"Udah semua?" Tanya Adel saat Oniel, Ashel, Gracia, serta Chika keluar dari brankas bank.
Gracia mengangguk dan menunjukkan tas ranselnya yang sudah menggembung. Adel lantas memimpin jalan mereka ke tempat yang berbeda dengan jalan masuk mereka tadi. Dan Azizi melindungi rombongan itu dari belakang, memasang posisi siaga sepenuhnya.
Semua berjalan dengan lancar. Pencurian yang sudah direncanakan semenjak seminggu yang lalu, terlaksana dengan baik tanpa adanya kendala. Para kepolisian pun berhasil mereka kecoh dengan trik sederhana dan murahan. Bank sepenuhnya sepi, penjaga bank berhasil mereka bius, begitu juga dengan kamera pengawas yang berhasil Mira dan Kathrina sabotase.
Iya, itu yang mereka pikirkan sebelum Adel tiba-tiba mengangkat tangan kirinya. Larian mereka berhenti serentak, dan mulai memelan mengikuti langkah kecil dan penuh kehati-hatian. Jika Adel sebagai pemimpin rombongan seperti itu, maka di depan sana ada bahaya, yang membuat mereka harus ekstra waspada.
Benar saja, baru beberapa langkah mereka memasuki salah satu lorong bank yang terhubung dengan pintu belakang, suara koin yang dilemparkan dan senandung-senandung kecil mulai mereka dengar. Oniel serta Gracia maju selangkah, mendekat pada Adel sambil mengacungkan pistol yang sama seperti milik Adel dan Azizi.
Mereka kompak terbelak saat mengetahui si pencipta dua suara itu. Gadis yang sudah tidak mereka temui selama seminggu. Dan sebelum dia pergi, dia menimbulkan kesan mengesalkan karna ulahnya sendiri. Lempar batu, sembunyi tangan.
Lemparan koin itu berhenti saat Freya mengantungkan kembali koin seribuannya. Ia kemudian tersenyum kecil pada orang-orang di balik topeng yang menutupi seluruh wajah mereka itu.
"Halo? Sudah lama kita tidak bertemu." Sapanya tanpa merasa bersalah sedikit pun.
Tidak ada balasan. Sekilas ia melihat earphone di salah satu telinga mereka, sepertinya mereka diberi perintah untuk tidak menjawabnya. Lagipula apa yang mau dibalas dari sapaan itu?
Baiklah, langsung ke intinya aja kalau gitu.
"Temen kalian yang nam–" Belum sempat Freya menyelesaikan ucapannya, Adel lebih dulu memotong.
"Apa yang kamu lakukan kepadanya, huh!?" Adel langsung terbawa emosi saat nama temannya hendak disebutkan, padahal Freya belum memberi tahu apa-apa.
"Eh, bukan." Kedua tangannya melambai beberapa kali di depan dada, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ga kayak yang kamu pikirkan. Aku cuman mau kasih tahu kalau dia lagi kejebak macet karna kepolisian menutup beberapa titik untuk mengantisipasi rute pelarian kalian. Tapi ga usah khawatir sih, kalian masih aman di sini selama lima belas menit, itu juga tergantung seberapa cepat teman kalian datang menjemput."
"Apa maksudmu?!"
"Para polisi itu bodoh. Karna mereka tidak bisa menyelesaikan teka-teki mudah yang kalian berikan, mereka memilih menutup hampir seluruh jalanan kota. Seperti yang aku bilang tadi, mengantisipasi rute pelarian kalian."
"Kamu berada dipihak siapa huh?!"
Freya hanya tersenyum kecil dan mengendikkan kedua bahunya, ia kemudian berbalik membelakangi mereka. "Sampai bertemu di sekolah." Sambil melambaikan tangan, Freya mulai pergi dari sana.
Adel dan Gracia langsung berlari menyusul Freya yang sudah ikut menghilang dalam kegelapan. Sampai mereka tiba pada salah satu pintu keluar bank, motor yang Freya kendarai sudah menjauh dari bank, cepat sekali perginya gadis itu.
"Dia ga bohong. Beberapa titik benar-benar macet total, dan sekarang Olla lagi cari jalan ke sini." Lapor Flora yang mereka dengar dari sambungan.
"Cek seluruh kamera pengawas kota." Titah Veranda dalam sambungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Freyana
Fanfiction[SEDANG DIREVISI] Sebuah proses balas dendam yang dilakulan oleh Freyana Syifa. Yang membuatnya bertemu lagi dengan kehidupan. Dan memberitahukannya apa itu kebahagiaan. ⚠ Discalimer: 100% fiksi, harshword, broken english, jangan dibawa ke reallife...