Teka-teki

152 18 5
                                    

Berani mengajakku bermain berarti harus siap juga dengan kekalahannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berani mengajakku bermain berarti harus siap juga dengan kekalahannya.






Vote!

******************

Nuraga tampak terduduk lemas, setelah kunjungan cucu laki-laki nya sembari mengacaukan Rapat yang ia persiapkan satu bulan lamanya.

Bukan tanpa alasan Ethan melakukannya. itu karena dia mendapatkan bukti bahwa sang kakek terlibat dalam penganiayaan adik kesayangannya, Abel.

Dengan berbekal stick golf yang dibawa sebelumnya, Ethan mendobrak ruang VVIP yang tengah di penuhi kolega dan investor hebat itu dan langsung mengobrak-abrik apa saja di depannya.

Bahkan tak terkecuali sekretaris kakek nya yang terluka akibat ulahnya.

"Tuan besar, bagaimana ini? Apa anda saat itu ada di tempat kejadian?"
Rully, asisten pribadi Tuan Nuraga tampak berlari kecil setelah menerima beberapa pukulan dari Ethan yang tengah berusaha keras membakar ruang pertemuan.

"Dengar Rully, meskipun aku tidak menyukai anak itu bukan berarti aku berani menyentuhnya"

"La-lalu?" Rully tergagap seketika.
Memang benar Tuan besarnya tidak menyukai Abel, tapi se-ingatnya anak itu hanya di anggap angin saja.

Jadi jika tuduhan itu di tujukan untuk Tuan nya rasanya kurang tepat.
Rully khawatir ini hanya permainan dari musuh, karena permusuhan antara cucu dan kakek ini bukan rahasia umum lagi.

"Aku mau kamu selidiki baik-baik kasus ini,
Jangan sampai tertinggal sedikitpun.
Sepertinya ada yang sedang mempermainkan Ethan lewat anak kecil itu"

"Baik segera saya laksanakan"
Rully undur diri setelah membungkukkan tubuhnya dan bergegas pergi untuk menyelidiki permasalahan tersebut.

Nuraga menerawang jauh saat dimana putra nya mengadopsi seorang anak laki-laki yang ditemukan oleh Ethan di halaman pemakaman keluarga.
Awalnya, dia tidak menyetujui dan menentang keputusan Ethan.
Namun siapa yang bisa? Orangtuanya saja tidak bisa apalagi dirinya yang hanya seorang kakek-kakek tua.

Sekarang ia menuai hasilnya setelah bertahun-tahun tidak menerima Abel lalu akhirnya menjadi kambing hitam seseorang yang sedang menyusun rencana entah apa. Dia berharap Ethan tidak bodoh dan menyadari semuanya jika ini hanya jebakan saja.

***

"Abel.. buka mulutnya sayang, kita makan ya? Mama sedih lho Abel nggak mau makan"

Dengan kesabaran penuh Mama Sharon terus membujuk putra bungsunya untuk makan, karena sejak pagi Abel sama sekali enggan membuka mulutnya.
Ia khawatir jika anak itu terus menolak makan maka kesehatan nya akan kembali drop seperti kemarin.

Ketakutan nya pada orang asing semakin menjadi, Abel sama sekali tidak mengingat siapapun kecuali Ethan.
Dan ia juga tidak mau menerima apapun jika bukan dari tangan Kakak nya itu.

"Abel masih nggak mau makan?"

Mama Sharon hanya menggelengkan kepalanya pasrah, dia nampak sedih melihat Abel yang biasanya ceria dan aktif seperti kanguru melompat kesana kemari tiba-tiba diam saja seperti patung.
Bahkan luka-luka di seluruh wajah nya masih tampak merah mengeluarkan darah.

"Ada apa ini?"
Ethan dengan Tuxedo biru tua berjalan menghampiri kedua orangtuanya yang tengah sibuk membujuk Abel untuk makan barang sesuap.

"Abel nggak mau makan, gimana ini? Kok mama khawatir ya? Kita obatin ke luar negeri aja yuk, kita berangkat ya sekarang mas?!"

"Maa.. Biar Ethan.."
Tangan kekar nya menerima piring karakter yang biasa Abel gunakan untuk makan.

Mama dan Papa akhirnya mundur dan memberi Ethan ruang untuk membujuk Abel, karena se-ingatnya anak itu tidak akan menolak jika dari tangan Kakak nya.

"Didi makan ya..? Biar cepat sehat bisa sekolah lagi seperti biasa, Gege janji akan antar Abel ke sekolah setiap hari"

Dengan sekali ucapan saja berhasil membuat Abel memalingkan wajahnya ke samping, menatap Gege nya yang masih memasang wajah tersenyum selembut mungkin.
Jika ada yang melihatnya seperti ini mungkin Ethan akan ditertawakan karena ia yang biasa memasang wajah sangar tiba-tiba menggenggam piring berwarna biru muda bergambar beruang madu.

Tapi demi adik kecilnya, ia rela melakukan itu asal Abel mau menerima suapannya.

"Abel nggak ingat? Ini udang kesukaan Didi. lihat dia berwarna merah, Dia sedih sampai memerah karena nggak ada yang mau makan dia.. jadi Abel.. mau kan makan dia?"

Abel nampak menimang sesuatu sebelum mulutnya terbuka sedikit sekedar memberitahu Ethan jika ia ingin memakan udang itu.
Meski hanya suapan kecil, tapi sangat berarti untuk Ethan.
Abel terlihat memakan udang itu perlahan dengan tatapan sayu, terlihat jelas bagaimana trauma itu terus menghantuinya.

"Abel.. ingat tidak kartun kesukaan Didi yang kotak berwarna kuning?"
Ethan tampak mengalihkan pikiran Abel yang seperti tengah mengingat kejadian pilu itu dengan membicarakan karakter Spongebob, animasi kesukaannya.

"Gege lupa.. dia itu suka memasak apa? dan dia punya teman, nama nya Patrick benar?"

Abel terlihat menganggukkan kepalanya ragu. Meski ia tau pemuda di depannya ini adalah Ethan tapi tetap saja membuatnya tampak waspada.
kenangan buruk itu terus berputar di kepalanya dan sulit sekali dilupakan.
Bagaimana laki-laki itu menjilati pipi nya dan sifat binatangnya saat memukuli Abel begitu beringas.
Semua itu terlalu menakutkan untuk nya yang selama ini menjalani hidup biasa-biasa saja.

Dan karena Ethan lah Abel tiba-tiba memikirkan makanan apa yang Spongebob masak. Dia ingat tapi entah apa, hanya roti bulat dan panggangan saja yang muncul di pikirannya.

"Abel belum ingat?"

Ethan tampak pura-pura sedih saat Abel menggelengkan kepalanya memberitahu jika dia tidak ingat.
Meski sebenarnya Ethan betulan sedih tapi setidaknya Abel hanya memikirkan Spongebob daripada laki-laki bajingan itu.

"Jadi.. karena Abel nggak ingat.. biar bisa ingat harus habisi udang nya, ya? Abel harus mau" Ethan menekuk bibir nya seperti memberikan ekspresi akan menangis jika Abel menolak keinganannya.

Acara membujuk Abel untuk makan hampir selesai sebelum seorang laki-laki tua tampak dengan tongkat nya berdiri di belakang Ethan.

Sebenarnya dia sudah tau jika perbuatannya kali akan menjadi topik hangat di kalangan keluarga besar.
Tapi mau bagaimana lagi? Dalam hati nya tidak ada satu orangpun yang boleh menyakiti Abel meski hanya se-ujung kuku.

"Ethan.. Kamu jangan bodoh mau menelan mentah-mentah berita ini.

Coba kamu pikir baik-baik, jika kakek akan menyingkirkan dia kenapa tidak dari dulu?"

Kakek tampak berusaha mengontrol suaranya se pelan mungkin.
Bagaimanapun juga dia masih punya hati dengan tidak menambah goresan luka pada anak kecil yang tengah duduk di kursi roda itu karena mendengar suaranya.

Dia tidak menyukai Abel tapi bukan berarti bisa menyentuhnya bahkan membuatnya seperti ini.
Itu sama saja mengibarkan bendera perang pada cucu nya sendiri, yaitu Ethan.

Sejak dulu dia tidak pernah menganggap Abel, hanya sebatas itu saja.
Tidak lebih.

Jadi, bagaimana mungkin ia melakukan hal keji itu pada anak yang bahkan 24 jam berada di bawah pengawasan Putra dan sekaligus cucu nya?



Tbc.

U N L I M I T E DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang