67. Pelukan yang dirindukan

3.3K 247 28
                                    

Happy reading

-

-

Semenjak kejadian itu, kedekatan Karang dan Bianca menjadi gempar dan dibicarakan dimana-mana. Tak seperti saat dirinya yang dekat dengan Karang. Kini Karang dan Bianca seakan menjadi sepasang pangeran dan putri kerajaan yang dijodohkan.

Interaksi Karang dan Bianca yang tak sungkan menunjukkan di publik itu sudah menjadi makanan sehari-hari untuk Lara. Kantin, kelas, lapangan, bahkan laboratorium lama yang selama ini menjadi tempat Lara singgah saat dirinya menunggu kehadiran Karang, mereka juga bersama disana.

Lara berusaha menguatkan dirinya. Tidak, ia tidak bisa benci dengan Karang. Sekuat apa pun dirinya berusaha, Lara tidak bisa. Dirinya sudah dibuat jatuh sejatuh jatuhnya pada pemuda itu.

Lara hanya bisa menyaksikan. Tanpa dirinya berprotes atau menghakimi sejoli itu. Ingat, Karang belum resmi memutus hubungan dengan Lara.

Biarkan, biarkan Karang menatap mata Lara saat dirinya berpapasan. Biarkan Karang melihat sejatuh apa Lara dengan Karang. Bahkan dengan semua perlakuan Karang pada Lara, gadis itu tak bisa membencinya.

Pada jam istirahat kali ini, Lara menyeret tubuhnya yang lemas itu menuju ke arah laboratorium lama. Entah kapan terakhir makanan masuk dalam mulut Lara. Dia kehilangan nafsu makannya. Wajahnya pucat pasi dengan tubuhnya yang kian kurus.

Ia tidak ingin pergi ke UKS, rencananya dia akan membolos sendiri saat pelajaran komputer nanti.

Dia segera membuka ruangan itu. Masuk ke dalamnya dan langsung limbung terduduk di bawah meja. Ia segera menyadarkan kepalanya yang pening. Memeluk tubuhnya memberi kehangatan. Dia bahkan mengigil, sepertinya dia demam parah.

Tak lama kemudian, mata Lara terpejam. Ia merasa kehilangan kesadarannya sendiri. Sampai pada saat dirinya merasa seseorang menarik tubuhnya. Ikut duduk disampingnya dan memeluknya erat.

Dengan matanya yang tak sepenuhnya terbuka, Lara mendongakkan wajah. Menatap pemuda yang sedang memeluknya erat. Menangisinya dengan mengatakan maaf berkali-kali.

"Karang?" tanyanya lirih. Melihat wajah Karang antara sadar dan tidak sadar.

"Iya sayang..."

Lara diam beberapa detik. Alisnya menyatu, matanya menelisik wajah Karang yang mati-matian menahan tangisnya agar tak terlalu keras. Jari telunjuk Lara bergerak menyentuh salah satu tahi lalat kecil yang ada dibagian leher Karang. Memastikan bahwa orang yang sedang memeluknya adalah benar dia.

Dengan pandangan linglung, Lara menatap sepasang mata Karang. "Kamu pergi karna udah tau aku mantan pasien RSJ ya?"

Pecah, dada Karang seperti ditumbuk bebatuan besar saat itu juga. Pemuda itu semakin mengeratkan pelukannya. Menggigit bibir kuat agar tangisnya tidak semakin melebur saat itu.

Karang menggeleng kuat. "Engga sayang,"

Lara semakin menenggelamkan kepalanya dalam rengkuhan pelukan Karang. Bersandar pada dada bidang yang sedang bergetar menahan isak tangis. Gadis itu memejamkan matanya yang terasa lemah. "Maaf, kalo aku tau bakal ketemu kamu pas dewasa kaya gini... aku bakal lari pas orang-orang bawa aku kesana..." lirihnya mulai melantur. Rasa pusing pusingnya membuat gadis itu tak berfikir panjang.

"Engga, aku selalu bersyukur dipertemukan kamu Lara," jawab Karang.

Lara mengerang kecil. Rasa pusing dan tubuh yang belum sepenuhnya pulih dari penyerangan beberapa hari lalu itu membuat dirinya semakin lemah. Hidungnya juga tersumbat, terbatuk akibat demam.

Sea For Blue Whales [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang