2.

41 32 1
                                    

Kapan kamu menyadari, ada rasa yang tak tersampaikan dari sorot mata penuh emosi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kapan kamu menyadari, ada rasa yang tak tersampaikan dari sorot mata penuh emosi. Aku ingin kau mengerti tanpa perlu menurunkan ego ini.

*****

"Loh, kan, yang lapor ke Bu Indah kalau gue gak ngerjain tugas?!"

Baru saja Melvin menempati kursinya, ia langsung dengan Dera yang penuh amanah—mengebrak kencang meja sehingga seluruh perhatian semua orang yang berada di kelas tertuju pada mereka berdua. Dera sama sekali tak peduli dengan telapak tangannya yang berdenyut sakit akibat pukulan, ia terus mencerca Melvin dengan ribuan kekesalan. Sementara cowok itu hanya menatap Dera dengan datar lalu kembali fokus membaca buku yang ada di tangannya.

“Loh bisa gak sehari aja jadi cowok gak usah cupu! Gue cape debat sama loh!” Dera mengepalkan jemarinya tepat didepan muka Melvin seperti ini meninju cowok itu. Gigi cewek itu ber-gemeletuk hebat. "Loh punya dendam ke sumbat sama gue?"

“Loh suka apa mau ngajak perang, hah?!"

“Kenapa perlu?" Melvin membalas acuh. Mengulang kata yang selalu saja ia ucapkan dan dengan nada yang terdengar agak menjengkelkan.

“Arghh! Kenapa loh bilang? Waktu ulang kemarin loh juga bilang gue nyontek satu kelas. Gue gak ngerasa, tuh, nyontek loh!”

Melvin mengedikkan bahu. "Loh nyontek gue atau gak itu sama-sama salah.”

“Gak cuma itu! Hari kamis loh juga laporin gue karna telat masuk padahal cuma telat beberapa menit! Gue telat karna beli dasi biar gak dijemur dibawah bendera karna ada anak cepu yang ngadu karna gue gak pakai aksesoris sekolah!”

“Itu juga salah.”

“Pas gue keluar kelas sebentar di jam kosong loh bilang gue bolos bareng cowok-cowok begal meja belakang!” tujuk Dera memaki-maki.

“Pergi di jam pelajaran gak diwajibkan.”

Dalam satu tarikan Dera menghembuskan nafasnya dengan kasar. Melihat raut dingin cowok di depannya membuat kepalan di tangan Dera makin tercekat kuat. Entah dengan bahasa apalagi agar Melvin bisa menggubris keluhannya dengan tata cara yang lebih benar. Bukan malah menyumpalkan hensed ke telinga saat seorang cewek tengah marah-marah kepadanya.

“Loh nuduh gue ngerundung murid lain, pecahin kaca pas di jam olahraga, ke kantin karna jam kosong, sampai soal gue yang ngomongin Pak Ahmad bau jengkol basi," ungkap Dera tanpa sedikitpun jeda. “Loh emang cari masalah, ya, sama gue!”

“Itu semua emang salah," jawab Melvin cuek.

“Ohh, enak loh bilang salah gue!” Geva mangut-mangut. Tapi tidak jua menampakkan perdamaian dari mata yang makin melotot itu. "Loh bisa jadi ketua kelas berhenti bikin satu kelas sengsara? Dikit-dikit ngadu ke guru. Sok paling bener. Loh anak mereka? Bukan, kan?"

“Der, sabar. Melvin emang kayak gitu," bujuk Dio berbisik.

Dio menarik Dera ke sisinya guna melerai pertikaian. Ya, meskipun sebetulnya hanya Dera yang koar-koar sendirian sementara Melvin setengah mendengarkan, setengah mendengar musik, dan setengahnya lagi belajar. Cowok itu bahkan hanya melirik Dera sekilas tanpa minat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Math Prince Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang