1

672 85 5
                                    

"Hari tersial gue kah? "

Elio- maksudnya jiwa Lio berucap sinis setelah melihat pantulan dirinya di depan cermin mini. Lio tidak ingin percaya, tapi apa yang dilihatnya ini nyata, bahkan dicubit sampai berdarah pun sudah dilakukan dan itu cukup menyakitkan. Sudah jelas kan kalau dirinya mengalami semacam transmigrasi? Bahkan jika diingat lagi dia seharusnya mati setelah jatuh dari atap sekolah, kan?

"Sialan! Savian sialan! Si penghianat itu dasar sialan! "

Lio mencak mencak sendiri saat mengingat wajah sahabatnya yang malah berhianat dan membuatnya jatuh menghantam tanah. Setelah beberapa menit akhirnya dia diam. Mungkin lelah protes pada kenyataan.

Lio Bastian, itu namanya sebelum ini. Dia anak tengah dari pasangan Bastian yang dikenal dengan kekayaannya. Lio itu pintar, tapi kepintarannya membuat dia dimanfaatkan sana-sini dengan dalih meminta bantuan. Keluarganya tidak bisa dibilang sempurna, karena nyatanya semua hanya citra belaka. Bahkan Lio tidak yakin orang orang disekitarnya berduka saat tahu dia meninggal.

Lalu Elio, dari ingatan yang didapat saat terbangun tadi, Lio langsung menyimpulkan jika dia masuk ke dalam salah satu cerita yang sempat dia baca di perpustakaan sekolah. Novel berjudul 'rumah untuk Elio?' bercerita tentang Elio yang seorang yatim piatu. Hidupnya bisa dibilang menderita, kedua orang tuanya meninggal saal usianya baru 5 tahun dan setelahnya tinggal bersama keluarga bibi dari pihak ibu. Sepuluh tahun tinggal di rumah bibinya Elio sepenuhnya tersiksa. Dia dipaksa menjadi art dengan bayaran dua kali makan dalam sehari. Kadang juga mengalami kekerasan fisik minimal seminggu sekali.

Elio yang tidak tahan memutuskan untuk kabur, hidup seorang diri di antara gedung pencakar langit kota besar. Sulit? Tentu saja, apa yang bisa diharapkan dari anak yang baru berusia 15 tahun? Bekerja kantoran atau menjadi hacker paling ditakuti? Tentu saja tidak. Elio menyambung hidup dengan berjualan koran, bunga, atau apapun itu di perempatan lampu merah. Tinggal hanya seorang diri di kostan kecil dengan harga sewa yang tidak masuk akal, membuat Elio selalu siap jika semisalkan dirinya ditendang karena telat membayar sewa.

Lalu suatu hari Elio yang sedang putus asa karena koran hari itu tidak ada yang terjual malah dipertemukan dengan seorang pria menyeramkan yang terluka parah. Sebagai seorang protagonis Elio tentunya menolong pria itu meski hanya alakadarnya. Semenjak pertemuan itu keduanya sering bertemu sampai Elio yang merasa nyaman berani mengutarakan kisah kelam masa lalunya. Dan karena iba pria itu pada akhirnya mengangkat Elio sebagai bungsunya yang baru.

Perjalanan Elio yang sebenarnya dimulai di sana, tentang dia yang berusaha dekat dengan semua anggota keluarga barunya, dia yang berusaha mencari teman, dan tentang musuh keluarga yang gencar mengincarnya. Masalah utama bukan terletak di sana, melainkan mantan bungsu keluarga barunya yang dengan keras menolak keberadaan Elio sampai rela melakukan banyak muslihat kotor. Sampai puncaknya mantan bungsu nekat menikam Elio yang berakhir Elio koma selama 15 hari dan mantan bungsu yang akhirnya dibunuh oleh keluarganya sendiri. Miris? Entahlah, mungkin memang takdir?

Kembali pada Lio. Helaan nafas beberapa kali terdengar sangat nyaring keluar dari bibir mungilnya. Sepertinya dia mulai menerima meski masih tidak percaya.

"H-haha..... Yah, sekarang gue Elio. Si tokoh utama berhati jeli yang bodoh."

"SIALAN ARGGGHHH!!.... Huft, oke Lio, mulai sekarang ga ada lagi Lio dan ga ada juga Elio si protagonis. Gue benci konflik, so~ tinggal hindarin semua titik plot yang membawa ke arah sana kan? Huwahahah jenius bat dah gue hihi"

Kruyuk....

Elio mengusap perut ratanya yang berbunyi nyaring. Sial, sudah berapa lama cacing diperut nya belum dinafkahi? Mereka meronta minta diisi.

"Hah... Dahla, gue cari nafkah aja dulu. Besok cari kerja yang gajinya gede biar cacing gue gemuk gemuk. "

Setelah membulatkan tekad Elio berganti pakaian dan keluar dari kamar kost kecil itu tentunya dengan sekeranjang bunga di tangannya. Sepertinya sebelum tubuh ini diisi oleh jiwa Lio, Elio sudah lebih dulu menyiapkan apa yang akan dijual hari ini. Syukurlah, Lio juga kebetulan sedang malas jika harus ke toko bunga untuk menyetok ulang.

Singkatnya Elio kini berada di perempatan lampu merah. Banyak pengendara yang lalu lalang dan ada juga pejalan kaki yang menunggu menyebrang. Beberapa penjual juga menjajahka dagangan mereka kesana kemari.

Tepat saat lampu berubah merah para pengendara berhenti dan pejalan kaki mulai menyebrang. Elio menghpiri satu persatu pengendara sambil menawarkan bunga yang dia bawa. Melelahkan memang, hasilnya pun tidak tentu. Karena itu mulai besok dia harus mencari pekerjaan tetap! Itu harus!

"Tuan, bunganya~"

Kaca mobil salah satu pengendara turun saat Elio melewatinya. Dia memanggil Elio mendekat dan tentunya Elio menurut. "Tuan mau beli bunganya? " ugh, Elio benci suaranya yang mendadak jadi imut, tapi mau protes bagaimana lagi? Ini bukan tubuh aslinya.

"Berapa."

Datar, sungguh datar! Untung saja Elio peka jadi gak kayak orang tolol plonga-plongo. "Satunya lima ribu aja tuan~"

"Semua."

"Eh? Semua? Em Betar, Io itung dulu.... Semuanya jadi dua ratus ribu tuan~"

Pria itu menyerahkan lima lembar uang merah dan mengambil semua bunga dari keranjang Elio. "Tuan~ uangnya kebanyakan. Harusnya dua aja, bukannya lima. Ini Io kembalikan. " ucapnya sambil menyerahkan tiga lembar yang lebih.

"Ambil."

Setelah berkata demikian mobil itu melakukan meninggalkan Elio karena lampu juga sudah berubah menjadi hijau. Elio awalnya bengong sampai satu detik setelahnya menepi ke tepian jalan.

Lambat laun senyumnya merekah, sangat lebar sambil menatap lembaran uang di tangannya. "Mujur mujur... Berguna juga ni muka chibi, gak sia sia emang. Baru sekali jalan udah ada yang borong, muehehe... "

"Cacing sayang~ papa dapet uang lebih hari ini, jadi, guk gemuk ya cayang. " Elio berbicara sendiri sambil mengusap peritnya yang rata dibalik bajunya. Sepertinya suasana hatinya sedang bagus, bahkan dia sampai melompat kecil saat menyebrang.

....

"Selamat makan... "

Elio memakam mi instan dengan lahap. Ini sudah bungkus ketiga dan dia masih kelaparan. Dia berada di kost nya setelah membeli beberapa bungkus mi instan. Karena dia belum bekerja layak, jadi Elio berpikir untuk menghemat sebentar sampai dia dapat pekerjaan dengan gaji tetap.

Beberapa saat mi ketiga sudah habis dan sekarang Elio benar benar kekenyangan. Elio menyandarkan punggungnya di dinding kamar sementara tatapannya tertuju pada langit-langit kamar.

"Gue pengen hidup layak, buat hidup layak gue harus dapet pekerjaan dengan gaji diatas dua digit. Buat dapet kerjaan dengan gaji segitu gue harus sekolah minimal banget s1, dan sekarang gue ga sekolah karena ga ada biaya......"

Elio menghembuskan nafas lelah. Matanya terpejam sesaat sebelum akhirnya kembali terbuka. "Gue bisa sih jadi hacker, tapi gue gada komputer. Jangankan komputer, HP aja kaga punya. Seminggu lagi gue kudu bayar sewa kost juga, hah.... Ga ada pilihan lain sih selain cari kerjaan tetap atau mungkin part-time. Tapi yang jadi masalah sekarang, OWNER MANA YANG MAU NERIMA ANAK DI BAWAH UMUR BUAT KERJA?? Huh... Ada sih, tapi mereka kan pakai jurus ordal, sementara gue kenalan anak owner aja kagak punya. "

"Sialan! Gue lebih Terima jadi Lio yang dulu, dimanfaatkan tapi gue ga kekurangan finansial. Ugh... Gue sekarang tau gimana susahnya cari kerja. "

Elio beranjak ke kasur dan merebahkan tubuhnya. Persetan dengan peraturan satu jam habis makan ga boleh tidur, dirinya sangat lelah hari ini. Lelah fisik juga mental dan akal sehatnya. Lagipula hari sudah larut, tidak baik anak dalam masa tumbuh kembang begadang, kan? Karena itu Elio dengan kesadaran penuh memejamkan matanya, menunggu hari esok menyambutnya.


To be continue

.
.

Lanjut?

Book Of ElioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang