02. Rafael Leandro

7 2 0
                                    

Seorang laki-laki melangkah mendekati bangunan kafe, dengan mengenakan kaos putih dan jaket denim yang ia lampirkan di bahu. Rambutnya yang hitam, tampak berantakan, namun tetap terkesan rapi dan maskulin.

Dia berhenti sejenak sebelum mendorong pintu kafe yang terbuat dari kaca tebal. Saat melangkah masuk, aroma kopi dan kue yang manis merasuki hidungnya memberikan kesan yang menenangkan.

Dia berjalan menuju bar yang terdapat barista yang langsung menyambutnya dengan ramah. "Hai, El, lo mau jadi pelanggan atau mau jadi barista?" Tanya barista itu dengan nada jenaka.

Laki-laki itu tersenyum kecil. "Hari ini gue mau jadi pelanggan aja deh."

"Americano satu ya." Tanpa menunggu balasan, laki-laki yang di panggil El itu melangkah menjauh.

Dia berjalan menuju meja di sudut, lalu meletakan ransel yang sedari tadi ia bawa keatas bangku panjang lalu ikut duduk diatasnya.

"Satu Americano, atas nama Rafael."

Rafael mendengus lalu mengambil Americano miliknya. Jaket denim yang tadi ia lampirkan sudah ia letakan di atas ransel.

Laki-laki dengan nama lengkap Rafael Leandro itu perlahan menyesap kopi americano yang perlahan menghantarkan kombinasi rasa keasaman dan kepahitan yang menyegarkan. Pandangan matanya lurus, memandangi kesibukan para siswa dan guru meskipun tidak terlalu kentara karena terhalang gerbang dan jarak.

Ketika asik-asiknya menyesap rasa kopi americano yang begitu menenangkan, perhatian laki-laki itu teralihkan pada dua sosok perempuan yang baru saja memasuki kafe.

Matanya terus mengikuti pergerakan keduanya yang berjalan menuju bar dan terlihat mengobrol ringan sambil memilih minuman, meski yang ia lihat salah satunya hanya sesekali menjawab.

Tanpa sadar, sudut bibirnya berkedut, menahan senyum yang akan timbul. Rafael segera mengalihkan pandangan ketika kedua perempuan itu berjalan menuju arahnya, atau lebih tepatnya menuju meja yang berada di sisinya.

"Kalo kayak gini, rasanya gak ada beban. Mau beban hidup, beban kuliah, sama beban gak punya pacar. Nasib punya muka jelek."

Samar-samar ia mendengar perempuan yang memakai bando krem itu berbicara.

"Lo punya pacar gak, Ra? Di kampus? Atau di luar kampus?"

Mendengar pertanyaan itu, Rafael jadi ikut tertarik dan menunggu jawaban perempuan yang ia ketahui bernama Vara. Salah satu perempuan yang cukup terkenal karena kecantikan dan suka penyendirinya di kampus.

Apa Rafael satu kampus dengan mereka?

Ya, Rafael satu kampus dengan perempuan bernama Shevara Valorie. Hanya beda fakultas dan itu membuat mereka jarang berpapasan dan berinteraksi.

Shevara Valorie.

Nama itu, terasa sangat cantik di pendengarannya. Rafael tidak tahu apakah yang ia rasa ini tertarik atau apa? Yang Rafael tahu, ia tertarik pada pemilik nama Shevara Valorie.

"Belum."

Pupil Rafael melebar, jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat dari biasanya. Senyuman tertahan tiba-tiba muncul, dengan rasa berdebar-debar di dada yang tidak bisa ia ketahui alasannya.

Tetapi, Rafael bukan lelaki bodoh. Ia menyadari bahwa respon tubuhnya yang tiba-tiba berdebar-debar itu merupakan respon dari jawaban perempuan itu.

Astaga, apa kau benar-benar tertarik dengannya?!

•°•°•

Rafael berdiri di bawah guyuran air hangat, merasakan setiap tetesan yang menyentuh kulit atletisnya. Ruangan mandi yang di penuhi uap, di kombinasikan wangi citrus yang terasa menyegarkan.

Bibirnya bersenandung pelan, mengikuti irama musik favoritnya yang sengaja ia putar. Sesekali, bibirnya membentuk senyuman tipis yang membuatnya merasa malu sendiri yang berakhir tertawa kecil.

"Gue beneran, nih?" Monolognya. Lagi-lagi Rafael tersenyum, "Kayaknya gue emang suka lo, Vara."

"Gak masalah 'kan kalo gue deketin lo? Kan, gak punya pacar." Rafael terus berbicara sendiri, sambil sesekali tersenyum, bahkan ia sudah membayangkan hal-hal yang tidak pasti.

Rafael merebahkan tubuhnya diatas kasur setelah menyelesaikan ritual mandi dan mengenakan bokser serta kaos hitam. Netranya memandangi langit-langit kamar lalu mengambil ponsel yang ia letakan di atas nakas.

Terdapat beberapa pesan yang langsung ia balas. Tetapi ada juga yang hanya ia baca, tanpa berniat membalas.

Kontak dengan nama Kalea terlihat paling mencolok yang membuat Rafael memutar bola matanya malas.

Kalea : El, apa gak bisa kita kayak dulu?

Kalea : I know, ini emang keputusan gue. Tapi bisa gak sih, sekali aja bales pesan gue? Gue gak bisa gini terus sama lo, El.

Rafael berdecih pelan tanpa niat membalas, ia langsung menggulir pesan lainnya.

Haikal : Nongkrong gak? Gue sama Aidan mau nongkrong nih.

Rafael : Gak dulu. Males.

Haikal : Ye si anying. Live musik ini!

Rafael : Males.

Rafael keluar dari ruang obrolan dengan Haikal, salah satu temannya. Jarinya membuka aplikasi dengan logo berbentuk kamera klasik dengan latar belakang gradasi ungu, merah muda, dan oranye.

Ketika masuk, hal yang pertama ia lihat adalah postingan seorang gadis dengan username @vavalorie_ yang mengunggah foto mocha latte, dan croissant di slide pertama. Lalu Rafael menggulir slide kedua yang menampakan suasana kafe yang tadi siang ia kunjungi juga.

Jari-jarinya tanpa di komando langsung mengklik profil sang gadis. Tidak banyak yang ia post, hanya lima postingan dengan kebanyakan hanya tentangan makanan atau latar alam.

"Lo bikin gue penasaran terus menerus sama lo, Shevara." Rafael merebahkan tubuhnya kembali sembari memejamkan matanya perlahan. "Lo, harus tanggung jawab." Gumamnya tersenyum kecil.

---•°•°•---

Kopi dan Cerita KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang