Aaron- Kania part 6"Meeting dengan Jaya group akan dilakukan besok jam 4 sore di Hotel Mulya, untuk berkas sudah saya siapkan di meja anda. Dan Meeting dengan para investor diundur lusa atas permintaan Tuan Michael."
"Apakah ada yang lain?"
"Anda hanya perlu terjun meninjau pabrik yang ada di daerah Cikarang bersama beberapa orang dari divisi HR." Wanita itu menyerahkan berkas yang ada ditangannya, "Itu adalah data yang bisa anda gunakan nanti, Tuan."
"Terima kasih." Aaron menerima berkas itu, "Kau boleh pergi sekarang."
"Baik Tuan." Wanita berkaca mata itu menundukkan kepalanya sopan sebelum keluar dari ruangan sang direktur.
Aaron mempelajari berkas tentang complaint costumer, target produksi, SOP, hingga K3 yang diterapkan di pabrik mereka hingga dua jam kemudian pintu ruangannya kembali diketuk dan sekretarisnya muncul di depan pintu.
"Tuan, Sudah waktunya kita untuk berangkat."
"Baiklah."Aaron merapikan jasnya sebelum keluar dari balik ruang kerjanya yang nyaman dan berjalan menuju aula dengan beberapa orang bagian HR yang sudah menunggu.
Dan disana juga ada Kania, wanita satu itu terlihat sedikit pucat dan sedikit gemuk dari terakhir kali Aaron bertemu langsung dengan wanita itu satu bulan lalu saat acara penyambutannya.
"Tuan? Apakah anda sudah berkenan untuk berangkat sekarang?"
"Iya." Aaron menganggukkan kepalanya pelan.
"Silahkan tuan." Sang Sekretaris lantas menggiring Aaron untuk pergi terlebih dahulu dengan mobil mewahnya diikuti team HR yang nantinya akan menggunakan mobil kantor.
"Kania, kamu tidak apa-apa? Kalau kau masih sakit sebaiknya kamu tidak usah ikut dulu." Widya yang duduk disamping Kania menatap wanita itu cemas.
"It's Ok. Aku hanya masuk angin biasa." Ucap Kania dengan senyum tipisnya.
"Kalau begitu maumu. Terserah. Tapi jika nanti kau mual atau pusing langsung bilang saja."
"Hm." Angguk Kania pelan sembari menutup manicnya yang lelah karena jujur seminggu terakhir energi Kania terkuras habis akibat sakit yang dia alami.
Perjalanan berlangsung selama hampir dua jam akibat macet yang tak terkontrol dan beruntungnya Kania menyelesaikan perjalanan dengan baik tanpa kendala apapun.
Didepan sana, Sekretaris Aaron sedang mengenalkan sang tuan pada penanggung jawab gedung dan setelah beberapa saat kemudian seluruh orang dari kantor pusat langsung masuk kedalam gedung untuk cek kondisi dan produksi di pabrik. Kania cukup menikmati kunjungan kerjanya kali ini, tak sekali dua kali dia bertanya pada beberapa karyawan mengenai bekerja di perusahaan mereka saat ini sekaligus mencatat poin-poin yang nanti akan menjadi bahan pertimbangan untuk meeting divisi.
"Aduh." Kania menghentikan langkahnya secara tiba-tiba dengan tangan bertumpu pada meja yang dipakai oleh karyawan.
"Anda tidak apa-apa?" Wanita berpenutup kepala itu langsung menghentikan pekerjaannya dan menatap Kania cemas.
"Saya tidak apa-apa." Senyum Kania tipis meskipun pada kenyataannya bibir gadis itu sangat pucat.
"Kania, are you Ok?" Widya yang jauh dibelakang langsung bergegas menghampiri Kania,
"Tidak apa-apa."
Spontan Widya
memegang tangan gadis itu sangat saat dirasa tubuh Kania melemas dan hampir jatuh.
"Kamu hampir pingsan!" Widya langsung meletakkan form ditangannya dan meraih tubuh temannya itu, "Kan sudah kubilang kalau sakit tidak usah ikut!"
"Aku hanya pusing sedikit."
"Sedikit apa?! Sudah hampir seminggu."
"Widya..." Kania terlihat menarik nafas. "Aku..." Ucapan Kania tertahan di tenggorokan, manic mata yang biasanya memantulkan cahaya jernih perlahan menggelap tanpa permisi disertai tubuhnya yang melemas seperti tak bertulang. Dan detik itu juga tubuh Kania yang berada dalam pelukan Widya meluruh ke lantai hingga membuat Widya menjerit keras.
"KANIA!"****
Kania tertidur cukup lama, bukannya bangun untuk kembali bekerja, tubuh wanita satu itu semakin menyamakan posisinya dan meraih apapun yang terdekat dalam jangkauannya untuk kemudian dipeluk dengan erat.
Dan sosok yang sedari tadi mengawasi wanita muda itu perlahan bangkit dari sofa untuk mendekat kearah ranjang. Jarinya yang besar dan penuh dengan otot yang mengakar itu perlahan terulur, mengelus surai lembut milik sang wanita.
"Apakah tidurmu kali ini sangat nyenyak hingga tidak mau bangun?" Seulas senyum tipis terbit di bibir pria itu sebelum akhirnya wajahnya menunduk dan berbisik lirih di cangkir telinga sang wanita.
"Apakah perlu saya membangunkanmu dengan cara saya?"
Dan detik itu juga manic Kania terbuka dengan lebar, secara cepat Kania bangkit dan membungkus tubuhnya dengan selimut dengan kedua tangan membungkus erat.
"Bagaimana bisa saya berada disini bersama anda?!"
"Menurutmu?"
"Anda tidak macam-macam kepada saya, kan?!"
"Untuk apa saya macam-macam padamu Kania?" Desah Aaron lelah.
"Siapa tahu anda berniat macam-macam pada saya!" Nada suara Kania semakin tinggi dengan wajah siap bertarung.
"Kania." Tangan Aaron hendak terulur namun Kania menepisnya dengan kasar.
"Jangan pegang-pegang!"
"Ok! Saya tidak akan menyentuhmu jika kau tidak meminta duluan."
"Jangan harap!" Suara ketus yang keluar dari bibir Kania itu justru membuat Aaron tersenyum.
"Apa senyam-senyum? Anda pikir saya sedang melucu?!"
"Orang hamil memang seperti ini, ya? Suka marah-marah tidak jelas."
"Siapa yang hamil?"
"Kamu."
"Saya tidak hamil! Mana mungkin saya bisa hamil, kapan tepatnya saya..." Ucapan Kania terhenti dan wanita satu itu langsung terdiam membisu. Secara tidak sadar wanita muda itu mengelus perutnya yang masih rata, 'Jadi ini alasannya kenapa satu Minggu belakangan aku selalu mual dan lemas. Tapi bagaimana mungkin?! Kami hanya melakukannya malam itu saja?!'
"Tentu saja kamu bisa hamil. Kamu lupa dengan kejadian satu bulan yang lalu, hm?"
"Kalaupun saya hamil, apa anda yakin kalau anak dalam kandungan saya ini anak anda?!"
"Jadi kamu tidur dengan orang lain juga? Sudah berapa orang yang berhasil tidur denganmu?"
"Brengsek! Anda pikir saya ini wanita murahan, hah!" Kania yang marah langsung menerjang Aaron, taring serta kuku tajam wanita itu Keluar dan bersiap mencabik tubuh pria menyebalkan itu namun sayang, Kania tidak sekuat itu dan berakhir menjadi Kania yang berada dalam kuasa tubuh Aaron.
"Lepaskan aku, Sialan!" Sentak Kania bengis.
"Tolong jangan bicara kasar. Saya tidak mau anak saya terpapar hal buruk meskipun dia masih dalam kandungan."
"Aku tidak peduli." Sentak Kania keras, ibu hamil satu itu berusaha lepas dari cengkraman Aaron meskipun pada nyatanya apa yang dia lakukan sia-sia belaka.
"Akan saya lepaskan, tapi saya mohon kurangi sedikit emosimu, Ok?""Masa bodo!"
"Kalau begitu saya tidak mau lepas." Seringai Aaron terpasang dan cengkraman pria itu semakin keras di pergelangan tangan Kania.
"Sakit." Wajah Kania yang merah karena marah berubah dalam sekejap, "Sakit Tuan Aaron." Secara perlahan manic cantik itu menggenang dan seolah siap mengalir dalam hitungan detik.
"Janji tidak akan bicara kasar?"
"Iya janji." Angguk Kania patuh.
"Bagaimana kalau saya tidak mau melepaskanmu?" wajah Aaron menunduk membuat Kania langsung menutup manicnya, "Apa yang kamu pikirkan, hm?" senyum Aaron usil hingga membuat Kania langsung membuka mata dan menatap pria itu kesal.
"Jangan goda aku, Sialan!"
Cup.
Bibir Kania langsung dibungkam dengan kecupan singkat dari pria diatasnya.
"Apa yang anda lakukan?" manic Kania mengerjap kaget.
"Menghukummu karena sudah bicara kotor."
"Siapa yang mengizinkannya?!"
"Tidak ada."
"Dasar Mes.." bibir Kania kembali dibungkam. Jika sebelumnya Aaron memberikan kecupan singkat kali ini pria itu sedikit melumat bibir Kania, membelai setiap inchi bibir manis wanita itu dengan ujung lidah sebelum akhirnya lidah nakalnya masuk kedalam bibir Kania, memancing bibir wanita itu semakin terbuka lebar dan mengajak lidah si cantik untuk saling beradu.
"Aaron..." Ciuman keduanya terpisah dan kini bibir pria itu berkelana, mengecupi wajah Kania dan berakhir di tengkuk jenjang si cantik yang terekspose.
"Jangan tinggalkan tanda apapun." Kania meremas surai Aaron saat pria itu berkelana di lehernya, menjilati setiap sisinya dengan lembut sebelum akhirnya menghisapnya cukup kuat, "Aku tidak mau anda tanda yang membuat rekan kerjaku bertanya siapa yang melakukannya."
"Siapa yang mengizinkanmu bekerja?" Aaron langsung menghentikan aksinya dan menatap Kania dalam.
"Kalau aku tidak bekerja, aku makan apa? Siapa yang membayar biaya apartement-ku?!"
"Sayang sekali, saya sudah memberi tahu manager HRD untuk memecatmu."
"Sialan! Bagaimana mungkin kau..." protes Kania langsung teredam karena Aaron kembali melumat bibir wanita muda itu hingga membuat Kania kehabisan nafas.
"Kau dan anak yang berada dalam kandunganmu adalah tanggung jawab saya mulai dari sekarang."
"Aku bukan istrimu yang harus kau beri tanggung jawab!"
"Kalau begitu kita menikah saja."
"Saya tidak mengenal anda dengan baik dan saya juga tidak mencintai anda!"
"Saya bisa membuatmu jatuh cinta kepada saya dengan mudah." Senyum Aaron lebar.
"Bagaimana?"
Aaron menundukkan wajahnya dan berbisik lirik, "Seks yang panas setiap hari."
"Tentu saja aku tidak mau! Anda pikir saya ini apa?!"
"Benarkah?" Alis Aaron naik, tidak percaya, "Bagaimana kalau kita coba buktikan hal ini, Kania?"
KAMU SEDANG MEMBACA
One Night Stand Series
RomanceKumpulan ONS series 1. Kania dan Aaron menjalin cinta satu malam tanpa sengaja hingga akhirnya Kania syok bahwa Aaron adalah atasan barunya di kantor. Hubungan keduanya murni kesalahan namun apakah hubungan cinta itu akan hanya akan berakhir begitu...