Minju masih meratapi ponselnya sejak pulang sekolah tadi, sedikit menimang untuk menghubungi Jaemin atau tidak karena bagaimana pun ia harus meminta penjelasan atas kebingungannya di sekolah tadi.
Ia melirik jam di nakas menunjukkan pukul 10 malam tapi matanya sama sekali tak bisa diajak kompromi untuk terpejam, pikirannya terlalu kalut untuk kisah cinta yang tengah dialaminya saat ini.
Menghela nafas panjang sebelum akhirnya tangannya menekan nomor seseorang berharap ada jawaban cepat dari seberang sana namun suara orang lain membuatnya terdiam mencoba memahami kembali situasi yang semakin memperkeruh suasana hatinya.
'Nomor yang anda tuju sedang berada dipanggilan lain mohon hubungi sesaat lagi'
"Jaem, plis jangan buat aku khawatir," gumam Minju.
Ia membuka room chat Jaemin melihat pesan terakhir yang hanya dibaca oleh kekasihnya itu. Bahkan ajakan pulang bersama tak digubris padahal itu yang selalu ia impikan saat mereka kembali satu sekolah seperti masa SMP dulu semuanya terasa menyenangkan.
Bayang-bayang memori sedikit demi sedikit menyelinap di pikirannya, Minju mengingat bahwa Jaemin pernah memintanya untuk satu sekolah dengannya kembali saat SMA dan permintaannya dikabulkan oleh Minju walaupun setahun terakhir yang dilakukan Minju hanya belajar dan belajar karena ia tahu sekolah yang Jaemin maksud adalah salah satu sekolah berprestasi dan harus memiliki nilai di atas rata-rata untuk dapat bersekolah di sana.
Otak Minju tidak begitu pandai, kalau bukan karena Jaemin ia akan memilih sekolah biasa daripada harus memaksa belajar tanpa henti yang berefek pada kesehatannya yang kerap kali turun.
Tapi Minju rela berkorban demi semua itu hanya untuk satu sekolah dengan Jaemin, kekasihnya yang bahkan mengabaikannya sejak hari pertama ia menginjaki kaki di sana.
For : My Nana
'Kamu lagi sibuk yah? Boleh tidak aku menelponmu sebentar saja?"Tak ada balasan dari seberang membuat Minju memaksakan matanya untuk terlelap kali ini. Ia telah lelah biarlah perasaannya sedikit damai dalam tidurnya.
____
"Minju, kau sudah bangun? Cepatlah Jaemin datang menjemputmu!"
Pekikan dari balik pintu kamarnya membuat Minju terkesiap dan melihat jam di nakasnya memastikan bahwa ia tidak terlambat untuk ke sekolah. Sedikit dapat bernafas lega namun pekikan kakaknya sekali lagi membuat Minju meloncat dari tempat tidurnya.
"Jaemin menunggu di ruang tengah, cepat bersiap!"
Minju bergegas menuju toilet, mandi sekenanya dan berpakaian dengan kilat, kira-kira hanya 10 menit ia bersiap.
"Jaemin? Ada apa?" tanya Minju saat ia turun dengan tenang menyembunyikan raut lelahnya setelah berperang pada aktivitas paginya.
"Menjemputmu sekalian ada beberapa hal yang harus aku katakan padamu," sahut Jaemin.
Ia berdiri lebih dulu keluar dan masuk sedikit cepat ke mobil yang terparkir di luar rumah Minju. Minju sedikit cukup terpana karena baru kali ini Jaemin membawanya pergi menggunakan mobil.
"Kau bisa menyetir mobil juga?" tanya Minju sedikit berbasa-basi memecahkan canggung yang semakin menjalar di antara keduanya.
"Baru lancar dua bulan terakhir ini." Jaemin menjawab sembari menghidupkan mesin mobilnya sementara Minju matanya bergerak menelaah isi mobil Jaemin hingga ia terpaku pada satu hal.
"Sejak kapan kau menyukai parfum wanita? Wanginya memang enak pantas kamu suka, apa aku boleh minta?" Minju memperhatikan botol mungil yang tersisa seperempat menghirup dari balik tutup botol tersebut sesekali tersenyum saat inderanya mendapatkan harum yang menyenangkan.
"Boleh kan aku pakai?"
Minju sekali lagi bertanya saat tak ada tanggapan dari Jaemin namun sejurus kemudian perkataan Jaemin membuatnya menghentikan tangannya yang hendak membuka tutup botol parfum tersebut.
"Kita rahasiakan hubungan ini di sekolah."
Minju terpaku, meremat erat parfum mungil di tangannya. Bibirnya terasa kelu namun otaknya berusaha memproses cepat situasi itu.
"Ah, baiklah aku setuju!"
Pernyataan dari Minju membuat atensi Jaemin sepenuhnya hadir untuk sesaat, barangkali ia tak menyangka akan respons dari sang kekasih.
"Selagi itu yang terbaik untukmu dan kuharap juga ini terbaik untukku."
Lagi, Minju berucap dengan tatapan datar ke depan tak mau atau bahkan tak berani bersitatap dengan kekasihnya saat ini.
"Maaf," ucap Jaemin namun nyaris tak terdengar.
Minju memejamkan matanya berlagak seperti orang yang masih mengantuk lantas meminta Jaemin untuk membangunkannya jika hampir sampai.
Matanya memang terpejam begitu damai namun nafas gusarnya tak bisa ditampik bahwa terbesit kekecewaan mendalam dari Minju dan setengah mati ia sembunyikan itu semua.
Hening untuk beberapa saat namun suara berat dari Minju tiba-tiba keluar sarat akan kekecewaan.
"Jaem, boleh aku juga minta permintaan?"
Jaemin yang berpikir bahwa Minju sudah terlelap menatap kilas pada kekasihnya sedikit memastikan bahwa Minju tidak sedang mengigau.
"Aku mau kita juga selesai."
Suaranya halus menyapu pendengaran namun terselip begitu banyak pelik dan kekecewaan yang tersirat.
Nafas Jaemin mulai memburu, kini masalah berat mungkin akan menjeratnya. Bukan ini maksud permintaannya, bukan ini akhir tujuannya dan bukan ini yang diharapkan pada akhirnya.
Jaemin hanya diam, mencoba menelaah semuanya di balik pikirannya sendiri, ia tak mau berbagi atau sekedar bertanya pada lawannya. Ia ingin menyelesaikan potongan kekacauan seorang diri bersama pikirannya.
Tak ada masalah pelik sebelumnya hanya sedikit masalah samar yang bisa diadili dengan perkataan namun sejak kemarin tak terdengar suara yang menyerukan itu semua. Mereka memilih diam dan menyimpan ribuan pertanyaan dalam benak masing-masing.
"Jaem, aku tidak mengerti sungguh tapi kupikir ini yang kamu mau dan ini pula yang terbaik untukku," ucap Minju saat tidak menemukan jawaban dari Jaemin.
Ia memilih menjawab dengan menerka pertanyaan di balik benak Jaemin, ia tahu betul bahwa Jaemin sudah tidak menyukainya lagi, itu semua terbaca dari perlakuannya akhir-akhir ini.
"Minju, apa kau masih menyayangiku?"
Pertanyaan yang Jaemin lontarkan bukan sesuatu yang diinginkan Minju, tentu gadis itu bahkan masih mencintai kekasihnya dengan rasa yang sama seperti pertama mereka bertemu, perasaan mendebar tiap mereka bersitatap dan gelisah saat tangan mereka bersentuhan. Itu semua masih dirasakan oleh Minju tanpa ada yang berubah.
Minju tak berani menjawab lewat perkataan jadi ia mengangguk samar berharap Jaemin memahami seluruh hatinya.
"Kalau begitu jangan menyuruhku untuk menyelesaikan hubungan ini, kita masih terus bersama sampai masing-masing dari kita kehilangan perasaan satu sama lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Like We Just Met || JAEMIN
FanfictionMemilih antara yang sudah lama singgah atau yang baru namun terasa menyenangkan. -Jaemin