Brak!
"CEPET KELUAR ANJ!!! JADI BARENG APA KAGAK?!" entah sudah berapa kali Jean menggedor pintu kamar adik kembarnya, jam sudah menunjuk pada angka 6.45, yang artinya 15 menit lagi gerbang sekolahnya akan segera ditutup dan naasnya hari ini adalah hari Senin.
"Berangkat dulu aja bang, biarin Aa telat," sahut Abi yang sudah jengah dengan kelakukan salah satu anak kembarnya itu. Tanpa berpikir panjang, Jean langsung mencium punggung tangan abi dan berlari ke garasi untuk mulai melajukan motornya menuju sekolah.
Jean dan kembar tidak satu sekolah, namun sekolah mereka satu arah hingga ia punya niat baik untuk berangkat bersama Hasby, tapi memang dasarnya Hasby tidak tau diri, dia malah kembali tidur setelah sholat subuh yang berakhir kesiangan seperti ini. Sedangkan Nafis? Remaja yang kini duduk dibangku kelas 2 SMP itu sudah berangkat terlebih dahulu karena Nafis yang kini menjabat sebagai Ketua OSIS harus mempersiapkan upacara.
Kini giliran Abi yang membangunkan anaknya, pria paruh baya ini menghela nafas kasar, memang anaknya yang satu itu terlampau unik. Jika saja hari ini istrinya tidak shift pagi, mungkin umma sedari tadi sudah berhasil membangunkan Hasby karena nyatanya Hasby hanya peka dengan suara uminya.
Tak mau susah-susah mengendor pintu, Abi lebih memilih mencari kunci cadangan. "Emang nih anak uniknya MasyaAllah," Abi berhasil membuka pintu kamar kembar dan sama seperti dugaannya, Hasby masih tidur lengkap dengan selimut yang masih menutup tubuhnya rapat. "A? Senin nak, bangun atuh, masa iya mau dihukum kakak?" Hasby masih tak menjawab, ia malah menarik selimut untuk menutupi wajahnya.
"Abi hitung sampe tiga, kalau nggak bangun, abi telfon umi," tidak sampai hitungan itu dimulai, Hasby sudah duduk, "Abi ah, kenapa pake nama umi sih," bukannya tertawa seperti biasanya, Abi malah terlihat khawatir karena Hasby terlihat pucat disertai pipinya yang lebam.
"Kenapa ini? Aa berantem?" tanya Abi sembari melihat luka yang ada di wajah anaknya itu, "jatuh, Bi," Abi yakin anaknya sedang berbohong, Abi juga yakin luka yang Hasby dapatkan ini berasal dari pukulan tangan. "Aa jangan bohong, badanmu juga anget gini, jujur sama Abi, ini kenapa?" jika sudah ketahuan seperti ini maka Hasby tak punya pilihan lain selain jujur.
Hasby menghela nafas sebelum akhirnya ia mengangguk, "nggak sengaja Abi, kemarin ada temen Hasby dipalak sama kakak kelas, Hasby nggak terima jadi yaudah akhirnya Hasby berantem. Tapi udah nggak papa kok, Bi. Kemarin juga udah diobatin sama kakak," penjelasan Hasby masih belum melegakan Abi, pria paruh baya itu langsung membantu anaknya beranjak dari kasur, "kita ke rumah sakit sekarang,"
"Abi.. Aa nggak papa Bi, cuma demam doang, kena satu tonjokan doang mah kecil, Bi," hasby mencoba mencegah namun hasilnya nihil, Abi malah mempercepat langkahnya menuju mobil tak peduli dengan Hasby yang terus merayu agar tidak dibawa ke rumah sakit. Bukannya takut jarum suntik, Hasby sudah kebal dengan benda itu sebab sedari kecil ia sudah berulangkali merasakan tajamnya suntikan, namun yang ditakutkan Hasby adalah umi, ia takut uminya itu khawatir.
Mobil itu sudah melaju meninggalkan pekarangan rumah mewah ini. Sepanjang perjalanan, Abi hanya diam, pikirannya menerawang jauh pada beberapa tahun lalu, sejak kecil Hasby sering keluar masuk rumah sakit karena jantungnya bermasalah, "Abi, jangan marah atuh Abi. Ajakin anaknya ngobrol," rayu Hasby yang tak mengalihkan fokus Abi.
"Ceritain semuanya," titah Abi tanpa mau menatap anak yang ada disampingnya. "Kena pukul berapa kali? Nggak mungkin Aa sampe demam gara-gara satu pukulan aja, ceritain secara lengkap ke Abi,"
Hasby pun hanya pasrah, ia mulai menceritakan kejadian yang kemarin juga sempat membuat kembarannya marah karena khawatir, "kemarin ada temen Hasby yang dipalak sama kakak kelas, ah bukan dipalak sih lebih tepatnya dibully. Hasby nggak sengaja lihat Bi, akhirnya Hasby tolong temen Hasby itu tapi malah Hasby yang diserang tapi Hasby hebat loh Bi, Hasby bisa ngalahin mereka, keren kan?" Abi masih tak tertawa, raut wajah khawatirnya bahkan tak memudar, "kena pukulan dimana aja?"