🍁 S I B L I N G S ✔ PROLOG

1.8K 164 33
                                    

"Dain-ah, tunggu aku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dain-ah, tunggu aku."

Kedua gadis itu saling berlarian bersamaan dengan sapuan ilalang yang bergelayut. Saling mengejar dengan tawa riang yang sesekali terdengar begitu indah, seolah menghempas begitu saja segala rasa sakit yang selama ini harus menjadi beban yang mengharu penuh tangisan.

"Aku lelah. Kenapa kau kuat sekali terus berlarian?"

Gadis bermata hazel dengan senyuman yang terlihat begitu indah justru mengudarakan tawa kecilnya. Menatap bagaimana keluhan menggemaskan itu membuatnya tidak tega dan kembali mengulurkan tangannya untuk disamput penuh hangat.

"Bukankah kau adik yang paling kuat tanpa bisa dikalahkan sedikitpun? Kenapa sekarang justru mengeluh seperti ini? Lemah!"

"Aniya. Aku tidak lemah, hanya saja-"

"Canny, kita masih jauh. Aku ingin sampai di sana, jika kau lelah tidak perlu ikut."

Pandangannya langsung mengarah pada jemari Dain membuatnya menggeleng penuh penolakan. Bukan hanya Chiquita yang tidak mau melakukannya, tapi dia juga tidak menginginkan Dain pergi ke sana.

"Kelima Unnie kita akan marah jika kau melakukannya. Sekali ini saja, tolong dengarkan aku."

Tidak ada lagi tawa yang menyelimuti keduanya seperti beberapa saat yang lalu. Pandangan Chiquita yang mengarah penuh pada Dain dengan tatapan permohonan, begitupun dengan Dain yang seolah bersi keras dengan keinginannya.

"Mereka tidak akan pernah bisa marah padamu, kecuali kepadaku. Jika begitu biarkan aku saja yang kesana, mereka juga tidak akan mencariku."

Chiquita kembali menggeleng. Kali ini bersamaan dengan rasa sakit yang meluap karena apa yang baru saja Dain katakan. Bahkan sekalipun senyuman indah itu kembali terlukis menghiasi wajah sang kakak yang hanya memiliki usia jarak satu minggu dengannya.

"Dain-ah, jangan keras kepala!"

Chiquita membentaknya saat jemari Dain melepaskan genggamannya. Rasanya semakin sakit dengan lilitan sesak yang sama sekali tidak bisa Chiquita hempaskan. Bagaimana mungkin Dain tetap meninggalkannya yang sama sekali tidak bisa berlari hanya untuk mengejarnya.

"Dain-ah! Lee Dain!!"

🍁🍁🍁


"Itu hanya mimpi, hm? Berhenti menangis, Unnie tidak mau sesak napasmu kembali kambuh."

Asa bersi keras menahan air matanya, namun semua itu akan tetap berakhir sama. Perlahan dia kembali menangis tanpa bisa menahan suaranya yang semakin terisak dengan himpitan rasa yang begitu pedih.

"Dain, maaf jika Unnie sangat egois. Tapi lihatlah bagaimana hancurnya Canny tanpamu."

Nyatanya Asa bukan hanya meminta untuk adik bungsunya. Tapi dia dan saudara yang lain sangat tidak rela jika harus kehilangan. Mereka bahkan sepenuhnya belum bisa membuat Dain bahagia.

Cerita bahagia yang seharusnya banyak diukir bersama, namun mereka justru membuat luka yang sama sekali tidak pantas untuk di terima.

"Unnie, jangan khawatir. Aku hanya akan mengingat cerita terbaik kita. Aku tidak akan pernah mengungkit rasa sakitnya, meskipun waktu yang bisa aku miliki bersama kalian hanya sebentar."

Ruka membekap mulutnya saat tangisannya sekita pecah begitu saja. Dia sangat gagal menjadi sulung yang bisa menjaga adiknya sendiri, terlebih pada Dain yang selama ini sangat dia abaikan.

"Dain-ah, kau lulus dengan nilai terbaik. Unnie bahkan belum menepati janji untuk membelikan apapun yang kau mau. Kita juga sudah membuat jadwal untuk pergi bersama, kan? Apa kau lupa?"

Pharita mengusap bibir Dain yang sedikit terbuka karena selang ventilator yang terpasang. Lima hari penuh adiknya di rawat, dan selama itu Dain sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda segera siuman.

Pharita bahkan masih mengingatnya, Dain berkatan jika dia tidak akan lagi membuatnya khawatir. Tapi lihat sekarang, dia dan saudaranya yang lain sangat tersiksa dengan apa yang terjadi. Ruangan dingin ini kembali mendekap tubuh ringkih adiknya yang sangat Pharita yakini jika Dain teramat kesakitan.

🍁🍁🍁

"Eomma sama sekali tidak berniat untuk mengajaknya pergi, kan? Aku belum bisa menjadi kakak yang baik untuknya."

Ahyeon menggigit bibirnya dengan gemuruh luka yang sepenuhnya melingkupi perasaannya. Melihat dan mendengar apa yang Rami katakan, semakin membuatnya merasa hancur tanpa tersisa.

Sama seperti Rami, Ahyeon juga tidak bisa menjadi kakak yang baik. Dia hanya sepenuhnya memberikan memori yang buruk. Penuh dengan egois yang selama ini tidak pernah memperdulikan adiknya.

Bungsu Lee bukan hanya Chiquita, tapi Dain juga memiliki peran yang sama. Namun seolah dipaksa untuk berpijar sendirian. Apakah salah jika sekarang Dain membalas semua itu dengan kepergian?

"Andwe! Bukankah kita akan membuat banyak cerita bahagia? Bukankah Dain menginginkan hal itu? Kita akan melakukannya bersama."

Ahyeon memeluk tubuh Rami yang sudah bergetar dalam tangisannya. Memohon di depan makam Ibu mereka agar tidak membawa Dain untuk pergi bersama. Mereka semua masih sangat membutuhkan gadis itu berada di tengah-tengah mereka walaupun penuh dengan ketidaksempurnaan.

 Mereka semua masih sangat membutuhkan gadis itu berada di tengah-tengah mereka walaupun penuh dengan ketidaksempurnaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To be continued!!

Bogor, 24 Juli 2024

See you next part!

🍁🍁🍁

Btw lapak ini gak bisa klau gak sad! Jadi maafkeun klo penuh dengan ketidaksempurnaan dan ngebosenin krena sad mulu yang di tulis.

Author bakalan fokus sama Pupus, Siblings dan (SEANDAINYA dia lapak dearenn103_)

Punya hutang RENGKUH YAA, bentar lagi. Tenang!

Sebenarnya bisa update itu juga kebahagiaan tersendiri, apalagi kalo seimbang sama antusias para pembaca.

Oke, gomawo!!!

S I B L I N G S ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang