Ch.6 Anget

5.2K 196 68
                                    

Tepat jam sembilan malam, aku dan bapak pergi ke pos ronda, sepi ternyata pak Yadi belum dateng, mang wedang juga nggak ada, kemana dia, tumben sekali, apa nggak jualan ya?. Aku dan bapak duduk didalam pos, menyalakan tv dan menonton tv sambil menunggu pak Yadi datang, tapi hingga jam sepuluh malam, pak Yadi tak juga kunjung datang, tidak lama setelah itu, terlihat seorang wanita berjalan ke arah kami.

“Mbak Yun?.” Tanya bapak.

“Ngapain mbak Yun kesini pak?.” Tanyaku, bapak hanya mengangkat bahu tidak tahu.

“Assalamualaikum.” 

“Waalaikumsalam mbak.” Ucapku.

“Ada apa mbak? Pak Yadi mana?.” Tanya bapak, Mbak Yun tersenyum kaku.

“Maaf pak Kus, mas Yadi lagi sakit dari kemarin, jadi dia izin nggak ronda dulu malem ini.” Jawab mbak Yun.

“Dari kemarin?, Ya Allah, kami kok nggak dikasih tahu mbak?.” Tanya bapak.

“Kemarin sih cuman meriang doang pak Kus, tapi tadi sore batuk sama demamnya nambah kenceng.” 

“Udah dibawa kedokter?.” Tanyaku.

“Belum da, masih belum terlalu parah katanya, emang kayak anti banget mas Yadi sama dokter, tapi udah saya kasih obat penurun demam.” Jawab mbak Yun.

“Hmm,yasudah mbak, nggak apa apa nggak ikut ronda malam ini, tapi besok bawa ke dokter mbak, takutnya kenapa napa, atau malah nambah parah, tapi semoga aja nanti pagi sembuh.” Ucap bapak.

“Amiin pak Kus makasih, sama ini, saya bawakan makanan buat kalian, barangkali nanti lapar, ada tiga rantang, buat pak Kus, Mada, sama Jamal.” Ucap mbak Yun sambil memberikan tiga rantang berisi makanan.

“Jamal juga engga ikut ronda mbak, katanya ada perlu.” Ucap bapak sambil menerima rantang dari mbak Yun.

“Walah, jadi berdua doang dong pak?.” 

“Iya mbak, gak apa apa lah.” Jawab bapak.

“Yasudah kalo gitu, saya pamit ya pak Kus, Mada, Assalamualaikum.” 

“Waalaikumsalam.” Jawabku dan bapak kembali bersamaan.

“Berdua aja pak?.” 

“Iya Da, berdua aja.” 

Aku menyimpan rantang mbak Yun diatas meja, didalam pos ronda ini ada sebuah kursi panjang dan lebar dekat pintu, cukup untuk tiduran dua orang, dan satu meja kecil tempat menyimpan makanan, bapak duduk bersarung dikursi itu.

“Da, uang yang dikasih Jamal belikan rokok, sama jajanan gih, nih.” Ucap bapak, aku mengambil uang lima puluh ribu itu lalu pergi kewarung membeli cemilan, hanya dua minuman kaleng, sebungkus rokok dan kacang kacangan, masih ada kembalian, aku berikan lagi kepada bapak kembaliannya, jam di dinding pos ronda menunjukan pukul dua belas malam, tepat tengah malam.

“Mada, bapak capek, bapak tidur bentar, nanti kamu bangunin bapak jam 1, abis itu kita keliling.” Ucap bapak.

“Ihh, bapak mah, bukan ronda dong namanya kalo tidur.” Jawabku.

“Bentaran doang yah.” Kata bapak sambil tiduran disampinku dikursi lebar.

“Iya, nanti Mada bangunin jam 1.” Jawabku, bapak sepertinya memang benar benar capek deh, soalnya baru lima menit ia memejamkan mata, bapak sudah mulai mendengkur, aku memaklumi itu, mataku malah tidak ada rasa kantuk sama sekali, benar benar segar, padahal aku tidak tidur siang tadi, sekitar tiga puluh menit aku memainkan handphone, suara dengkuran bapak masih terdengar, semilir angin malam yang dingin membuat bapak menyelimutkan sarungnya ke seluruh tubuh bapak, tidak hanya bapak saja, aku juga merasakan hawa dingin yang menusuk kulit, sebuah ide terlintas dikepalaku, aku menarik sarung bapak, membukanya lebar lalu masuk kedalam sarung bapak, jadi berdua didalan satu sarung, bapak tidak bergeming, kemudian kuraskan tangan bapak memelukku, sepertinya bapak kedinginan.

“Jangan tidur Da, nanti gada yang bangunin bapak!.” Ucap bapak pelan sambil memelukku, ternyata bapak masih sadar, dan bapak memelukku, ahh, nyaman sekali.

“Ia pak, Mada cuman dingin, makanya masuk ke sarung bapak.” Jawabku.

“Terserah, yang penting jangan tidur.” Ucap bapak sambil tetap dengan mata terpejam, aku membalikan badanku menyamping membelakangi bapak, jadi posisi aku dan bapak menyamping ke arah yang sama dengan tangan bapak memelukku, hangat sekali badan bapak, sekitar sepuluh menit kami dalam posisi itu hingga kemudian bapak mengubah posisinya menjadi telentang, bapak sudah benar benar tidur sepertinya, rasa hangat hilang dari pelukan bapak meninggalkan tubuhku, aku menyimpan handphoneku diatas kepala, kemudian membalikan badanku menghadap bapak yang telentang, lalu memeluk badan bapak, kepalaku menjadikan ketiak bapak sebagai bantalan, kakiku aku naikan ke kaki bapak, aku menyamping memeluk bapak, sedangkan bapak telentang, bapak tidak bergeming, sepertinya nyaman dengan posisi kami.

Aku menciumi ketiak bapak, menghirup aroma ketiak bapak dalam dalam, penis ku ku himpitkan dengan pinggang bapak, sedikit mengeras penisku, udara dingin dan jiwa yang panas adalah kombinasi sempurna untuk membuat kanjut bangun.

“Dingin Da.” Bisik bapak.

“Iya pak, dingin.” Jawabku.

Bapak sadar ternyata, tapi matanya tertutup rapat, aku tahu bapak tanpa obat tidur itu adalah manusia sensitif, jangankan sentuhan, suara saja dapat membangunkanya, tapi aku akan mencoba untuk bertaruh dan memindahkan tanganku dari perut bapak, turun dan menyimpan tanganku tepat di kanjut bapak, bapak bergerak, namun kemudian kembali diam, apa bapak sadar ya kalau aku menyentuh kanjut, sekitar lima menit tanganku berada diatas kanjutnya, tanganku kugerakan secara perlahan mengusap kanjut bapak, bapak berdehem, membuatku menghentikan aksiku, hanya berdehem, tapi tidak merubah atau menyingkirkan tanganku, bapak diam lagi, sekitar lima menit aku mengusap kanjut bapak, kurasakan tangan bapak memegang tanganku yang berada diatas kanjutnya, sial, bapak akan marah sepertinya, aku diam mematung, tapi dugaanku salah, bapak bukanya bangun dan marah, dia malah membuka celananya sedikit lalu memasukan tanganku kedalam celananya, membuatku menggengam kanjut bapak secara langsung, tanpa ada halangan celana lagi, kaget bukan main, dadaku berdetak kencang, jiwaku bergejolak, menyentuh sebuah daging kenyal tempat aku dikeluarkan dulu, kenyal, hangat dan sedikit lembab, banyak rambutnya.

“Jadi anget Da.” Ucap bapak tanpa membuka mata.

“I-iya pak.” Jawabku pelan, bapak benar benar sada atau sedang melantur sih.

“Kamu nggak jijik Da?.” Tanya bapak.

“Enggak pak, enak, tangan Mada jadi anget.” Jawabku, bapak terkekeh pelan.

**********

Yuhuuuu update update, selamat membaca yaaa.

Btw makasih banyakk ya udah follow skrg aku udah 1k nihhh, much love buat kalian.

Jangan lupa di vote dan komen yaaaw♥️♥️♥️😘😘😘

Ekspedisi Bersama BapakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang