Terhitung sudah dua hari sejak Abi membawa Hasby ke rumah sakit, namun dokter Alzam masih belum mengizinkan pasiennya itu pulang, tentu saja karena memang kondisi Hasby yang masih membutuhkan perawatan intens.
Bagaimana reaksi Hasby? Tentu saja remaja laki-laki itu sudah kesal sebab ia merasa tubuhnya sudah baik-baik saja dan sudah tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, toh uminya juga dokter, begitu pikir Hasby.
Hasby yang sudah kesal karena belum diperbolehkan pulang malah semakin kesal karena kembarannya jarang menjenguk dirinya di rumah sakit, "kakak jahat umi, kakak lupa sama Aa," entah sudah berapa kali Hasby mengucapkan kalimat yang sama.
Bukannya Nafis tidak mau menjenguk, hanya saja saat ini ia sedang benar-benar sibuk dengan persiapan pentas seni yang diselenggarakan setiap akhir tahun pelajaran. Sejujurnya Nafis juga ingin menemani Hasby di rumah sakit
Kalau perlu, remaja itu bahkan rela tidur di rumah sakit."Hehh nggak boleh gitu A, kakak kan lagi persiapan proker terakhirnya, bentar lagi kakak udah nggak bakalan sibuk di OSIS karena sudah turun jabatan," penjelasan umi masih tak menenangkan Hasby, ia masih memanyunkan bibirnya, "tapi kakak bohong Mi, katanya kakak bakalan selalu ada buat Aa. Tapi apa? Buktinya kakak jarang nemenin Aa, kakak bilang Aa nggak usah cari temen lain, cukup sama kakak aja. Tapi lihat sekarang kakak malah sibuk sama OSIS, kakak lebih pilih OSIS timbang kembarannya sendiri. Harusnya Aa nggak usah percaya sama kakak,"
Menangis, setelah mengucapkan kalimat panjang itu, Hasby menangis. Umma dan Abi terkejut, awalnya umma dan abi berpikir Hasby merindukan Nafis tapi jikalau sampai menangis apa mungkin hanya karena rindu?
Umma membawa Hasby kedalam pelukannya, mungkin Hasby kini dalam keadaan sensitif karena lelah dengan semua pengobatan yang ia jalani. "Syutt, nggak boleh nangis kalau Aa stress gini malah makin lama pulangnya, Aa nggak mau lama-lama disini kan?" Hasby menggeleng.
"Anak gantengnya umi nggak boleh sedih, kakak pasti juga kangen sama Hasby," Hasby masih tak mau menjawab umma, ia benar-benar kecewa dengan Nafis. "eh, nanti adek Chelva sama adek Juju mau kesini loh," sahut Abi yang membuat Hasby langsung melepaskan pelukannya dari umma dan menghapus jejak air matanya.
"Aa udah ganteng belum umi? Aa nggak boleh nangis di depan dua bocil itu, nanti Aa nggak keren," umma dan abi spontan tertawa. Anaknya yang satu ini memang tak pernah mau terlihat menyedihkan dihadapan kedua adiknya. Tapi beda lagi jika didepan Nafis, manjanya Hasby pasti bisa mengalahkan manjanya Juju yang notabennya adalah bungsu Mahardika.
Tak lama kemudian, keempat Mahardika akhirnya datang. Tentu saja bungsu-bungsu Mahardika langsung berhamburan memeluk Hasby, walaupun sudah dipastikan pemandangan ini sangat langka terlebih bagi Chelva yang tingkat gengsinya menjulang tinggi mengalahkan gunung Semeru. Mana mau dia memeluk Hasby dalam keadaan baik-baik saja? Tidak akan, dia hanya akan memeluk Hasby saat Aa nya itu sakit, dengan dalih memberi Aa kekuatan.
"Aa no no sakit ya, Aa harus cepet pulang nanti Juju ajakin Aa main mobil-mobilan baru Juju," Juju masih memeluk Aa nya sedangkan Chelva sudah terlebih dahulu melepaskan pelukannya itu, sudah kubilang bukan bahwa Chelva ini sangat gengsi? Kata Chelva, sedikit pelukan saja sudah cukup, tidak usah berlebihan.
Hasby membalas pelukan adik bungsunya itu dengan erat, "Juju kangen sama Aa?" tentu Juju mengangguk. "Walaupun Aa sering godain Juju, sering pinjem mobil-mobilan Juju yang berujung hilang, tapi Juju sangat menyayangi Aa," begitu ucap bungsu Mahardika itu.
Sedangkan kedua sulung Mahardika lebih terlihat kalem, mereka kini duduk di sofa yang ada disudut ruangan VIP ini bersama Abi. "Gimana persiapan pamerannya mas?" seperti biasanya, Abi akan rutin menanyakan bagaimana kabar dan segala sesuatu yang dilakukan anak-anaknya. Ah bukan hanya Abi, melainkan umma juga melakukan hal serupa. Kedua orangtua ini selalu berusaha membersamai anak-anak mereka dalam setiap langkah.