"Nayara Tirtania Wilaga."
Naya pun mengangkat tangannya untuk menyatakan kalau dia hadir saat ini. Ya hari ini adalah hari pertamanya mengikuti ospek sekolah sebelum memasuki kelas sepuluh di SMA Nusa Bangsa. Usahanya tidak sia-sia, karena sekolah ini adalah sekolah impiannya.
"Nama kamu Nayara?" tanya salah satu pria yang berdiri di jajaran para pengospek. Wajahnya lumayan tampan, tinggi, putih, dan berkharisma. Membuat Naya sedikit ragu untuk melangkahkan kakinya.
"I-iya, Kak." Naya menjawab pelan sambil sedikit menganggukan kepala. Jujur saja jantungnya berdegup kencang, dia juga memikirkan kesalahan apa yang dia perbuat sehingga dipanggil ke depan?
"Berdiri," titahnya dengan nada yang dibuat ketus. Wajahnya terlihat angkuh, cih sama saja seperti senior-senior yang ingin dihargai oleh juniornya.
"Saya salah apa ya, Kak?" tanya Naya perlahan.
"Kamu yang waktu pembukaan jadi siswa simbolis, 'kan?" tanya pria itu sambil menyelidik ke arah Naya. Jujur, Naya tidak suka ditatap seperti itu.
Naya hanya mengangguk pelan karena dia tidak tau harus bicara bagaimana. Pertanyaan yang sudah pasti jawabannya, tapi tetap saja ditanyakan. Untung saja dia senior kalau tidak sudah habis oleh kemarahan Naya.
"Oh jadi kamu siswa yang diterima di sekolah ini dengan nilai ujian tertinggi?" sekali lagi Naya hanya mengangguk karena dia merasa diintimidasi sekarang.
"Kenapa cuma ngangguk? Gak punya mulut?" pria itu menghampiri Naya sambil melipat tangan di dadanya. Naya menatap pria yang ada di hadapannya ini. Memangnya kenapa kalau Naya siswa dengan nilai tertinggi?
"P-punya kak, tapi saya salah apa?" Naya mencoba memberanikan diri bertanya kepada kakak seniornya itu.
"Kamu songong yaa, berani kamu sama saya? Jangan belagu deh," kata pria itu lagi dan membuat Naya sedikit ciut.
"Saya Juna, btw 08?" Pria itu mengulurkan hpnya kepada Naya dan sontak membuat semua orang yang tadinya tegang menjadi penuh gelak tawa.
Tapi tidak bagi Naya, menurutnya itu hal yang menyebalkan. Dia tidak suka jika dia sudah serius tapi dipermainkan.
"Maaf, Kak. Saya gak bisa kasih, karena saya gak bisa bicara sama orang asing." Naya berusaha menolak dengan ramah sambil kembali duduk di lapangan.
"Yahh ditolak brodi," teriak salah satu pengospek dengan gelak tawanya.
Mereka semua ikut menertawakan kejadian itu, sementara Naya hanya bisa mengembuskan napasnya perlahan. Dia tidak suka digodain seperti itu.
"Sumpah gak lucu," batin Naya.
Setelah selesai materi pertama dari pengospek, Naya memutuskan untuk pergi ke kantin sendiri. Dia bukan belum mempunyai teman, tadi dia menolak untuk diajak pergi ke kantin bersama karena ingin ke toilet terlebih dahulu.
Saat di lorong sekolah tiba-tiba seseorang memberhentikan langkah Naya. Naya hanya menatap pria itu dengan tatapan bingung.
"Hai, Naya." ya, pria yang sama pada pagi tadi, pria yang membuatnya badmood. Entah ada urusan apa lagi sekarang.
"Iya, Kak? Ada apa ya?" singkatnya.
"Jangan panggil kak, panggil aja Juna." Juna berbicara lembut kali ini.
"Iya, kak Juna ada apa ya?" ulangnya dan berusaha bersikap ramah di depan kakak seniornya ini.
"Kok sendirian ke kantinnya?"
"Gapapa."
"Udah punya pacar?" tanya Juna sambil menggaruk sedikit tengkuknya yang tidak gatal.
Naya hanya bisa mengembuskan napasnya kasar. Kenapa dia harus berurusan dengan pria yang ada di hadapannya ini. Padahal dia hanya ingin hidup damai menjalani masa SMA-nya. Tapi baru hari pertama ospek sudah bertemu dengan makhluk seperti Juna.
"Nay?" panggil Juna yang merasa tidak mendapatkan respon.
"Gak usah gangguin murid baru, ditunggu di ruang OSIS. Dah sana-sana." Seseorang tiba-tiba saja menarik baju Juna dan menyuruhnya untuk pergi ke ruangan OSIS.
Sepertinya dia seorang pengospek juga, dia tinggi, lebih tampan dari Juna, tubuhnya terlihat atletis dan memakai kacamata. Namun kacamata itu tidak membuatnya cupu, melainkam membuatnya terlihat lebih tampan.
"Maaf ya, Juna emang buaya. Jangan ditanggapin. Terdengar ramah dari wajah yang terlihat cool.
"Iya, Kak."
"Raga," ucapnya sambil mengulurkan tangan kepada Naya.
"Naya," singkatnya. Tanpa sepatah kata pun lagi dia melengos pergi, meninggalkan Raga.
Raga menatap kepergian Naya dengan heran, baru kali ini ada wanita yang secuek itu padanya. Padahal satu sekolah biasanya mengidolakannya.
"Langka nih cewek," gumamnya.
Namanya Raga Putra Pratama, parasnya yang tampan, anak organisasi kelas 11 dan salah satu anggota taekwondo di sekolah. Siapa yang tidak akan menyukainya? Ditambah dia adalah most wanted di sekolah ini. setelah cukup lama memperhatikan punggung Naya, Raga pun kembali ke ruang OSIS.
Naya membeli satu susu kotak coklat dan sepiring siomay. Kantin ini cukup luas, sehingga mereka tidak perlu berdesakan saat jam istirahat, bagus lah. Karena itu tidak akan membuat Naya terganggu. Keramaian terkadang membuatnya sedikit lebih panas. Baik fisik maupun emosional.
"Naya! Sini," panggil seseorang sambil memperlihatkan kursi kosong di sebelahnya.
Naya tersenyum saat Bila melambaikan tangannya, lalu Naya pun menghampiri 3 temannya itu : Bila, Dara dan Kanya.
"Lama banget ke toilet, untung jam istirahat masih lama," ucap Dara saat Naya duduk di sebelah Bila.
"Hehe, biasa. Lagi datang tamu," kata Naya.
"Eh, Nay. Kayanya kakak kelas yang gombalin lo tadi pagi tuh suka deh sama lo," kata Kanya sambil menatap lekat Naya.
"Gak lah, gak mungkin. Lagian ya, Nya. Udah keliatan kali ciri-ciri buaya itu gimana," ucap Naya asal sembari memakan siomaynya.
"Tapi kalau suka juga gapapa kali, Nay. Ganteng kok. Suka banget gue liatin kakak senior di sini. Apalagi kalau udah pake Almamater hitam khas SMA Nusa Bangsa. Gantengnya nambah," sambung Dara.
"Ih bener, kaya kharismatik gitu gak sih?" Bila menanggapinya dengan antusias.
"Mana banyak cogan lagi, pasti betah sekolah di sini sih. Iya kan, Nay?" Kanya kini beralih menatap Naya yang sibuk dengan makanannya.
"Hah?? Hmm." Naya pun mengangguk pelan.
"Ah gak asik lo, Nay. Kaya gak tertarik gitu sama cogan," lanjut Kanya.
"Emang gak tertarik, mending bahas sejarah, novel, lagu aja kalau sama gue," ucap Naya asal.
"Bukan gak tertarik, belum aja. Iya kan, bestie?" Bila berkata sambil merangkul pundak Naya.
"Engga, menurut gue semua cowok sama aja."
"Sama gimana?" Dara menatap serius pada Naya.
"Sama-sama, berengsek," Jawab Naya tak acuh.
Dikelilingi oleh pengkhianatan membuat Naya tumbuh dengan trust issue pada dirinya. Menurut Naya semua pria pada akhinya sama, mereka akan mencari hiburan tersendiri tanpa melihat seseorang yang ada di sampingnya.
Tidak hanya mantan pacarnya, tapi itu terjadi di keluarganya juga. Seseorang yang katanya cinta pertama putrinya, tapi mengkhianati kepercayaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Raga
Teen FictionKenapa? Adalah hal sering Naya tanyakan kepada semesta. Kehidupan seakan mempermainkan hati, pikiran dan kepercayaannya. Sehingga dia terlalu takut untuk memulai dan mempercayai seseorang. "Kenapa semua rasa sakit itu datangnya dari orang-orang yan...