Baru tengah hari mereka sudah pulang. Sapu-sapu yang biasa mereka gunakan ditinggalkan di pos.
Asrul, Soni, Tarjo, Leni dan Nur bergantian membasuh koin Gulden yang sudah pudar itu menggunakan sabun. Nodanya sudah hilang, tetapi koin itu tercium semakin amis—mereka tidak memedulikannya.
“Aduh!” Jari telunjuk Nur tersayat koin dan berdarah. Ia mengerang kesakitan. Hanya beberapa detik darah segar yang keluar membeku, telunjuknya tiba-tiba melepuh.
Nur membasuh jarinya berulang-ulang, tetapi rasa sakitnya semakin menjadi-jadi.
Kini jempolnya yang tiba-tiba melepuh. Lalu menjalar ke seluruh jemarinya.
Tarjo yang bergidik melihat jari-jari Nur yang tiba-tiba melepuh membantu membalut luka-lukanya dengan kain. Sementara Nur berteriak menjadi-jadi.
“W-waduh, kok tiba-tiba makin parah, Nur?” Leni ketakutan. Ia menyarankan Tarjo membawa Nur ke rumah sakit. Tarjo menyetujuinya dan segera membimbing Nur menuju sepeda motornya.
“Jadi kita jual atau tidak ini?” Tanya Asrul pada Leni. Leni diam memikirkan pertanyaan Asrul.
“Tapi, Saya merasa ada yang aneh dengan koin itu semenjak kita mencucinya. Tubuh saya terasa menggigil.” Keluh Soni.
“Alah, kau kan semalam begadang nonton bola.” Asrul mengingatkan.
Kepala Soni mendadak pusing. Ia merasakan ada yang aneh dengan lubang hidungnya. Soni bersin mengeluarkan percikan darah.
Leni berteriak. Asrul terkejut memelototi Soni. “Kau, pulang saja Son. Jangan lagi-lagi begadang nonton bola.”
Soni terseok menuju sepeda motornya. Hendak menaiki motornya, ia ambruk. Leni dan Asrul menghampirinya.
Betapa terkejutnya mereka melihat kepala Soni yang berlumuran darah dari lubang hidung dan telinganya.
“Son.. Son! Bangun, Soni!” Asrul menampar-nampar pipinya Soni.
Leni mengecek nadi Soni, mendapati rekannya tewas seketika.“Soni… Soni mati, Asrul!” Hardik Leni yang tenggorokannya tercekat.
Mereka menggotong tubuh Soni ke dalam pos.
“Jadi gimana ini, Leni? Kita tetap jual koinnya atau kita buang saja?” Asrul menatap tubuh Soni yang sudah terbujur kaku.
Leni menangis ketakutan, “Buang. Buang saja, Asrul. Saya gak mau mati.”
Terdapat keraguan di wajah Asrul. Koin Gulden seharga ratusan juta kini berpotensi menjadi miliknya sendiri.
Isak tangis Leni terhenti, ia merasakan nyeri hebat pada tenggorokannya. Leni hendak memanggil Asrul yang berdiri di depan pintu sembari mengenggam koin itu. Namun tidak satu katapun yang berhasil keluar dari mulutnya. Leni mendadak sesak napas. Tak lama kemudian ia hilang kesadaran.
Asrul yang menyadari tangisan Leni terhenti berpaling, “Saya akan tetap menjualnya, Leni. Saya butuh uang,” Asrul menatap Leni sebentar, tidak memedulikan Leni yang pingsan atau mati.
Asrul menutup pintu pos meninggalkan tubuh Leni dan Soni. Ia bergegas menuju sepeda motornya untuk menjual koin Gulden ke bank terdekat.
Baru saja berbelok memasuki jalan raya, motor Asrul dihantam truk berpetikemas besar yang tiba-tiba melintas dari arah berlawanan. Asrul tersungkur, tubuhnya dilindas dua ban besar.
Koin terpelanting di atas tanah. Posisinya persis seperti sejak awal dilemparkan pengendara misterius tadi.
Warga sekitar bergegas mengerubungi jalan raya. Ada yang membawa sepeda motor Asrul ke pinggir dan ada yang menutupi mayat Asrul dengan dedaunan.
*
Sudah lima belas menit warga sibuk hilir-mudik di dekat tubuh Asrul yang sudah terbujur kaku yang kini dipindahkan mereka di tanah.
Warna merah segar dari tubuh Asrul menutupi hitam pada aspal jalanan.
Beberapa warga sibuk mengabadikan momen itu dengan gawainya. Ada yang merekam, memotret, dan bertelepon.Sebuah sepeda motor mendekat. Tidak memedulikan keramaian di depannya, si pengendara bermasker dan bersarungtangan hitam menghentikan motornya di pinggir. Ia meraih koin yang tergeletak tak jauh dari jasad Asrul yang dikerumuni warga dan segera bergegas pergi.
THE END.
*********
Terima kasih sudah membaca, tunggu kisah-kisah selanjutnya, ya! ^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
Gulden: Sacrifice
Short StorySekelompok penyapu koin di jalanan menemukan sebuah koin misterius yang dilemparkan seseorang kepada mereka. Diketahui koin itu adalah koin Gulden, mata uang Belanda yang digunakan pada masa pendudukan pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia (Hin...