Buna?" Rena menyapa dengan segera.
"Rena, kamu udah terima kiriman dari Tante Yona, kan?" tanya suara ibunya yang lembut dari seberang sana.
Rena terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi itu ternyata ini dikirim oleh tante Yona atau ibunya Ibnu "Mami, ini dari bang Ilyas, kakaknya Ibnu ya?" tanyanya, sedikit ragu "Ya, sepertinya... Mami juga kurang tau, Tante Yona cuma bilang putranya akan menikah, dan minta alamat kost kamu buat kirim paketnya." jawab ibunya dengan nada biasa, seolah-olah ini adalah hal yang wajar.
Rena terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata ibunya "Oh Oke Buna, makasih! Jangan begadang, istirahat sana salam ke ayah"
Setelah mengakhiri telepon, Rena menatap kain itu lagi. "Mungkin sih ini dari bang Ilyas, yakali dari Ibnu." gumamnya pelan, karena tidak mungkin ini dikirim dari Ibnu yang masih sibuk dengan studinya. Rena merasa sedikit lega, namun tetap ada rasa penasaran yang tersisa. Ia memutuskan untuk menyimpan kain itu kembali ke dalam kotak. Besok, ia akan mengunjungi kakak perempuannya yang seorang designer itu untuk meminta menjahitkan kain ini menjadi sebuah gaun lalu akan bertanya langsung pada Ilyas.
***
Keesokan harinya, setelah selesai dengan urusan kampus dan menikmati libur dari magangnya, Rena memutuskan untuk berkunjung ke butik kakaknya. Sesampainya di sana, Rena disambut hangat oleh salah satu pegawai yang segera menuntunnya menuju ruangan pribadi sang kakak. Ruangan itu nyaman dengan aroma wangi bunga yang selalu membuat Rena selalu betah setiap kali berkunjung.
Setelah beberapa basa-basi, Rena menyerahkan paperbag berisi kain dari kotak merah yang diterimanya kemarin malam. Kakaknya menerima dengan senyum, kemudian mengajak Rena untuk duduk, mereka mulai berbincang, awalnya tentang urusan keluarga, kuliah, pekerjaan sampai akhirnya pembicaraan beralih ke topik yang membuat Rena penasaran—pernikahan putra Tante Yona.
"Sekarang tante Yona benar-benar sibuk ya, Ren? Beberapa hari lalu, beliau datang ke butik ini sama besannya dan calon pengantin perempuan. Mereka mau sewa gaun pengantin dan jasa pernikahan di sini," cerita kak Reina sambil membuka kain dari dalam paperbag yang diberi Rena.
Rena mengangguk, menatap kakaknya dengan mata penuh rasa ingin tahu "Pengantin perempuannya gimana, Kak? Cantik? Aku penasaran banget siapa sih yang akan nikah sama Bang Ilyas. Kakak sempat ngobrol sama mereka?"
Kakaknya tampak berpikir sejenak, kemudian menggeleng pelan "Kakak nggak terlalu banyak ngobrol sih, Ren. Waktu itu mereka kelihatan buru-buru, jadi kakak nggak sempat tanya-tanya lebih detail. Pengantin perempuannya kelihatan manis dan sopan, tapi aku nggak tahu banyak soal dia. Lagian, aku jarang banget tanya lebih lanjut kalau klien lagi sibuk tapi kayaknya dia seumuran sama kamu deh dek."
Rena mengangguk lagi, kali ini dengan kerutan di dahinya "Aneh juga ya, Kak. Bang Ilyas itu seumuran sama Kakak, kan? Dan dia lagi kerja di luar negeri. Kok rasanya... kenapa aku yang diundang jadi pendampingnya, sementara Kakak enggak?"
Kakaknya tertawa kecil mendengar pertanyaan itu, lalu menjelaskan "Oh, kalo untuk itu mungkin aku nggak diundang jadi pendamping pengantin, karena Tante Yona cuma minta aku untuk jadi pengurus selama acara, koor lah. Jadi aku bakal bantuin kaya make up, ganti gaun, dan hal-hal lainnya berhubungan sama waktu dan pengantin selama pesta. Mungkin mereka udah punya plan sendiri."
Penjelasan itu tidak sepenuhnya menghilangkan rasa penasaran Rena, tetapi setidaknya sedikit menjawab pertanyaan yang menggantung di benaknya. Mungkin benar, pikirnya, peran pendamping diberikan kepada orang-orang yang lebih dekat dengan calon pengantin perempuan.
"Aku jadi makin penasaran, Kak," gumam Rena akhirnya, mencoba mencerna semua informasi yang didapatnya "Yuk nanti kalo kamu mau, ikut kakak survei rumah pengantin cewe kan tante Yona pake jasa kakak, siapa tau tuh kamu bisa ketemu Ilyas sama calonnya."
"Lihat nanti deh, aku kan kerja juga, ini kebetulan aja hari lagi libur." Balas Rena "Tapi gimana kalo itu Ibnu, Na?" Tanya sang kakak menggoda.
"Gak mungkin gak sih kak, kita lagi sibuk-sibuknya gini. Kan? Yakali.." Jawab Rena tak pasti.
Kakaknya hanya tersenyum, menepuk pelan tangan Rena. "Santai saja, Ren. Iya juga, nanti juga akan terjawab semua saat hari H-nya. Sekarang fokus aja dulu sama kerjaan dan tugas-tugas kamu. Kalau soal gaun ini, serahin ke Kakak aja, nanti Kakak jahit yang paling pas dan bagus buat kamu."
Rena mengangguk, tersenyum kecil, meski perasaan penasaran itu masih cukup mengganggu pikirannya. Namun untuk sekarang, dia memutuskan untuk mengikuti nasihat kakaknya dan kembali fokus pada kewajiban-kewajiban yang menanti.
/?/
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Akan Bersuara
Teen FictionBahkan sampai akhir pun masih Rena yang mengucapkan selamat [1] Seri Lembaran Mimpi Tak Akan Bersuara (Selesai ☑) piwuuxzy © 12 Agustus 2024